Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tersebab Trauma Semburan Lama

Disebut aman secara teknis, rencana Lapindo memulai pengeboran baru ditolak penduduk. Terhambat catatan buruk dan tunggakan utang.

1 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBEDA dengan biasanya, lapangan Desa Kedungbanteng tampak ramai pada Selasa malam tiga pekan lalu. Ketua Rukun Tetangga 3 M. Fauzi menghitung tak kurang dari 200 warga desa di Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, itu berkumpul mengerumuni 12 tumpeng sebagai tanda syukur.

Hari itu mereka merayakan kepergian tim pengebor sumur PT Lapindo Brantas dari wilayah tersebut. Perusahaan ini berniat menambah dua sumur baru di situs Tanggulangin. "Pemerintah mendengarkan keinginan kami," Fauzi menceritakan kembali peristiwa itu, Kamis pekan lalu.

Fauzi bertutur, kabar tentang rencana Lapindo Brantas menambah sumur beredar di masyarakat sejak awal Januari. Perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie ini berniat mengebor sumur baru (TGA-6), yang jaraknya hanya 50 meter dari TGA-1 yang beroperasi sejak 2001. Adapun sumur baru lain, TGA-10, berjarak cukup dekat, hanya 5 meter dari sumur TGA-2, yang beroperasi sejak 2002.

Pada Rabu, 7 Januari 2016, kabar tersebut menjadi nyata. Tiga alat berat, pipa-pipa besi, serta puluhan truk yang membawa pasir dan batu didatangkan ke Lapangan Tanggulangin. Para pekerja tersebut hendak melakukan pengurukan tanah sebagai tahap awal persiapan pengeboran.

Pada fase ini, Lapindo baru akan melakukan pengerasan permukaan tanah. Namun penduduk Kedungbanteng dan Banjarasri segera teringat pada semburan lumpur yang hingga kini belum berhenti. Menurut Fauzi, masyarakat khawatir karena lokasi sumur minyak dan gas itu berada di tengah permukiman. Mereka mengalami trauma lantaran bencana itu sudah menggusur 40 ribu warga di 12 desa yang tenggelam.

Manajemen Lapindo Brantas buru-buru membantah kekhawatiran itu. Direktur Utama Lapindo Brantas Tri Setia Sutisna memastikan pengeboran kali ini aman. Indikasinya adalah kedalaman sumur gas di Lapangan Tanggulangin hanya 2.000-3.000 kaki atau 800-900 meter dari permukaan tanah. Sedangkan kedalaman sumur di Porong mencapai 9.000 kaki atau sekitar 2.500 meter.

Area Manager Lapindo Brantas Harsa Harjana Hadi Moehkardi menambahkan data lain. Menurut dia, pengeboran di Tanggulangin jauh dari pusat semburan lumpur di Porong, yakni sekitar empat kilometer. "Selain itu, teknik pengeboran yang akan digunakan sama dengan teknik pengeboran Sumur Tanggulangin yang sudah ada," katanya. Sumur TGA-6 akan dibor lurus ke bawah, sedangkan Sumur TGA-10 akan dibor miring.

Tapi pemerintah tak cuma mendengarkan Lapindo. Meski secara teknis meyakinkan, faktor sosial berupa penolakan keras masyarakat perlu dipertimbangkan. Hanya selang sehari setelah alat-alat berat itu tiba di lokasi, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I G.N. Wiratmaja Puja mengumumkan penghentian sementara rencana pengeboran sumur di Lapangan Tanggulangin. "Perlu dievaluasi keamanannya, baik dari aspek geologis maupun sosial."

* * * *

USUL pengembangan sumur di Lapangan Tanggulangin sebenarnya bukan rencana baru. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan permohonan disampaikan Lapindo sejak 2011. "Dua sumur baru itu untuk mempertahankan produksi gas," ujar Amien saat ditemui Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Selama ini Lapangan Tanggulangin memasok kebutuhan industri dan gas kota di wilayah Sidoarjo. Tanpa tambahan sumur baru, persediaan gas dari sumur Lapindo di sana diperkirakan habis pada 2017. Sedangkan dari hitungan sementara, produksi gas di dua sumur tersebut diprediksi bisa mencapai 7 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Jika digabung dengan 14 sumur yang aktif berproduksi di Sidoarjo, totalnya bisa mencapai 10 MMSCFD.

Secara keseluruhan, menurut Amien, rencana pengeboran sumur baru di Tanggulangin oleh Lapindo tak bermasalah. Dari aspek teknis, jarak sumur TGA-6 dan TGA-10 dari pusat semburan lumpur di Porong terhitung jauh. Masing-masing 3,9 kilometer dan 3,36 kilometer.

Pernyataan serupa datang dari Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Geologi Jawa Timur Handoko Teguh Wibowo. Ia mengatakan data deformasi yang dikumpulkannya selama tujuh tahun menunjukkan amblesan tanah hanya berkembang ke barat dari pusat semburan lumpur. Adapun lokasi dua sumur baru ada di sisi timur. Bahkan lebih ke timur daripada sumur TGA-5, yang hingga kini masih beroperasi. "Jadi, secara teori dan data, pengeboran relatif aman."

Dari aspek perizinan, rencana pengembangan proyek ini pun sudah mengantongi authorization for expenditure yang dikeluarkan oleh SKK Migas pada 2012. Kemudian, secara berturut-turut, Badan Lingkungan Hidup Sidoarjo memberikan izin pengeboran pada 2013. Lalu, dua tahun kemudian, Bupati Sidoarjo mengeluarkan izin lingkungan.

Yang menjadi persoalan, pemberian izin lingkungan tersebut terkesan buru-buru. Bupati Sidoarjo Saiful Ilah meneken izin sebagai syarat pengajuan rancangan plan of further development (POFD) ke SKK Migas sebelum dia lengser, tepatnya pada 13 Oktober 2015. Saiful, yang kini kembali menjabat Bupati Sidoarjo periode 2015-2021, beralasan izin ia berikan karena sudah ada persetujuan dari tiga kepala desa dan seorang camat di wilayah pengeboran. Belakangan, Tempo yang mengkonfirmasi klaim tersebut kepada ketiga kepala desa justru mendapat bantahan.

Kepala Desa Banjarasri, Muklison, misalnya, mengaku tidak pernah menyetujui pengeboran. Bantahan serupa disampaikan Kepala Desa Kalidawir, Mohamad Anas. "Enggak benar. Selama ini belum ada konfirmasi kepada saya," ujarnya. Sedangkan Kepala Desa Kedungbanteng, Tohiran, tak menjawab tegas. "Saya pernah meneken sesuatu, tapi seingat saya persetujuan pengerukan, bukan pengeboran."

Meski sejumlah pemangku kepentingan memastikan aspek teknis dan perizinan Lapindo tak bermasalah, pakar geologi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Amien Widodo, mempertanyakan data dan teori itu. Dia justru mengungkapkan adanya deformasi berupa retakan yang melingkar di sekitar pusat semburan.

Amien merinci, bagian paling barat mengalami retak terpanjang, yakni dua kilometer dari batas luar tanggul. Ada pula retakan di sebelah utara satu kilometer, di sisi timur satu kilometer, dan bagian selatan sampai Sungai Porong. Tiap retakan itu, dia melanjutkan, mengakibatkan rumah dan tanah retak pada bagian permukaan. "Retakan-retakan di sekeliling itu mengeluarkan gas pula. Ada yang terbakar, ada yang tidak, ada pula yang keluar air."

Amien juga menyebutkan soal Patahan Watukosek, yang membelah Jawa Timur dari Gunung Penanggungan sampai Pulau Madura. Menurut dia, patahan itu baru muncul setelah tragedi semburan lumpur 2006. "Belum diteliti dengan baik. Harus ada pengukuran termutakhir untuk kelayakan (POFD Lapindo) ini," katanya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun kini menunjuk Amien memimpin tim independen guna menguji kelayakan proyek Lapindo.

Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Said Didu mengatakan persoalan utama dari rencana pengembangan sumur oleh Lapindo adalah aspek sosial. Sebab, perusahaan ini sudah meninggalkan catatan buruk bagi masyarakat, terutama korban semburan lumpur di Porong. "Lapindo semestinya menyelesaikan dulu kewajiban utangnya, baru bergerak ke proyek baru," ujar Said.

Ayu Prima Sandi, Nur Hadi (Sidoarjo), Artika Rachmi Farmita (Surabaya)


Belum Mati di Tanggulangin

LAPINDO Brantas Inc masih bernyali. Di Sidoarjo, Jawa Timur, perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie itu berencana mengebor lagi. Kali ini mereka hendak menggali dua sumur baru di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, tak jauh dari sumur Banjar Panji-1 yang menyemburkan "lumpur Lapindo". Penduduk yang trauma pada bencana lumpur itu menolaknya.

23 April 1990
Kontrak PSC Huffco Brantas sampai April 2020.

2 Mei 2007
Minutes of Meeting (MoM) Pembahasan Plan of Development (POD) Lapangan Tanggulangin (TGA).

9 Mei 2008
Persetujuan POD Tanggulangin dengan kapasitas 5 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) di lima sumur.

26 Oktober 2011
Usul Sumur Pengembangan Tanggulangin pada Work Program & Budget 2012.

26 Oktober 2012
Persetujuan authorization for expenditure dua sumur pengembangan (TGA-6 dan TGA-10).

17 Juni 2013
Persetujuan dari Badan Lingkungan Hidup Sidoarjo.

23 Oktober 2014
Persetujuan Model Statik Pre-POFD Lapangan Tanggulangin.

14 Juli 2015
Persetujuan MoM Final Subsurfaces.

13 Oktober 2015
Izin lingkungan dari Bupati Sidoarjo.

23 Desember 2015
Persetujuan MoM Final Aspek Teknis Subsurfaces dan Non-subsurfaces Pre-POFD dengan kapasitas 7 MMSCFD.

7 Januari 2016
-Pengajuan draf POFD Lapangan Tanggulangin ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
-Lapindo Brantas Inc mengeraskan tanah di sekitar lokasi meski izin pengeboran belum ada.
"Ini bukan lokasi baru. Sebelumnya, ada lima sampai enam sumur yang ketika dilakukan pengeboran berjalan aman."
Tri Setia Sutisna, Presiden Lapindo Brantas

8 Januari 2016
-Penolakan dari warga Desa Kedungbanteng.
-Gubernur Jawa Timur mengirimkan surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, minta menghentikan pengeboran.
-Pemerintah menghentikan rencana pengeboran TGA-6 dan TGA-10.
"Perlu dievaluasi keamanannya, baik dari aspek geologis maupun sosial."
I G.N. Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

9 Januari 2016
Kegiatan pengurukan tanah dihentikan.

12 Januari 2016
Gubernur Jawa Timur menyatakan akan membentuk tim independen mengkaji kelayakan rencana pengeboran.

22 Januari 2016
Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat mengunjungi lokasi.

25 Januari 2016
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said memastikan izin sumur TGA-6 dan TGA-10 belum diberikan.

Data Teknis Rencana Sumur TGA-6 dan TGA-10

Jarak ke sumur existing di Tanggulangin
TGA-6 ke TGA-1: 50 meter
TGA-10 ke TGA-2: 5 meter

Jarak ke lokasi semburan lumpur
TGA-6: 3,97 kilometer
TGA-10: 3,36 kilometer

Subsurfaces:
Kedalaman sumur Porong: 9.000 feet (2.500 meter)
Kedalaman TGA-6 dan TGA-10: 3.600 feet (1.000 meter)

Peta Jalur Pipa dari Lapangan Tanggulangin
-Kelurahan Ngingas
-Kelurahan Wedoro
-Kelurahan Tambak Sawah
-Kelurahan Medaeng
-Kelurahan Gempol Sari
-Kelurahan Kedung Turi
-Kelurahan Kali Tengah
-Kelurahan Kludan
-Kelurahan Ngaban
-Kelurahan Kaidawir (Kampung Gas)
-Kelurahan Kedungbanteng
-Desa Putat
Alokasi Gas: PT Indogas Kriya Dwiguna dan PT Pertamina (Persero) eks PJU

Profil Semburan Lumpur Lapindo

29 Mei 2006, semburan pertama
Awal kejadian: 5.000 meter kubik lumpur per hari
2007: 100.000-180.000 meter kubik lumpur per hari
2012: 10.000 meter kubik lumpur per hari

Peta Area Terkena Dampak
Luas: 641 hektare
Jumlah desa: 12 desa
Jumlah keluarga/warga: 14.000 keluarga dan 40.000 jiwa

Naskah: Ayu Prima Sandi sumber: SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Wawancara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus