Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Viral Soal Kue Tart Harus Berlogo Halal, Ini Pengakuan MUI

MUI mengakui memang aturan tersebut dibuat untuk menjaga status halal sebuah restoran.

16 Desember 2019 | 07.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah restoran baru-baru ini silih berganti menjadi viral di media sosial karena menerapkan aturan terkait kue tart berlogo halal. Setelah Tous Les Jours, Shabu Hachi, dan D'Cost kini giliran Yoshinoya yang melarang pengunjung merayakan ulang tahun di gerainya dengan membawa kue tart dari luar, jika belum bersertifikat halal. 

Menanggapi hal ini, Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengakui bahwa memang aturan tersebut ditujukan untuk menjaga status kehalalan sebuah restoran. "Dengan alasan itu, maka diatur pengunjung membawa makanan termasuk kue tart harus jelas kehalalannya," kata dia ketika dihubungi Tempo, Ahad, 15 Desember 2019.

Muti menjelaskan, dalam Sistem Jaminan Halal (SJH) itu ada 11 kriteria, dan salah satu klausulnya adalah tentang fasilitas sebuah restoran. Artinya, dari peralatan masak hingga alat makan, bisa dijamin bebas dari barang-barang yang haram serta najis.

Sehingga jika restoran sudah bersertifikat halal ataupun sedang dalam proses, tapi ada pelanggan membawa kue tart yang tidak jelas status kehalalannya, kemudian dikonsumsi menggunakan piring atau sendok bersertifikat, maka alat makan bisa terkontaminasi. "Jadi tidak boleh ada percampuran dari makanan yang tidak halal," ujar Muti.

Karena, menurut Muti, sebuah restoran yang ingin mendapatkan sertifikat halal harus mendaftarkan semua menu, produk, hingga alat yang digunakan untuk memproduksi harus jelas halal. "Tidak boleh hanya sebagian, jadi harus semuanya disertifikasi," ungkapnya.

Dengan adanya himbauan tersebut, ia mengatakan, MUI masih membolehkan para pengunjung sebuah restoran untuk membawa kue tart tidak halal ke dalam restoran bersertifikat halal. Namun hanya digunakan untuk kegiatan seremonial, seperti tiup lilin, ataupun berswafoto. "Itu masih dibolehkan," tuturnya.

Muti menuturkan, dalam sebuah produk makanan itu terdiri dari banyak bahan dasar yang belum tentu seluruh masyarakat paham isi semua bahannya. Sehingga dengan adanya sertifikat halal masyarakat dimudahkan dalam mengetahui makanan itu halal atau haram, tanpa perlu memeriksa bahannya satu-persatu. "Paling mudah adalah dibuktikan dengan sertifikat halal," tuturnya.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus