MATA Veronica Pintauli boru Lumbantobing berkaca-kaca. Ia
bersukacita, karena gugatannya terhadap harian Sinar Indonesia
Baru di Medan, dimenangkan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
"Terima kasih Tuhan, bertahun-tahun saya menunggu kemenangan
ini," ucap Veronica, 40 tahun. Vera merasa puas menerima putusan
Pengadilan Tinggi di Medan yang menghukum SIB dan G.M.
Panggabean, pemimpin redaksinya, membayar kepadanya Rp 10 juta
ditambah bunga 2% terhitung sejak perkara itu didaftar di
Pengadilan Negeri Medan (1975). Keputusan tersebut diterima Vera
minggu lalu.
Vonis SIB tersebut, 3 Maret lalu menyatakan bahwa SIB membikin
berita yang mengungkapkan soal-soal pribadi secara melampaui
norma kesopanan dan melanggar martabat seseorang. Dengan
demikian, menurut majelis hakim yang dipimpin Bismar Siregar,
SH, patut disimpulkan bahwa SIB telah melanggar hak asasi
seseorang - di samping melanggar kode etik jurnalistik.
"Nama baik saya dipulihkan," sambut Veronica, ibu dari enam
anak, yang dikenal sebagai direktris Biro Perencana Stermi.
Kalau mau, kata Vera, sejak dulu SIB bisa dituntutnya Rp 1
milyar. "Tapi bukan soal uang," katanya. Vera masih nampak
geram. SIB, surat kabar yang kini beroplah 25.000an itu, sejak
13 Mei sampai 3 Juni 1975 memuat kisah-kisah pribadinya, lengkap
dengan foto dan menyebut secara jelas namanya. Sesekali, kisah
itu jadi berita utama dan disudutkan oleh Abang Jampang, penjaga
pojok SIB tersebut. Belum lagi sindiran berupa gambar kartun.
Arifin Siregar, BA, salah seorang redaktur SIB, juga membuat
berita bersambung berjudul Mangalua, kawin lari, yang bercerita
tentang ina-ina na so tarpinsang atau "ibu-ibu yang kurang
ajar". Tokoh ceritanya: Vera dan Surya. Tokoh Vera dalam cerita
itu diakui Veronica sebagai dirinya.
Berita-berita tentang Vera tentu menarik, karena bersifat "kisah
nyata", apalagi tokohnya memang terkenal sebagai pengusaha yang
berhasil. Vera, adalah istri Leonard Tarihoran, yang
mengawininya pada Oktober 1960, di Pematangsiantar, 120 km dari
Medan. Leonard adalah pemborong, yang setelah Vera memberinya enam
anak, mundur dalam bisnisnya. Bahkan ia terkena penyakit yang
menyebabkan kakinya diamputasi. Utang juga menumpuk.
Vera, lulusan SMA, mencoba mengambil alih perusahaan suaminya.
Tapi perusahaan itu tak tertolong lagi. Ia lalu mendirikan
Stermi. Perusahaan tersebut maju. Utang-utang suaminya pun
sedikit demi sedikit dilunasi. Tapi hubungannya dengan Leonard
jadi kendur: keduanya berpisah rumah (1974). Sejak itulah, "saya
dituduh yang bukan-bukan," tutur Vera. Dan sejak itu pula SIB
mulai menjadikannya bulan-bulanan. Pemberitaan SIB mencapai
puncaknya tatkala Vera-Leonard bercerai lewat pengadilan (1976).
Dan hal itu berlanjut, tatkala Vera sering kelihatan
bersama-sama Ir. Aminuddin, bekas wakil kepala Dinas PU Sum-Ut.
Vera kemudian menikah dengan Aminuddin dan menukar agamanya dari
Kristen ke Islam. Tapi Aminuddin meninggal (1980) setelah dua
tahun berumah tangga dengan Vera tanpa memperoleh keturunan.
Semua berita SIB itu dirasakan Vera dan keenam anaknya sebagai
pukulan pedih. "Setiap anak saya pulang sekolah selalu menangis,
karena diejek: ibunya suka ganti suami," tutur Vera. Bahkan,
mereka kemudian pindah ke Gereja Katolik, karena gereja mereka
yang lama tak membagi mereka liturgi pada suatu malam Natal.
Sementara itu rumah mereka di Jalan Darussalam, Medan, hampir
tiap hari dilempari batu - entah oleh siapa. Bahkan, bila Vera
berdiri di teras rumahnya, banyak orang yang melintas sambil
meludah dan berteriak: "Oi, lonte!" Sedang di bidang bisnis,
menurut Vera, ia banyak kehilangan proyek pemerintah, karena
banyak pimpinan proyek menuduhnya: "Jadi ibu rumah tangga saja
tak becus, apalagi memimpin perusahaan."
Vera mencoba mengakhiri semua penghinaan terhadap dirinya dengan
memperkarakanSlB ke pengadilan. Lewat Pengacara M.D. Sakti
Hasibuan, SH, SIB dan pemimpin redaksinya dituntut membayar
ganti rugi Rp 75 juta, dan meralat seluruh pemberitaan mengenai
dirinya. Tapi Pengadilan Negeri Medan, setelah mengadakan
sejumlah sidang, membebaskan SIB dan G.M. Panggabean dari
tuntutan perdata Vera (1981).
Pengadilan sependapat dengan tangkisan kedua pengacara SIB,
Syaiful Jalil Hasibuan dan Prof. Nyonya Ani Abas Manopo, SH,
berita tentang Vera meninggalkan suaminya setelah cacat adalah
merupakan fakta dan kisah menarik mengenai manusia - tidak
bertendens mencemarkan nama baik atau bersifat sensasional.
Nyonya Manopo juga menambahkan, "dari segi adat Batak, kisah itu
menarik, karena Vera dan Leonard beragama Kristen yang tak boleh
cerai kalau tak dipisahkan oleh kematian."
Tapi ternyata Pengadilan Tinggi berpendapat lain, membenarkan
tuntutan Vera. G.M. Panggabean, menurut sumber TEMPO di SIB,
menolak putusan banding dan sedang menyusun kasasinya. Selalu
tampak necis, berambut kribo dan suka masuk salon, Panggabean
mengelak untuk dimintai komentar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini