Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengkritik desain kebijakan pembiayan UMKM di Indonesia yang hanya menandang mereka sebagai bumper ekonomi. UMKM menjadi ekonomi subsisten yang hanya bertujun memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya kritik. Saya autokritik pemerintah. Bekas dari LSM masuk ke pemerintah, ya saya enggak bisa berubah. Saya kritik juga, saya sering berdebat,” ucap mantan peneliti Institut Studi dan Informasi Hak Asasi Manusia itu saat memberi sambutan dalam Indonesia Entrepreneurs Challenge (IEC) 2024 di Hotel Westin-Jakarta, Jumat malam, 18 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu menjelaskan, pembiayaan usaha mikro di Indonesia hanya bertujuan agar para pelaku usaha dapat bertahan. Kucuran itu hanya menjadi modal kerja para pelaku usaha yang bersifat jangka pendek.
Namun, pembiayaan itu tak memungkinkan mereka memiliki tabungan untuk membeli alat produksi untuk memperbesar skala usaha. “Puluhan tahun begini saja struktur ekonomi kita,” kata Teten.
Sepanjang periode 2015 hingga September 2024, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah teralisasi Rp 1,793 triliun dan menjangkau 48 juta debitur. Namun, Teten mengatakan masih ada 30 juta UMKM yang belum terhubung dengan kredit perbankan.
Untuk UMKM, Teten menyebut kredit perbankan hanya menyentuh angka 20 persen. Dengan angka itu, UMKM telah mampu membuka lapangan kerja hingga 97 persen dan menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 60 persen. Sedangkan, kredit perbankan untuk koperasi mencapai 80 persen.
Karena itu, Teten mengusulkan skema innovative credit scoring (ICS) dalam mengadakan pembiayaan UMKM. Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ICS menekankan penggunaan teknologi big data dan machine learning untuk menganalisis kemampuan membayar calon debitur.
"Karena bank selama ini hanya melihat rekam jejak dan histori kredit. Bagaimana kalau 30,7 juta UMKM belum terhubung ke bank? Mau dilihat rekam jejaknya, mau dilihat histori kreditnya, enggak ada," ujar lulusan IKIP Bandung itu.