YOGYAKARTA 28/3. Untuk pertama kalinya alun-alun utara
Yogyakarta digunakan kampanye oleh Partai Persatuan Pembangunan
hari Minggu lalu, dihadiri puluhan ribu massa yang datang dari
kabupaten-kabupaten/kodya didahului pawai kendaraan bermotor
yang memenuhi jalan-jalan utama kota Yogyakarta . . .
Berita itu bukan terdapat di harian Pelita, organ Partai
Persatuan Pembangunan. Melainkan di buletin Antara. Dan dengan
demikian terbukti, bahwa Antara menyambut saran Pj. Gubernur DKI
Jakarta Ali Sadikin agar tidak hanya memberitakan kampanye
Colkar saja.
Di bawah Ismail Saleh SH, yang dikenal tidak asing dengan
perbedaan pendapat, sikap demikian memang bisa diharapkan. Dan
agaknya ini adalah sebagian dari proses perubahan yang sedang
berlangsung di Antara, sejak Ismail Saleh memimpin kantor berita
ini 21 Juli 1976. Ismail Saleh sendiri mengatakan waktu itu,
sebagaimana dicatat D.S. Karma dari TEMPO: "Pelantikan saya ini
tidak ada hubungannya dengan pemilu". Ia nampaknya ingin
membantah kesan, bahwa pengangkatannya di Antara adalah untuk
mengamankan kampanye Gollcar dalam pemilu 1977 ini.
Ismail Saleh, Brigadir Jenderal TNI-AD, kelahiran Pati (Jawa
Tengah) 51 tahun yang lalu, memang bukan tipe juru kampanye. Ia
administrator yang terkenal karena termasuk dalam tim yang
membereskan cara manajemen Pertamina (bersama Piet Haryono dan
Hasnan Habib). Terakhir pejabat yang sehari-harinya Wakil
Sekretaris Kabinet ini iuga termasuk tim pengusutan perkara
kapal tanki Pertamina, bersama Mayjen Benny Murdhani dan Jaksa
Agung Ali Said.
Copot Satu
Maka tak lama ia memimpin Antara, perubahan segera terjadi.
Peralatan kantor segera diperbaiki. "Saya melihat ada anggota
redaksi yang duduk di atas kursi yang kakinya sudah copot satu",
katanya - setengah prihatin setengah kagum akan ketahanan para
wartawan kantor berita yang hampir berumur 40 tahun itu. Bersama
hilangnya kursi rusak, wajah buletin Antara menjadi bagus betul,
dengan mesin tik IBM.
Tak berarti banyak masalah Antara jadi beres setelah itu. Selama
12 tahun terakhir, dalam kata-kata seorang wartawannya, kantor
berita ini hidup "seperti ayam kampung". Artinya, harus cari
makan sendiri, tetapi kalau bertelor harus di kandang.
Artinya, kantor berita ini dikuasai pemerintah, tapi tidak
diberi subsidi. Departemen Penerangan memang telah membantu
sejumlah uang yang oleh pihak Antara dianggap sebagai pembayaran
atas pemakaian berita RRI dan TVRI.
Masalahnya tentu sejauh mana Antara dapat menerima subsidi besar
dari pemerintah (misalnya 85% dari anggaran per tahun, seperti
kantor berita Bernama di Malaysia). Secara resmi sebenarnya ia
bukan alat pemerintah. Kantor berita ini di akhir 1937 didirikan
oleh orang-orang swasta - Sipahutar, Pandu Kartawiguna, Mr.
Sumanang, Adam Malik Batubara (kini Menteri Luar Negeri) dan
Sanusi Pane. Tapi di zaman Sukarno, dengan demokrasi
terpimpinnya, sejak 1962 pimpinan tertinggi Antara adalah
presiden. Pimpinan sehari-hari diangkat oleh Presiden.
Penunjukan Ismail Saleh oleh Presiden Soeharto merupakan
kelanjutan dari ketentuan tahun 1962 itu.
Sampai kini memang belum dirumuskan kembali bagaimana hubungan
antara pemerintah dengan Antara. Tentunya karena sistim politik
yang berbeda, akan lain posisinya dari kantor berita resmi
negeri komunis macam Tass. Di sini, dengan pengertian bahwa
bantuan pemerintah adalah bantuan dari semua pihak - katakanlah
pembayar pajak - maka bisa diartikan Antara memang milik
semua.
Dari segi bisnis, sikap itu juga bisa dianggap menguntungkan.
Umumnya kini yang menggunakan Antara adalah koran daerah yang
kecil-kecil. Menurut sebuah surnber di kantor berita itu,
ketergantungan koran Jakarta terhadap Antara di bawah 5. Harian
ompas yang terbesar oplahnya di Indonesia (di atas 200.000)
paling sedikit menggantungkan diri pada sumber Antara. Kalau
kantor berita ini kemudian tampil sebagai pemberi berita yang
benar-benar berwibawa, seperti pernah diharapkan Menteri
Penerangan Mashuri, peranan Antara dapat lebih penting. Dan
penghasilan lebih banyak.
Dengan demikian gaji para karyawannya yang selama ini "belum
menggembirakan" (menurut pengakuan orang dalam sendiri gaji
tertinggi adalah Rp 120.000), bisa diperbaiki. Tak kurang
penting ialah tertutupnya biaya penerbitan - yang kini makin
mahal dengan penggunaan mesin IBM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini