Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didin S. Damanhuri mengkritisi rencana pemerintah untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis kelas dunia. Dia memandang bahwa arah pembangunan negara harus relevan dengan kondisi sosial, budaya dan politik bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Didin, rencana pengembangan kota Jakarta di masa depan mesti dibahas bersama oleh seluruh elemen bangsa. Jangan sampai, rencana menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis hanya bertujuan untuk menguntungkan sekelompok raksasa pebisnis saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jangan hanya mimpi segelintir elit kekuasaan saja. Apa harus seperti New York sebagai pusat bisnis dunia, di mana ada sekelompok kecil oligarki bisnis yang mengendalikannya?" kata Didin kepada Tempo pada Kamis, 14 Maret 2024.
Didin menjelaskan, pembangunan Jakarta ke depan mesti diarahkan lebih humanis. Misalnya sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan, di samping menggenjot bisnis seperti di Paris atau London.
Dengan pembangunan yang lebih humanis, kata Didin, bakal secara tidak langsung meminimalisir kendali oligarki. "Tidak ada kendali kelompok kecil oligarki yang mengendalikan keseluruhan, baik ekonomi maupun politik."
Berkaca dari sejarah, kata Didin, Indonesia sangat kaya akan warisan kultural, agama dan kebijakan-kebijakan sosial. Maka dari itu, kurang tepat jika Jakarta hanya akan difokuskan sebagai pusat bisnis, tanpa memikirkan aspek humanisme.
Apalagi, jika hanya akan dikendalikan sekelompok pebisnis yang terafiliasi dengan oligarki politik. "Tidak elok kalau Jakarta hanya dibayangkan sebagai pusat bisnis dunia ala New York, di mana ada kendali kelompok kecil pebisnis yang kawin-mawin dengan oligarki politik," tuturnya.
Didin mencontohkan, Jakarta bisa didorong seperti kota yang tak terlalu jauh dari Indonesia, seperti Kuala Lumpur dan Tokyo. Kedua kota tersebut memiliki universitas terbaik dan pusat-pusat riset. Selain itu, Jakarta juga bisa mengembangkan potensi sebagai pusat-pusat budaya dan intelektual yang berkontribusi terhadap masalah-masalah global.
"Termasuk soal krisis iklim, kemiskinan dan lain-lain soal kemanusiaan. Bukan hanya pusat bisnis. (Seperti) Itu juga seharusnya Jakarta di masa depan."
Namun jika memang ingin mendorong Indonesia sebagai kota bisnis, kata dia, pemerintah mesti mengedepankan potensi bisnis lokal dengan serius.
"Jadikan sebagai etalase pusat bisnis IKN Nusantara, yakni unggulan-unggulan bisnis lokal yang dipromosikan ke tingkat regional seperti ASEAN, Asia dan dunia. Jangan jadi sekadar pasar produk-produk dunia di Indonesia," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut bahwa pembangunan Jakarta akan diarahkan menjadi kota bisnis, usai tak berstatus ibu kota negara nantinya. Lebih detail, dia menyatakan, pemerintah berharap Jakarta dapat menjadi pusat perekonomian layaknya New York di Amerika Serikat atau Sydney dan Melbourne di Australia.
“Kami ingin juga agar kota Jakarta menjadi salah satu pusat utama di bidang perekonomian, jasa, perbankan, dan lain-lain. Intinya adalah kira-kira sama dengan New York-nya Amerika, atau Sydney Melbourne-nya Australia,” kata Tito dalam rapat kerja di DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu, 13 Maret 2024.
ANNISA FEBIOLA | DEFARA DHANYA PARAMITHA