Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah eks pilot senior Merpati Air dan Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot Merpati menyerahkan karangan bunga dan model pesawat CN235 ke kantor Kementerian BUMN siang ini, Rabu, 18 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyerahan karangan bunga dan model pesawat CN 235 itu sebagai bentuk kekecewaan belum dibayarkannya hak pesangon dan gaji ribuan eks karyawan menjelang rencana pembubaran maskapai.
Ketua Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot Merpati, David Sitorus, mengatakan karyawan pilot dan nonpilot tetap menuntut hak mereka yang belum dibayarkan. Total ada 1.233 karyawan eks Merpati yang belum menerima penuh gaji dan pesangon mereka dengan total Rp 318.174.303.579.
“Ketika bapak-bapak ini pensiun seharusnya mereka menerima pesangon, tetapi pesangon baru dibayar 20 persen, sisanya akan dibayarkan nanti sehingga dibuat Surat Pengakuan Utang (SPU),” kata David, Rabu, 18 Mei 2022.
SPU ini, kata dia, seharusnya dijadikan dasar untuk akta pembayaran pesangon para eks karyawan. David menilai PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), BUMN yang bertanggungjawab merevitalisasi dan melakukan restrukturisasi Merpati air, telah gagal memenuhi tugasnya.
“PPA kan tugasnya untuk revitalisasi, termasuk pembayaran pesangon, kok mereka gugat pailit. Kalo dia gugat pailit berarti kan dia gagal dong,” kata David.
David mengatakan para eks karyawan tidak mempermasalahkan dari mana dana pembayaran pesangon dan gaji, asalkan para eks Merpati ini bisa mendapat hak mereka kembali yang belum tuntas. Menurut dia, pemerintah bisa saja mengucurkan dana talangan untuk pembayaran pesangon dan gaji karena banyak aset Merpati yang diagunkan di PPA atau Bank Mandiri.
Sementara itu, eks pilot senior Merpati mengungkap masih terus menuntut hak hari tuanya yang belum dibayarkan sejak 2013. Dengan mengenakan seragam pilotnya di depan kantor Kementerian BUMN, eks pilot berusia 65 tahun ini meminta perhatian pemerintah agar tidak membiarkan nasib eks karyawan maskapai yang sudah berjasa membuka rute penerbangan perintis tanah air.
“Yang paling sedih lagi buat saya adalah Merpati cukup berjasa untuk pembangunan negeri karena tugas kami adalah perintis, menghubungkan daerah2 perintis, sebelum maskapai lain membuka rute. Dari kecil mungkin generasi sekarang sudah tahu merpati dengan segala keterbatasannya, baik landasannya, navigasinya, pesawatnya, tetapi bisa sampai ke wilayah pulau-pulau, tapi itulah tugas kami,” kata eks pilot senior Merpati Itu.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebelumnya berencana untuk membubarkan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau Merpati Air. Maskapai pelat merah itu adalah satu dari empat BUMN lain yang bakal dibubarkan.
Tiga perusahaan milik negara lainnya adalah PT Istaka Karya (Persero), PT Kertas Leces (Persero), dan PT Pembiayaan Armanda Niaga Nasional (Persero) atau PANN.
Perihal rencana pembubaran Merpati, sebelumnya Staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan saat ini perusahaan sedang menjalani proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
“Merpati dipastikan tidak akan terbang lagi. Kalau untuk (pembubaran) Merpati akan masuk ke sana, ke PKPU,” ujar Arya, Selasa, 17 Mei 2022.
Arya berharap proses pembubaran BUMN akan selesai tahun ini. Dengan demikian, Kementerian dapat berfokus untuk menyehatkan perusahaan-perusahaan pelat merah yang masih eksis sehingga kinerjanya terdorong dan mencetak laba.
Merpati Air telah berhenti beroperasi sejak Februari 2014. Dalam kondisi tutup operasi, perusahaan masih memiliki utang pembayaran gaji kepada karyawan dan pesangon yang belum dibayar.
Kementerian BUMN mengambil jalan untuk merestrukturisasi Merpati melalui melalui PT. Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan skema penyertaan modal pemerintah. PMN yang disetujui pada 2015 adalah senilai Rp 500 miliar.
Dana itu digunakan untuk penyelesaian masalah karyawan sebesar Rp 300 miliar. Sedangkan Rp 200 miliar lainnya untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), administrasi, dan pra-operasi untuk terbitkan AOC atau izin terbang kembali.
Tahun lalu, sejumlah mantan pilot Merpati Air yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menuntut hak pesangon yang belum dituntaskan oleh perusahaan pelat merah itu. Surat tersebut dikirim sejak 17 Juni 2021 dan telah memperoleh tanda terima.
Baca: Pastikan Ekspor Timah Disetop Akhir Tahun Ini, Bahlil: Bauksit Sebentar Lagi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini