Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan ingin membuat aturan yang akan menjadikan ojek online (ojol) berstatus pekerja untuk perusahaan aplikator. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel menyampaikan janji tersebut saat menyambangi demonstrasi pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta pada Senin, 17 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Noel, hubungan kerja kemitraan telah menimbulkan ketidakjelasan bagi pengemudi online. "Ke depan ini terlebih kita akan membangun yang namanya regulasi terkait dengan legal standing mereka (pengemudi), bahwa mereka adalah sebagai pekerja, bukan lagi mitra. Itu penting sekali," kata Noel kepada wartawan di sela-sela aksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berkata status mitra membuat perusahaan aplikator dapat menghindar dari berbagai kewajiban yang seharusnya mereka beri kepada pekerja. Maka dari itu, Noel menilai sebaiknya pengemudi online dianggap sebagai pekerja dan aplikator sebagai pemberi kerja.
Meski begitu, Noel tidak menyampaikan kapan tepatnya regulasi tersebut bisa mulai berlaku. "Secepatnya setelah Lebaran lah, kita sedang merumuskan dan juga kita lagi mengkaji hal itu," ucap Noel.
Noel mengatakan aplikator harus bisa menghargai aturan yang berlaku bagi perusahaan dan pengemudi online. "Kalau misalnya mereka tidak bisa menghargai ini, jangan juga. Kami bisa tidak menghargai mereka juga. Negara sifatnya memaksa," kata dia.
Dalam demonstrasi tersebut, para pengemudi online menuntut pemberian THR dari aplikator. Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, perusahaan hanya wajib memberikan THR kepada pekerja yang setidaknya memiliki hubungan kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT). Pengemudi online tidak dianggap wajib mendapat THR karena memiliki hubungan kerja kemitraan dengan perusahaan aplikasi.
Selain itu, mereka juga memprotes sistem kerja kemitraan yang selama ini mengatur hubungan pengemudi dengan aplikator. Menurut para pengemudi, sistem tersebut cenderung merugikan mereka karena tidak memberi kejelasan soal gaji, tunjangan, dan hak-hak pekerja lainnya.