Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Main Hibah Dana Gajah

Program Organisasi Penggerak memanaskan hubungan Nadiem Makarim dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Dinilai janggal sejak awal seleksi.

1 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mendikbud Nadiem Makarim dalam acara puncak Perayaan HUT ke-74 PGRI di Stadion Wibawa Mukti, Bekasi, Jawa Barat, November 2019. TEMPO/Lourentius EP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nadiem Makarim melobi Wakil Presiden untuk mendinginkan hubungannya dengan NU dan Muhammadiyah.

  • Sejumlah organisasi menilai proses pemilihan pemenang Program Organisasi Penggerak tak transparan.

  • Menteri Nadiem Makarim memutuskan mengevaluasi Program Organisasi Penggerak.

BERTANDANG ke rumah dinas Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa siang, 28 Juli lalu, Nadiem Anwar Makarim terkoteng-koteng menghadap sahibulbait. Dalam pertemuan selama satu jam itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut menjelaskan soal kisruh Program Organisasi Penggerak.

Anggota staf khusus Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, yang hadir dalam pertemuan itu, bercerita bahwa Nadiem juga berkeluh-kesah tentang buruknya hubungan dia dengan dua organisasi Islam, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Nadiem, kata Masduki, merasa hubungan buruk itu makin terlihat dalam kisruh Program Organisasi Penggerak. Sepekan sebelumnya, dua organisasi itu mundur dari program tersebut. “Nadiem meminta Wakil Presiden menjadi jembatan komunikasi,” ujar Masduki kepada Tempo, Kamis, 30 Juli lalu.

Menurut Masduki, Ma’ruf menyarankan Nadiem meminta maaf secara terbuka. Wakil Presiden juga mendorong Nadiem menemui pengurus NU dan Muhammadiyah. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia nonaktif itu pun berjanji mendinginkan hubungan Nadiem dengan dua organisasi kemasyarakatan tersebut.

Kisruh Program Organisasi Penggerak mencuat setelah Muhammadiyah dan NU mundur sebagai mitra, yang diikuti Persatuan Guru Republik Indonesia. Pengurus organisasi tersebut menilai seleksi terhadap organisasi yang menerima dana hibah dari Kementerian Pendidikan itu tak transparan. Seorang pejabat di Kementerian Pendidikan menuturkan, Nadiem waswas setelah tiga organisasi itu mundur. Nadiem merasa posisinya sebagai menteri tak aman jika berseberangan dengan dua organisasi kemasyarakatan tersebut. Karena itulah Nadiem mencari cara mendinginkan suasana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kiri) berkunjung 29 Juli 2020. muhammadiyah.or.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sehari setelah pertemuan di rumah Ma’ruf, Nadiem merilis video dan siaran pers permintaan maaf yang ditujukan kepada PGRI, Muhammadiyah, dan NU. Nadiem mengatakan organisasi-organisasi tersebut memiliki peran besar dalam dunia pendidikan, bahkan jauh sebelum republik ini berdiri. “Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul,” ujarnya.

Adapun Wakil Presiden meminta Masduki berkomunikasi dengan NU dan Muhammadiyah. Masduki kemudian menghubungi Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti untuk menyampaikan rencana kunjungan Nadiem. Menurut Masduki, Abdul Mu’ti mengatakan Nadiem sudah menghubunginya. Keduanya bertemu di kantor Muhammadiyah di Menteng, Jakarta Pusat, pada hari yang sama dengan beredarnya video permintaan maaf Nadiem.

Menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada Muhammadiyah, Nadiem kembali meminta maaf soal kisruh Program Organisasi Penggerak. Pendiri Gojek ini juga mengatakan bakal mengevaluasi program tersebut. Abdul Mu’ti menyambut baik permintaan maaf tersebut. Hanya, soal keterlibatan kembali dalam Organisasi Penggerak, Abdul Mu’ti menjelaskan, “Muhammadiyah belum menentukan sikap.”

Masduki juga menghubungkan Nadiem dengan Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Arifin Junaidi. Arifin dan Nadiem berjumpa setelah pertemuan di Muhammadiyah. Meskipun menerima permintaan maaf Nadiem, Arifin menyebutkan lembaganya tak serta-merta bakal bergabung lagi di Program Organisasi penggerak. Mereka akan mengevaluasi kembali program tersebut. Termasuk, kata Arifin, “Apakah cukup waktu yang tersisa untuk menjalankan program tersebut sampai akhir tahun.”

Menurut Masduki, komunikasi awal Nadiem dengan NU dan Muhammadiyah tak serta-merta mendinginkan hubungan yang telanjur memanas. “Soal kesepahaman, itu belakangan. Yang penting, komunikasinya ada dulu,” ucap Masduki.

Sehari setelah rangkaian pertemuan dengan NU dan Muhammadiyah, Nadiem berkunjung ke sejumlah sekolah di Bogor, Jawa Barat. Tengah hari, dia mendatangi Sekolah Menengah Kejuruan Ma'arif di Ciomas dan memantau pembelajaran jarak jauh. Nadiem juga berdiskusi dengan kepala sekolah dan para guru. Setelah itu, dia berkunjung ke Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah Bogor. Dua sekolah itu dikelola NU dan Muhammadiyah.

•••

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Program Organisasi Penggerak pada 10 Maret lalu. Program ini merupakan episode keempat dari paket Merdeka Belajar, konsep yang digaungkan Nadiem tak lama setelah dia dilantik sebagai menteri. Bertujuan meningkatkan kompetensi 50 ribu guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidikan, program ini digelar di 5.000 lembaga pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama.

Fase pertama program ini berlangsung pada 2020-2022. Kementerian Pendidikan menggandeng SMERU Research Institute untuk menyeleksi peserta yang mengajukan proposal.

Peserta terpilih akan mendapat bantuan pendanaan dalam tiga kelas. Salah satunya kelas Gajah, dengan nilai bantuan paling besar Rp 20 miliar, yang menyasar lebih dari 100 satuan pendidikan. Ada juga kategori Macan, yakni bantuan maksimal Rp 5 miliar dan mencakup 21-100 satuan pendidikan. Kategori terakhir adalah Kijang, untuk organisasi dengan target di bawah 21 satuan pendidikan, yang akan diberi bantuan paling banyak Rp 1 miliar. Kementerian akan memantau serta mengevaluasi dampak dan integrasi program tersebut secara berkala.

Lembaga Rancak Publik dari Sumatera Barat menjadi salah satu peserta yang mengajukan proposal. Direktur lembaga ini, Fachrur Razi, memperoleh informasi tentang program itu pada awal April lalu. Tenggat pengajuan proposal tahap pertama adalah 16 April. Setelah pengajuan syarat administratif, tim seleksi menggelar forum online untuk mendiskusikan pertanyaan calon peserta. Topik dalam diskusi itu antara lain akta notaris dan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pendirian organisasi. “Kami berprasangka baik karena proses awal saja sudah seketat itu,” ujar Fachrur.

Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Arifin Junaidi mengaku mengikuti program ini setelah ditelepon seorang pejabat Kementerian Pendidikan. Arifin menyangka tawaran itu sebagai permintaan berpartisipasi. Dalam tahap administratif, kelembagaan Yayasan Ma’arif sempat dipersoalkan panitia seleksi. Alasannya, kata Arifin, mereka tidak bisa menggunakan nama badan hukum Nahdlatul Ulama. Pada hari terakhir pemasukan berkas, dia menemui Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Aqil Siroj. “Kiai Said meneken surat yang menjelaskan Yayasan Ma’arif sebagai lembaga pendidikan NU,” ujar Arifin.

Fachrur Razi mengatakan kejanggalan proses seleksi terlihat setelah pemasukan berkas proposal yang berisi detail pelatihan. Hingga awal Juni, tidak ada informasi apa pun tentang lembaga yang lolos. Mencoba mencari informasi di situs Organisasi Penggerak milik Kementerian Pendidikan, Fachrur mendapati portal tempat meng-input seluruh dokumen itu tak bisa diakses lagi. Awalnya dia mengira itu masalah jaringan. Namun, kata Fachrur, lembaga-lembaga lain yang dihubunginya mengalami masalah serupa.

Di tengah ketidakjelasan informasi itu, koleganya yang juga menjadi calon peserta memberitahukan bahwa mereka sudah mendapat jadwal kunjungan verifikasi. Fachrur pun merasa seleksi mulai berlangsung tertutup dan tak pernah benar-benar dibuka ke publik. Ia berinisiatif menanyakan informasi tentang peserta yang lolos kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan melalui pesan WhatsApp. “Jawaban beliau, ‘Nanti kami koordinasikan’,” ujar Fachrur.

Begitu pula Lembaga Pendidikan Ma’arif yang mendapat satu kelas Gajah. Arifin Junaidi tak mengetahui alasan proposal lain yang diajukan institusinya ditolak. Kementerian Pendidikan hanya mengirim surat berisi pemberitahuan bahwa proposal Lembaga Ma’arif tak memenuhi syarat. Jumlah bantuan maksimal Rp 20 miliar untuk satu kelas Gajah dinilai tak cukup untuk menjalankan program Lembaga Ma’arif. Arifin mengatakan lembaganya berencana melatih 3.200 kepala sekolah dalam empat gelombang. Dengan menggunakan standar pembiayaan Program Organisasi Penggerak, Arifin mengklaim pelatihan itu membutuhkan Rp 320 miliar.

Arifin sempat menghubungi Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril untuk menanyakan persoalan tersebut. Kepada Arifin, Iwan mengatakan hasil seleksi sudah diputuskan SMERU Research Institute sebagai tim independen yang menyeleksi peserta. Peneliti SMERU Institute, Daniel Suryadarma, enggan menjelaskan seleksi yang dilakukan lembaganya. “Silakan langsung ke Kemendikbud,” ujar Daniel.

Ahmad Rizali, Ketua Bidang Pendidikan Masyarakat Profesional NU Circle, menilai Kementerian Pendidikan seharusnya tak lepas tangan soal seleksi yang dilakukan SMERU Institute. Dia meyakini keputusan akhir tetap berada di tangan Kementerian Pendidikan. “Ketika SMERU merekomendasikan nama-nama, Kementerian Pendidikan kan bisa bertanya,” kata Rizali.

Kritik juga muncul mengenai sejumlah peserta yang mendapat dana hibah. “Saya melihat ada organisasi sekelas kancil malah mendapat dua Gajah,” ujar Arifin Junaidi dari Lembaga Ma’arif. Dua lembaga yang dipersoalkan adalah Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna. Awalnya, dua proposal Tanoto Foundation di kelas Gajah disetujui Kementerian Pendidikan. Lembaga itu berhak mendapat maksimal Rp 40 miliar. Sedangkan Putera Sampoerna mendapat satu kelas Gajah dan satu Macan dengan bantuan maksimal Rp 25 miliar.

Sorotan tertuju kepada Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril. Iwan, berdasarkan situs Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah Kementerian Pendidikan, pernah menjadi anggota Dewan Penasihat Teknis Tanoto Foundation dan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sampoerna. Iwan belum merespons permintaan wawancara Tempo. Namun, pada Senin, 20 Juli lalu, ia menyatakan Kementerian Pendidikan tak mengintervensi hasil verifikasi SMERU Institute.

Ketika kisruh ini mencuat, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengatakan Putera Sampoerna dan Tanoto Foundation menggunakan biaya sendiri dan tak mendapat duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. “Mereka menyambut baik saran tersebut,” tutur Nadiem pada Selasa, 28 Juli lalu. Direktur Komunikasi Tanoto Foundation Haviez Gautama juga mengklaim yayasannya mengikuti program ini dengan skema dana mandiri. “Sepenuhnya dibiayai dana sendiri dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar,” kata Haviez.

Adapun Yayasan Putera Sampoerna tetap menggunakan dana pemerintah. Head of Marketing and Communications Yayasan Putera Sampoerna Ria Sutrisno mengatakan lembaganya juga memiliki skema pendanaan di luar anggaran Kementerian Pendidikan, yaitu Rp 70 miliar untuk peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan serta Rp 90 miliar untuk peningkatan akses pendidikan.

Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah Kasiyarno menilai Kementerian Pendidikan tak transparan dalam menyaring proposal dan memverifikasi peserta. Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyarankan Program Organisasi Penggerak ditunda dan dievaluasi secara menyeluruh. Ia menilai dana program itu bisa dialihkan untuk membantu guru, tenaga pendidik, dan pelajar yang kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

Namun Kementerian Pendidikan tetap akan melanjutkan program ini. Nadiem berharap tiga organisasi yang mundur bergabung kembali ke dalam program. “Mereka mitra strategis pemerintah dalam dunia pendidikan,” ujarnya.

WAYAN AGUS PURNOMO, FRISKI RIANA, BUDIARTI UTAMI PUTRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wayan Agus Purnomo

Wayan Agus Purnomo

Meliput isu politik sejak 2011 dan sebelumnya bertugas sebagai koresponden Tempo di Bali. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk menyelesaikan program magister di University of Glasgow jurusan komunikasi politik. Peraih penghargaan Adinegoro 2015 untuk artikel "Politik Itu Asyik".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus