Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Banting Harga, Pergi ke Desa

Penjualan listrik PLN jeblok gara-gara pandemi. Program diskon hingga perluasan pasar digeber.

1 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas PLN melakukan pencatatan meteran listrik secara langsung di kawasan Cipulir, Jakarta, 30 Juni lalu. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Diskon peringatan Kemerdekaan RI jadi bungkus PLN dalam mendongkrak penjualan listrik pelanggan rumah tangga.

  • Penjualan jeblok di dua kelompok pelanggan industri dan bisnis.

  • Upaya lain menggeber ceruk pasar baru.

ENTAH sudah berapa grup WhatsApp yang disinggahi poster advertensi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebelum akhirnya sampai di telepon seluler Martha Anggoro. Materi promosi itu berisi tawaran penambahan daya listrik buat pelanggan rumah tangga dengan harga miring.

Martha, pegawai negeri sipil di Kementerian Perhubungan, awalnya mendapat gambar iklan itu dari grup WhatsApp kantornya. Pria 29 tahun ini terpikat dan langsung mengajukan permintaan penambahan daya. “Mumpung sedang promosi,” kata Martha, Kamis, 30 Juli lalu.

Ketika petugas PLN kelar menambah daya listrik rumahnya, Martha pun meneruskan iklan tadi ke grup WhatsApp lain. Kali ini grup percakapan penghuni kompleks tempat tinggalnya di Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, yang menjadi tujuan.

Keluarga kecil Martha sebetulnya sudah cukup dengan pasokan daya listrik sebelumnya, 1.300 volt-ampere (VA). Dia juga belum punya rencana menambah perkakas elektronik. Namun harga diskon yang ditawarkan, Martha mengungkapkan, mendorongnya meminta penambahan daya kepada PLN menjadi 2.200 VA. “Buat jaga-jaga juga kalau nanti mau nambah alat listrik,” ujar bapak dua anak ini.

Martha hanya satu dari puluhan ribu pelanggan PLN yang kepincut oleh promosi tersebut. Bertajuk “Program Tambah Daya SuperWow”, promosi diskon penambahan daya dari PLN bergulir sejak 13 Juli lalu. Sampai Rabu, 29 Juli lalu, jumlah pelanggan PLN yang mendaftar sudah mencapai 96 ribu. “Ini akan berdampak pada penjualan listrik PLN di sektor rumah tangga,” tutur Agung Murdifi, Executive Vice President Corporate Communication and Corporate Social Responsibility PLN, Kamis, 30 Juli lalu.

Martha dan pelanggan listrik lain pantas terpikat. Dalam program promosi itu, PLN memotong habis biaya penambahan daya listrik rumah tangga, antara lain dari biasanya Rp 969.900 menjadi Rp 170.845 saja untuk layanan peralihan dari golongan 1.300 VA ke 2.200 VA. Tarif baru tersebut juga berlaku buat penambahan daya hingga 5.500 VA.

Promosi yang akan berakhir pada 30 September mendatang ini memang dibungkus sebagai bagian dari perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun sebenarnya program tersebut merupakan salah satu jurus PLN untuk menggenjot penjualan listrik yang sedang ambles selama pandemi Covid-19.

Dalam catatan PLN, kinerja penjualan listrik pelanggan industri paling jeblok, hingga Juni lalu minus 7,18 persen dibanding Juni 2019 (year on year). Sektor bisnis juga negatif 6,68 persen. Angka penjualan hanya tumbuh di kelompok rumah tangga, yakni sebesar 9,84 persen, yang ditengarai efek dari kebijakan bekerja dan belajar dari rumah selama pandemi. 

Anjloknya tingkat penjualan listrik itu membubarkan skenario apik pada dua bulan pertama 2020 yang membuat PLN sempat optimistis mengembangkan bisnisnya tahun ini. Pada Februari lalu, sebelum pandemi diumumkan menjangkiti Indonesia, tingkat penjualan listrik PLN secara bulanan (month to month) masih bisa tumbuh 7,95 persen. Namun angkanya berangsur-angsur melorot begitu wabah tiba.

Bermula pada Maret lalu, laju penjualan melambat, hanya tumbuh 2,36 persen. Setelahnya, angka penjualan justru minus 1,67 persen pada April dan negatif 10,31 persen pada Mei. Angka konsumsi setrum baru naik lagi pada Juni, 5,46 persen, setelah pemerintah mulai mengendurkan pembatasan aktivitas untuk menggerakkan perekonomian di tengah pandemi.

Secara keseluruhan, sepanjang semester I 2020, tingkat penjualan listrik PLN hanya tumbuh 1,47 persen dibanding Juni tahun lalu. Padahal, hingga Februari, pertumbuhan penjualan setrum year on year masih di angka 5,79 persen. “Pertumbuhan penjualan kami di tiga bulan pertama 2020 sebetulnya bagus,” ucap Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril saat dihubungi Tempo, Kamis, 30 Juli lalu. “Kami tidak menyangka ada pandemi setelah Maret 2020. Ketidakpastiannya jadi tinggi sekali.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

•••

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELANGGAN rumah tangga kini menjadi tumpuan agar pundi-pundi PLN tak makin kering. Selama ini, kendati mendominasi jumlah pelanggan, yakni mencapai 91,96 persen dari total 77,1 juta konsumen PLN, kontribusi kelompok rumah tangga terhadap pendapatan usaha PLN tergolong rendah, hanya 46,6 persen. Sedangkan pelanggan sektor bisnis dan industri yang jumlahnya hanya 4,9 persen dari total pelanggan PLN, masing-masing hanya 3,7 juta dan 114 ribu pelanggan, bisa menyumbangkan 45,7 persen penjualan.

Menurut Bob Saril, kinerja positif penjualan listrik kelompok rumah tangga belum mampu menutup bolong yang ditinggalkan kelompok bisnis dan industri selama pandemi. Makanya PLN jorjoran membuka keran diskon penambahan daya pelanggan rumah tangga, walaupun, Bob mengakui, dampaknya terhadap kenaikan konsumsi rumah tangga tidak bisa cepat terasa. “Istilahnya tambah daya ini kan mempersiapkan infrastrukturnya,” ujarnya.

Naiknya angka konsumsi rumah tangga itu, Bob menambahkan, baru terjadi bila ekonomi masyarakat bangkit. Tanda-tanda kebangkitan itu, misalnya, pelanggan rumah tangga seperti keluarga kecil Martha Anggoro tadi sudah menambah perkakas elektronik sehingga menyedot listrik lebih banyak. “Jadi sekarang belum kelihatan betul,” ucap Bob.

Kondisi ini mengkhawatirkan. PLN terjepit lantaran kelebihan pasokan listrik, yang menjadi masalah menahun bagi perseroan, bisa makin lebar. Pada 2018, misalnya, produksi tenaga listrik mencapai 267 terawatt-hour (tWh), tapi PLN hanya mampu menjual 234 tWh. “Kami perkirakan penjualan 2020 maksimum 228 tWh. Ini uncertain sekali karena pandemi,” kata Bob.

Masalahnya, sebagian dari pasokan setrum itu juga hasil pembelian PLN dari pengembang pembangkit listrik swasta alias independent power producer (IPP). Kontrak pembeliannya menggunakan skema take or pay alias PLN tetap harus membayar listrik yang diproduksi IPP kendati tidak diserap pelanggan.

Sadar akan dampak jangka panjang itu, PLN juga mencoba jurus lain agar perusahaan mampu menjual pasokan setrum berlebih. Makanya, selain menjalankan program intensifikasi, yaitu penambahan daya, Bob kini gencar membuka ceruk pasar baru. Konsumen-konsumen anyar yang sebelumnya tidak terpikirkan mulai dijajaki, seperti lewat program pemasokan listrik untuk pertanian alias electrifying agriculture. Salah satu bentuknya dengan mengalihkan bahan bakar pompa irigasi dari diesel ke listrik. “Diesel kan mahal,” Bob menjelaskan. Program ini sebenarnya kelanjutan peralihan diesel ke listrik yang lebih dulu digeber di bisnis penggilingan padi.

Sepanjang tahun lalu, program peralihan diesel ke listrik di sektor pertanian telah menjangkau 6.584 pelanggan, setara dengan 19,1 gigawatt-hour (gWh). Adapun pada 2020, sampai Mei lalu, program sudah menjangkau 1.096 pelanggan, setara dengan 2,9 gWh. 

Migrasi penggunaan diesel ke listrik itu menyasar masyarakat sampai ke pelosok desa, seperti di sentra pertanian buah naga dan bawang merah, tambak, hingga perajin batu alam. “Semua dilistriki,” ujar Bob.

KHAIRUL ANAM, RETNO SULISTYOWTI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus