Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tiga l Dan Kesehatan Bank

Banyak bank ternyata melanggar ketentuan legal lending limit. Dan BI dianggap perlu lebih luwes. Tapi bagaimana kasus bank summa?

19 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRISIS Bank Summa telah menggiring para pengamat perbankan ke satu soal lama, yakni legal lending limit -- sering disebut Tiga L. Dalam bahasa Indonesia, Tiga L bisa diartikan sebagai batas keabsahan sebuah kredit yang disalurkan sebuah bank untuk satu individu atau grup nasabah. Paket 28 Februari 1991 menentukan, sebuah bank tidak dibenarkan memberikan pinjaman kepada satu kelompok lebih dari 50% dari modalnya. Kasus Bank Summa, yang ambruk dan diberitakan telah menyalurkan kredit ke Summa Group lebih dari 50% modal, telah menyebabkan banyak orang mencurigai pula bahwa sebenarnya bank-bank lain, terutama swasta, melakukan pelanggaran sejenis. Sumber TEMPO di BI mengakui kemungkinan itu. Yang kemudian menjerumuskan Bank Summa sebenarnya bukan pelanggaran itu saja. Tapi juga tindakan pihak debitur yang menggunakan kredit tersebut untuk membeli properti yang kemudian menjadi non performing asset atau tidak menghasilkan keuntungan. "Kalau ternyata pasar properti menjadi bagus, barangkali Bank Summa tidak menghadapi persoalan seperti sekarang ini," kata sumber yang sama. Ketentuan legal lending limit sebenarnya tercakup dalam Pakto 1988, tapi melalui Paket Februari 1991, kontrol pelaksanaan Tiga L itu diperketat. Kendati demikian, "Menurut saya, sekarang ini banyak bank yang telah melanggarnya," kata Priasmoro Prawiroardjo, pengamat perbankan. Ada kemungkinan sebagian bank itu bukan dengan sengaja melanggar. Maksudnya? Kredit yang diberikannya kepada satu kelompok usaha atau salah satu perusahaan di bawah grup pemilik bank bersangkutan, telah telanjur disalurkan sebelum ketentuan itu keluar. Atau, ada yang mencoba berkelit dari aturan main itu dengan melakukan kredit silang. Misalnya, sebuah perusahaan dari Salim Group, yang berdasarkan ketentuan itu tidak bisa meminjam dana kelewat banyak ke BCA, lantas mengandalkan Bank Danamon. Tapi Danamon memperoleh dana untuk dipinjamkannya itu dari BCA juga. Menurut Direktur BI Dahlan Sutalaksana, yang begitu itu boleh. "Tidak ada larangan. Toh nanti yang terkena risikonya bank peminjam," katanya. Sedangkan bagi bank yang melakukan pelanggaran, kendati kreditnya tidak macet alias tetap menguntungkan, di mata BI akan tetap ada cacatnya. Karena ketentuan Tiga L itu dimasukkan ke dalam penilaian kesehatan suatu bank. "Bank yang melanggar akan dikurangi skor kesehatannya. Setidaknya ini akan menjadikan bank berpikir untuk tidak menyalahi aturan main," kata Dahlan Sutalaksana. Godaan untuk melanggar bukannya tidak besar. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Direktur BCA Abdullah Ali, sekarang ini, ketika kita sedang membangun, kita membutuhkan pertumbuhan cepat, banyak proyek yang menunggu pembiayaan. Dalam suasana begini, kalau ada bank yang tahu betul manajemen dan tingkat efisiensi sebuah perusahaan pemilik proyek, maka kesempatan untuk memberikan kredit tidak akan dilepaskannya begitu saja. Sebab, "Apa, ya, pembangunan harus dikorbankan? Apa proyek yang amat produktif harus distop?" kata Abdullah Ali. Tentu tidak. Lagi pula untuk suatu proyek yang perlu dana besar dan mustahil ditanggung oleh satu bank tanpa melanggar Tiga L, masih ada jalan keluarnya. Yakni melalui pembentukan sindikasi atau pembiayaan secara bersama oleh beberapa bank yang telah sepakat untuk itu. Atau dengan jalan kredit silang seperti disebutkan di atas. Kedua jalan keluar itu ternyata tidak begitu disukai Abdullah Ali. Katanya, "Tidak gampang membentuk konsorsium bank yang bersedia membiayai satu proyek yang sama. Dan kalau mengandalkan dana bank lain belum tentu juga cocok, tidak seirama. Serba susah. Bagi bank bersangkutan sendiri, ya, rugi. Masak dapat nasabah kakap, yang kekuatannya sudah pasti dan turn over proyeknya jelas, malah dikasihkan ke bank lain." Maka Abdullah Ali mengusulkan agar pelaksanaan ketentuan Tiga L itu lebih luwes, dilihat kasus demi kasus. "Aturan Tiga L ini memang perlu, demi keamanan perbankan. Tapi juga berat. Karena di satu sisi kita perlu pertumbuhan ekonomi yang cepat. Barangkali kalau kita sudah lebih maju, ketentuan Tiga L bisa lebih diperketat," katanya kepada TEMPO. Memang ia selama ini merasakan bahwa BI sebenarnya sudah bersikap luwes. BCA sendiri, dengan sikap seperti itu, sampai saat ini sanggup mempertahankan LDR (loan to deposit ratio atau perbandingan kredit yang disalurkannya dengan dana yang diperolehnya) sekitar 80% -- atau aman, karena tidak melampaui garis yang ditentukan BI (maksimum LDR suatu bank 100%). Kreditnya kebanyakan diberikan ke sektor perdagangan dan industri, terutama yang berorientasi ekspor. BCA kebetulan berhasil menjaga dana-dana yang disalurkannya (termasuk jumlah besar yang terkonsentrasi pada satu proyek saja) bisa lancar pengembaliannya. Persoalannya, bagi perbankan secara umum, adalah kalau dana yang terkonsentrasi ke satu proyek saja semacam itu terganjal -- katakanlah karena proyeknya gagal. Kamardy Arif, bekas direktur utama BRI yang kini menjadi komisaris utama BII, memilih menyalurkan kredit ke pelbagai proyek, supaya lebih aman. "Ibarat setumpuk telur, kalau disimpan dalam satu keranjang dan keranjang itu jatuh, maka pecah semua. Sebaliknya kalau dipisah-pisah, risikonya lebih kecil," katanya. Bagi Kamardy, bagaimanapun, Tiga L penting. Selain untuk meletakkan telur di banyak keranjang, juga untuk menghindari penilaian subjektif. Pemberian kredit untuk grup sendiri memang memberikan rasa aman -- bisa juga aman bagi jabatan pengelola bank, yang takut dipecat oleh peminta kredit alias pemilik bank bersangkutan. "Yang mengatakan lebih aman itu perasaan, bukan pertimbangan objektif," Kamardy menegaskan. Kasus Bank Summa adalah contoh kasus paling pas untuk semua itu. MC, Iwan Himawan, dan Dwi Irawanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus