Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga di seluruh lini kehidupan. Pembatasan aktivitas di luar ruangan memaksa masyarakat akrab dengan aktivitas yang berbasis virtual, seperti mengikuti rapat, menonton konser, berbelanja, hingga membaca koran. Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia, Wenseslaus Manggut, berujar media cetak tidak bisa meninggalkan momentum transformasi tersebut.
"Meskipun pendapatan sempat anjlok, secara umum, media bukanlah industri yang bisa berhibernasi. Media justru kian dibutuhkan karena masyarakat ingin tahu tentang pandemi," ujar Wenseslaus kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi media cetak, Wens mengimbuhkan, pandemi memberikan tantangan baru karena orang-orang mulai mengurangi kontak fisik, baik itu membeli koran dari lapak maupun pengiriman lewat loper. Di sisi lain, terdapat kenaikan trafik media massa daring, terutama bagi portal berita di daerah. Menurut Wens, pandemi memberikan pelajaran bagi industri media dalam menciptakan kedekatan dengan pembaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada dasarnya, Wens menyebutkan, media digital hanyalah platform, sedangkan kualitas jurnalisme harus tetap sama. Digitalisasi media, kata dia, memberikan dampak efisiensi dari sisi pelaku industri media maupun konsumen. Pelaku industri bisa menghemat beban produksi 30-50 persen, sedangkan konsumen bisa membaca koran dengan biaya yang lebih murah.
"Namun yang kemudian menjadi tantangan adalah penggunaan teknologi yang lebih baik untuk mencegah pembajakan. Kami sedang mengkampanyekan hak cipta bagi media," tutur Wens.
Koran Tempo termasuk media cetak yang akan melakukan transformasi ke platform digital. Mulai hari ini, koran yang terbit sejak 2 April 2001 itu menghentikan versi cetak dan sepenuhnya beredar dalam versi digital. Menurut Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk, Toriq Hadad, perpindahan ini dilakukan untuk mengikuti perubahan perilaku pembaca yang lebih banyak mengakses e-paper Koran Tempo.
"Jumlah pembaca yang membayar berita Koran Tempo digital sudah dua kali lebih banyak dari koran cetak. Fakta ini yang membuat masa depan kita ada di dunia digital," tutur Toriq.
Ia mengimbuhkan, transformasi dari cetak ke digital sudah disiapkan sejak 2010. Kala itu, ujar Toriq, pembahasan soal migrasi ke media digital dilakukan setelah melihat fenomena penurunan pembaca koran cetak. Lima tahun kemudian, Koran Tempo telah memiliki peta jalan untuk transformasi digital.
"Kedatangan pandemi membuat kami melakukan transformasi yang lebih cepat dari roadmap. Walau begitu, kami memastikan tim Koran Tempo tidak akan mengurangi mutu, hanya pindah platform."
Direktur Pemasaran Bisnis Indonesia, Hery Trianto, menyatakan konvergensi media massa ke platform digital sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Menurut dia, pandemi semakin memukul pendapatan media dari sirkulasi. Gara-gara hal itu, jumlah media yang beralih dari cetak ke digital meningkat. Ke depannya, kata Hery, industri media tak punya pilihan lain lantaran konsumen konvensional yang terus menua akan tergantikan oleh generasi digital.
"Pertumbuhan pembaca daring cukup tinggi. Namun peningkatan itu belum sejalan dengan pendapatannya,” tuturnya.
Peneliti media dari Universitas Gadjah Mada, Wisnu Prasetya Utomo, meminta media yang beralih ke platform digital menjaga kualitas karya jurnalistiknya. Ia menilai, saat ini banyak media daring yang mengorbankan kualitas jurnalistiknya demi mendapatkan klik dan pembaca. "Jebakan untuk mendapatkan klik ini mesti dihindari karena pelan-pelan akan membuat orang tidak mempercayai media," ujar Wisnu.
Ia menyatakan media sesungguhnya bisa menghadirkan jurnalisme yang berkualitas sembari mendapatkan keuntungan. Keyakinan ini didasari oleh tren di banyak negara yang menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat akan berita berkualitas dan mudah diakses. Ia mencontohkan The Guardian yang mendapatkan banyak donasi dari pembacanya. “Hal ini menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap media.”
LARISSA HUDA | YOHANES PASKALIS
Inspirasi dari The Times
Keberhasilan The New York Times mengembangkan media digital telah menjadi legenda dalam waktu singkat. Transformasi The Times ke ranah digital bermula pada 2011 ketika media tersebut mengenakan biaya atas konten digitalnya. Keputusan berani itu membuahkan hasil. Pada kuartal II 2020, The Times melaporkan pendapatan sebesar US$ 185,5 juta dari biaya berlangganan dan iklan digital. Jumlah pendapatan digital itu untuk pertama kalinya melampaui pendapatan cetak yang sebesar US$ 174,5 juta.
Kenaikan pendapatan digital disokong oleh pertumbuhan jumlah pelanggan baru digital. Sepanjang kuartal II, The Times berhasil memperoleh 669 ribu pelanggan baru. Saat ini, total pelanggan The Times mencapai 6,5 juta dan sebanyak 5,7 juta di antaranya merupakan pelanggan digital murni. Perusahaan itu menargetkan dapat meningkatkan jumlah pelanggan menjadi 10 juta pada 2025.
“Pergeseran pendapatan dari cetak ke digital merupakan tonggak sejarah transformasi The New York Times,” kata CEO The Times Mark Thompson.
Peralihan ke platform digital juga dilakukan sejumlah perusahaan surat kabar ternama dunia.
The Wall Street Journal tidak lagi menerbitkan edisi cetak untuk kawasan Asia dan Eropa sejak tiga tahun terakhir karena penurunan pendapatan. Edisi cetak Eropa surat kabar asal Amerika Serikat yang terbit sejak 1983 itu berakhir pada 29 September 2017. Adapun edisi cetak Asia yang muncul sejak 1976 berakhir pada 8 Oktober 2017.
Perubahan tren juga membuat Express Post yang berada di bawah manajemen Washington Post berhenti terbit. Express, biasa disebut The Post, gulung tikar pada September tahun lalu karena volume penjualan yang terus anjlok serta surutnya iklan. Sirkulasinya terus menurun dari 190 ribu eksemplar sepanjang 2007 menjadi hanya 130 ribu eksemplar menjelang akhir cetak.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology Institute, Heru Sutadi, mengatakan peralihan generasi terus menggerus pasar pembaca media cetak. Meski ada pangsa yang loyal, kata dia, jumlahnya tak banyak dan didominasi oleh pembaca berusia lanjut. “Yang muda pasti mencari bacaan digital karena ada fitur modern, seperti tautan video.”
ROSSENO AJI | YOHANES PASKALIS | EFRI R. | NYTIMES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo