Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiba-tiba saja Trumpflation gembos kehilangan daya. Sejak Donald Trump memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat, November 2016, pasar keuangan berlaku lajak seperti banteng tersengat lebah. Harga saham melonjak, bunga obligasi menanjak. Inilah Trumpflation yang kini mulai melembek dan Trump sendirilah yang menggembosinya.
Pasar keuangan di seluruh dunia sebelumnya sangat berharap, konferensi pers pertama Donald Trump pada Rabu pekan lalu sedikit-banyak dapat memberikan pencerahan tentang program-program ekonomi Trump yang selama ini menjadi pemicu Trumpflation. Para analis menunggu, misalnya, bagaimana Trump akan memangkas pajak, membagi insentif fiskal untuk menggairahkan pertumbuhan, atau memangkas regulasi demi memicu repatriasi keuntungan korporasi raksasa Amerika Serikat. Semua rencana ini sudah memicu spekulasi sejak November 2016, yang membuat dolar melambung ke rekor tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Yield atau imbal hasil obligasi pemerintah Amerika berjangka 10 tahun juga naik hampir dua kali lipat, dari 1,32 persen pada Juli 2016 menjadi 2,52 persen pada akhir tahun.
Alih-alih mendapatkan konfirmasi tentang program, investor malah menyaksikan Trump yang lagi-lagi bertengkar dengan media. Bocoran laporan intelijen tentang kemungkinan Rusia memeras Trump dan kritik tentang ketidakmampuan Trump memenuhi standar etika untuk pengelolaan kerajaan bisnisnya setelah dia menjadi presiden justru mendominasi agenda. Program ekonomi? Tetap tak jelas. Walhasil, para analis kini mulai bimbang atas spekulasinya sendiri. Jangan-jangan, Trumpflation merupakan reaksi berlebihan belaka.
Maka mulai gemboslah Trumpflation. Kurs dolar Amerika terhadap mata uang negara-negara Eropa langsung turun 0,4 persen dalam sehari. Harga emas, yang selalu menjadi pilihan investasi jika kondisi tak menentu, kembali naik melampaui batas US$ 1.200 per ounce, pertama kalinya sejak November. Indeks S&P 500 bahkan sempat anjlok hingga 1 persen. Baru memasuki pekan kedua 2017, investor kembali harus bertanya-tanya seperti apa arah investasi untuk tahun Ayam Api, yang resminya bermula 28 Januari nanti menurut penanggalan Cina.
Sebelumnya, konsensus umum di antara para analis adalah kebijakan Trump akan mendorong dolar menjadi kian mahal. Pada saat yang sama, pergerakan bunga The Federal Reserve yang akan naik tiga kali sepanjang 2017 juga turut memicu naiknya kurs dolar Amerika. Kini pelan-pelan pasar mulai mencerna kembali faktor Trump. Apakah Trumpflation dapat berlanjut jika sang Presiden sama sekali tak dapat menjadi pegangan?
Bagi investor di Indonesia, faktor Trump sudah pasti patut menjadi pertimbangan penting. Bagaimanapun, pergerakan dolar-rupiah akan sangat terpengaruh ketidakpastian kebijakan Trump setelah resmi menjadi presiden pada 20 Januari nanti. Jika ekonomi Amerika malah kacau karena Trump tak konsisten, sangat mungkin rencana kenaikan bunga The Fed juga akan berubah. Jika frekuensinya menjadi lebih sedikit ketimbang rencana semula, katakanlah sekali saja alih-alih tiga kali, ada harapan tekanan pada rupiah akan mengendur.
Sayangnya, memasuki 2017, kondisi politik di dalam negeri menghangat. Yang mencemaskan investor, pergulatan itu kini semakin kental bernuansa pertentangan antarkelompok massa berdasarkan agama. Sekali saja letupan konflik semacam ini merebak menjadi kerusuhan terbuka, keyakinan pasar pada Indonesia bisa runtuh karenanya.
*) Kontributor Tempo
KURS | |
Pekan sebelumnya | 13.370 |
Rp per US$ | 13.308 |
Pembukaan 13 Januari 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.325 |
5.299 | |
Pembukaan 13 Januari 2017 |
INFLASI | |
Bulan sebelumnya | 3,58% |
3,02% | |
November 2016 YoY |
BI 7-DAY REPO RATE | |
4,75% | |
15 Desember 2016 |
CADANGAN DEVISA | |
30 November 2016 | US$ miliar 111,466 |
Miliar US$ | 116,362 |
31 Desember 2016 |
PERTUMBUHAN PDB | |
2015 | 4,73% |
5,1% | |
Target 2016 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo