Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tergusur Belum Tentu Tamat

Benarkah Putu Ary Suta bakal masuk lagi ke pemerintahan? Dengan koneksi politik yang dimilikinya, kemungkinannya untuk comeback masih terbuka.

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ibarat buku, pencopotan I Putu Gede Ary Suta sebagai Ketua BPPN agaknya belum menjadi bab akhir.Putu sendiri mengaku masih terus sibuk. "Lo, jangan salah. Setelah tak menjadi Ketua BPPN, saya malah tambah sibuk," katanya. Boleh jadi ia cuma perlu parkir sejenak. Lembar kisah karirnya di pemerintahan, siapa tahu, masih akan panjang. Dengan keluasan jaringan lobi yang dimilikinya, memang banyak orang percaya, Putu akan kembali ke jajaran pemerintahan. Sebagai apa? Kabar angin menyebut ia akan duduk di kursi bekas bosnya: Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Toh Putu mesti bersabar bila benar ia berminat pada jabatan tersebut.Soalnya, posisi itu masih diduduki Laksamana Sukardi, yang dikenal sebagai pembantu setia Presiden Megawati. Kabarnya, Putu baru akan menempati posisi itu setelah Laks, panggilan Laksamana, pindah tempat ke kursi Gubernur Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu, tampaknya DPR akan digenjot untuk mempercepat pembahasan amandemen UU BI sehingga bisa selesai Juni mendatang. Tetapi kenapa ia harus segera digeser dari BPPN, tanpa menunggu undang-undang itu selesai? Kabar tersebut memang belum tentu benar. Namun, bila rumor itu banyak dipercaya orang lantaran kepiawaian Putu dalam menjalin lobi memang bukan bualan kosong. Ia dikenal royal, memiliki pergaulan luas dan pandai menjalin hubungan dengan berbagai pihak. Tak pernah ia membeda-bedakan orang berdasar ideologi atau warna politik. Ia bisa berkawan dengan kalangan partai dari PDIP, Golkar, PPP, maupun PAN. "Saya memang punya banyak kawan di mana-mana," kata Putu. Adakah jaringan itu yang beberapa kali membentur Menteri BUMN Laksamana Sukardi ketika hendak mencopot Putu sebagai Ketua BPPN? Memang sulit dibuktikan. Yang jelas, proses penggeseran Putu tak mudah dilakukan. Setidaknya isu penggantian dirinya sudah santer berembus sejak dua bulan lalu. Bahkan November lalu ia juga pernah digosipkan hendak dicopot dari jabatannya. Nyatanya baru pekan lalu ia digeser. Buat Putu, kehilangan jabatan bukanlah hal baru. Sebelumnya ia juga pernah dicopot sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), tak berselang lama setelah kejatuhan bekas presiden Soeharto. Padahal saat itu ia sepertinya sedang menuju puncak kejayaan sebagai birokrat karir. Resminya ia memang masih memperoleh jabatan sebagai staf ahli Menteri Keuangan bidang keuangan regional. Tapi banyak orang menganggap posisi itu lebih merupakan kotak untuk mengandangkannya. Toh, Putu cuma sebentar tenggelam. Peruntungannya segera bersinar kembali ketika Marzuki Darusman menjadi Jaksa Agung. Saat itu ia ditarik Marzuki menjadi tenaga ahli Jaksa Agung bidang keuangan. Posisi itu mengembalikan Putu ke habitatnya semula: berurusan dengan dunia bisnis dan pengusaha—terutama yang sedang bermasalah di Kejaksaan Agung. Dari posisi itu pula ia langsung meloncat menjadi Ketua BPPN—lembaga strategis yang mengelola aset negara senilai lebih dari Rp 500 triliun. Nah, bila di masa lalu Putu bisa comeback, tentu bukan hal yang aneh kalau ia bisa mengulanginya di masa depan. Apalagi aset berupa jaringan lobi politik dan bisnis masih terpelihara kuat. Meski begitu, Putu membantah kabar dirinya ingin menjadi Menteri BUMN. Ia mengaku tak tahu-menahu dengan urusan itu. "Saya enggak pernah dan enggak akan bakal minta-minta jabatan," katanya. Ia mengaku lebih senang dengan statusnya sekarang yang bebas. "Saya profesional, bisa bekerja di mana saja," ujarnya. Sementara itu, beberapa kalangan dalam PDI Perjuangan meragukan Presiden Megawati bakal mengangkat Putu menjadi menteri. "Kecil kemungkinan Putu bisa menduduki kursi Menteri BUMN," kata sumber TEMPO, seorang pejabat pemerintah yang juga tokoh PDI Perjuangan. Alasannya, figur Putu dinilai terlalu kontroversial dan terlalu lunak kepada pengusaha. Sehingga, bila menjadi menteri ia akan menjadi beban politik bagi pemerintahan Megawati. "Mbak Mega biasanya peka terhadap penilaian publik seperti itu," kata pejabat yang tak mau disebut namanya itu. Nugroho Dewanto, Setiyardi, Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus