Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Vera menggugat

Sib medan, harus membayar ganti rugi 10 juta kepada veronika (40 th) yang merasa dicemarkan nama baiknya, melalui tulisan di harian tersebut yang dimuat tahun 1975, sib menolak putusan banding, naik kasasi.(md)

16 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATA Veronica Pintauli boru Lumbantobing berkaca-kaca. Ia bersukacita, karena gugatannya terhadap harian Sinar Indonesia Baru di Medan, dimenangkan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. "Terima kasih Tuhan, bertahun-tahun saya menunggu kemenangan ini," ucap Veronica, 40 tahun. Vera merasa puas menerima putusan Pengadilan Tinggi di Medan yang menghukum SIB dan G.M. Panggabean, pemimpin redaksinya, membayar kepadanya Rp 10 juta ditambah bunga 2% terhitung sejak perkara itu didaftar di Pengadilan Negeri Medan (1975). Keputusan tersebut diterima Vera minggu lalu. Vonis SIB tersebut, 3 Maret lalu menyatakan bahwa SIB membikin berita yang mengungkapkan soal-soal pribadi secara melampaui norma kesopanan dan melanggar martabat seseorang. Dengan demikian, menurut majelis hakim yang dipimpin Bismar Siregar, SH, patut disimpulkan bahwa SIB telah melanggar hak asasi seseorang - di samping melanggar kode etik jurnalistik. "Nama baik saya dipulihkan," sambut Veronica, ibu dari enam anak, yang dikenal sebagai direktris Biro Perencana Stermi. Kalau mau, kata Vera, sejak dulu SIB bisa dituntutnya Rp 1 milyar. "Tapi bukan soal uang," katanya. Vera masih nampak geram. SIB, surat kabar yang kini beroplah 25.000an itu, sejak 13 Mei sampai 3 Juni 1975 memuat kisah-kisah pribadinya, lengkap dengan foto dan menyebut secara jelas namanya. Sesekali, kisah itu jadi berita utama dan disudutkan oleh Abang Jampang, penjaga pojok SIB tersebut. Belum lagi sindiran berupa gambar kartun. Arifin Siregar, BA, salah seorang redaktur SIB, juga membuat berita bersambung berjudul Mangalua, kawin lari, yang bercerita tentang ina-ina na so tarpinsang atau "ibu-ibu yang kurang ajar". Tokoh ceritanya: Vera dan Surya. Tokoh Vera dalam cerita itu diakui Veronica sebagai dirinya. Berita-berita tentang Vera tentu menarik, karena bersifat "kisah nyata", apalagi tokohnya memang terkenal sebagai pengusaha yang berhasil. Vera, adalah istri Leonard Tarihoran, yang mengawininya pada Oktober 1960, di Pematangsiantar, 120 km dari Medan. Leonard adalah pemborong, yang setelah Vera memberinya enam anak, mundur dalam bisnisnya. Bahkan ia terkena penyakit yang menyebabkan kakinya diamputasi. Utang juga menumpuk. Vera, lulusan SMA, mencoba mengambil alih perusahaan suaminya. Tapi perusahaan itu tak tertolong lagi. Ia lalu mendirikan Stermi. Perusahaan tersebut maju. Utang-utang suaminya pun sedikit demi sedikit dilunasi. Tapi hubungannya dengan Leonard jadi kendur: keduanya berpisah rumah (1974). Sejak itulah, "saya dituduh yang bukan-bukan," tutur Vera. Dan sejak itu pula SIB mulai menjadikannya bulan-bulanan. Pemberitaan SIB mencapai puncaknya tatkala Vera-Leonard bercerai lewat pengadilan (1976). Dan hal itu berlanjut, tatkala Vera sering kelihatan bersama-sama Ir. Aminuddin, bekas wakil kepala Dinas PU Sum-Ut. Vera kemudian menikah dengan Aminuddin dan menukar agamanya dari Kristen ke Islam. Tapi Aminuddin meninggal (1980) setelah dua tahun berumah tangga dengan Vera tanpa memperoleh keturunan. Semua berita SIB itu dirasakan Vera dan keenam anaknya sebagai pukulan pedih. "Setiap anak saya pulang sekolah selalu menangis, karena diejek: ibunya suka ganti suami," tutur Vera. Bahkan, mereka kemudian pindah ke Gereja Katolik, karena gereja mereka yang lama tak membagi mereka liturgi pada suatu malam Natal. Sementara itu rumah mereka di Jalan Darussalam, Medan, hampir tiap hari dilempari batu - entah oleh siapa. Bahkan, bila Vera berdiri di teras rumahnya, banyak orang yang melintas sambil meludah dan berteriak: "Oi, lonte!" Sedang di bidang bisnis, menurut Vera, ia banyak kehilangan proyek pemerintah, karena banyak pimpinan proyek menuduhnya: "Jadi ibu rumah tangga saja tak becus, apalagi memimpin perusahaan." Vera mencoba mengakhiri semua penghinaan terhadap dirinya dengan memperkarakanSlB ke pengadilan. Lewat Pengacara M.D. Sakti Hasibuan, SH, SIB dan pemimpin redaksinya dituntut membayar ganti rugi Rp 75 juta, dan meralat seluruh pemberitaan mengenai dirinya. Tapi Pengadilan Negeri Medan, setelah mengadakan sejumlah sidang, membebaskan SIB dan G.M. Panggabean dari tuntutan perdata Vera (1981). Pengadilan sependapat dengan tangkisan kedua pengacara SIB, Syaiful Jalil Hasibuan dan Prof. Nyonya Ani Abas Manopo, SH, berita tentang Vera meninggalkan suaminya setelah cacat adalah merupakan fakta dan kisah menarik mengenai manusia - tidak bertendens mencemarkan nama baik atau bersifat sensasional. Nyonya Manopo juga menambahkan, "dari segi adat Batak, kisah itu menarik, karena Vera dan Leonard beragama Kristen yang tak boleh cerai kalau tak dipisahkan oleh kematian." Tapi ternyata Pengadilan Tinggi berpendapat lain, membenarkan tuntutan Vera. G.M. Panggabean, menurut sumber TEMPO di SIB, menolak putusan banding dan sedang menyusun kasasinya. Selalu tampak necis, berambut kribo dan suka masuk salon, Panggabean mengelak untuk dimintai komentar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus