Beberapa proyek Pertamina dan milik Prajogo Pangestu harus menunggu. Tim Keppres 39 juga membatasi pinjaman luar negeri, maksimum US$ 30,1 milyar dalam lima tahun. WIBAWA pemerintah dalam percaturan ekonomi nasional mengalami ujian berat dua bulan terakhir. Sejak pidato Presiden Soeharto 16 Agustus hingga pekan silam, orang hanya bisa harap-harap cemas. Tim 11 (yang beranggotakan 11 menteri) alias Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri terkesan seperti tidak berdaya. Diketuai Menko Ekuin Radius Prawiro, Tim Keppres 39 ini memang tidak ringan tugasnya, yakni menunda atau membatalkan sejumlah proyek raksasa, yang diperkirakan akan mengancam Neraca Pembayaran kita. Tugas itu bagaikan buah simalakama. Jika proyek ditunda, pengusaha tentu kecewa tapi neraca pembayaran akan aman. Jika tidak ditunda, pengusaha pasti gembira, tetapi neraca bisa rawan. Simalakama inilah yang agaknya menyebabkan Tim 11 tersendat-sendat. Kini, proyek raksasa yang bernilai US$ 80 milyar (ada yang mengatakan US$ 50 milyar) sudah didandani. Sabtu pagi pekan lalu, Tim 11 menghadap Presiden Soeharto untuk melaporkan kerja keras mereka. Tim 11 menetapkan, proyek-proyek yang memenuhi syarat mesti diurutkan untuk memasuki pasar modal internasional. Selama tahun anggaran 1991/1992, proyek yang beruntung itu hanya tiga yakni LNG Train-F Bontang (senilai US$ 750 juta), Kilang Musi (US$ 324,4 juta), dan Pipa Jawa Timur Kangean-Gresik (US$ 440 juta). Ketiga proyek itu menyerap dana komersial US$ 1.514,4 juta. LNG Train-F Bontang sudah diresmikan dua pekan lalu. Bertindak sebagai kontraktor utama PT Inti Karya Persada Teknik (pemilik saham utama utama Wijaya Karya, Nusamba, Parama Matra Widya -- dua terakhir dimotori Bob Hasan). Sindikasi perbankan yang mendukungnya dipimpin Chase Manhattan Bank, dengan bunga pinjaman 1,75% di atas Libor. Demikian juga Pipa Kangean-Gresik. Pendanaannya sudah tak jadi soal. Paling tidak, itulah yang dikatakan komandan Grup Bimantara, Bambang Trihatmojo, dua pekan lalu, setelah ia bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Soelarso. Bimantara menjadi pelaksana proyek, didampingi Atlantic Richfield Bali North Inc., dan British Petroleum. Bambang mengatakan bahwa para investor akan menanggung 10% dari dana yang diperlukan. Lalu, 20% akan ditimba di pasar modal Jepang dan 70%-nya dari lembaga-lembaga keuangan dalam negeri. Proyek ini berstatus BOT (bangun, operasikan, transfer). Bimantara (melalui PT Trans Java Pipeline) berhak mengelola 20 tahun. Proyek Kilang Musi sudah ditandatangani pada Desember 1990. Menurut Direktur Pengolahan Pertamina, Tabrani, proyek itu merupakan kelanjutan dari Kilang Musi Tahap I. Diharapkan bisa menghasilkan fluid catalytic cracking sebanyak 20,5 ribu barel per hari. Kalau berdasarkan kontrak lama, pelaksananya antara lain Rheinstahl Technik dan JGC (Japan Gas Corporation). Mayoritas dananya mungkin diperoleh dari pasar uang Jepang. Proyek Pertamina lainnya diundurkan. Pusat Aromatik II Arun, Olefin Chandra Asri, Exor IX Dumai, dan RCC (Residue Conversion Complex) Cilacap, menurut Tim 11 semua harus ditunda. "Tidak dapat dilaksanakan dalam tahun anggaran 1991/1992 dan harus menunggu saat yang tepat," kata Radius. Arun Aromatic, senilai US$ 1,24 milyar, akan menghasilkan PTA (purified tehaphalic acid), antara lain untuk bahan baku kain ban dan benang ban. Tabrani pernah mengatakan, "Tiap tahun, selama tiga tahun pertama, akan menghasilkan surplus dua juta dolar. Tahun keempat akan memberikan untung 50 juta dolar." Tak heran bila proyek ini diminati banyak investor, antara lain Humpuss, yang kemudian mengundurkan diri. Risjad Salim (Branta Mulia), Kelompok Astra, dan Grup Bakrie juga tarik diri. Humpuss mundur (sejak akhir 1990) karena Pertamina hanya mampu memasok kondensat 45 ribu barel per hari. Padahal, kalau mau untung, "Proyek itu perlu didukung 90 ribu barel kondensat per hari," kata seorang direksi Humpuss. Olefin Chandra Asri (US$ 2,2 milyar) sudah diresmikan Februari lalu. Dananya diperoleh dari bank lokal, melalui sindikasi yang dipelopori oleh BBD untuk menangguk pinjaman US$ 1,8 milyar. Sebesar US$ 500 juta dari BBD kabarnya sudah cair. Exor IV Dumai senilai US$ 2,5 milyar sebenarnya sudah disetujui Menko Ekuin. Grup Salim kabarnya pernah terpikat, tapi ini dibantah Judiono Tosin, salah satu eksekutif seniornya. RCC Cilacap memerlukan investasi US$ 2,4 milyar. Sebagai off taker adalah Mitsui dan British Petroleum. Tabrani memperkirakan, pada tiga tahun pertama RRC akan surplus US$ 2 juta dan pada tahun ke-4 untung US$ 50 juta. Perhitungan itu barangkali tidak salah. Namun, kalau Tim 11 berpendapat lain, Pertamina harus mengalah. Sementara itu, seorang ekonom senior bicara lebih keras. "Kalau semua proyek besar itu dijalankan, ekonomi bisa ambruk. Tekanan pada Neraca Pembayaran sudah terasa, begitu komitmen pinjaman ditandatangani. Jadi, tak perlu menunggu pencairannya." Itu pula sebabnya, bukan hanya proyek-proyek mega yang ditunda, Tim 11 pun membatasi besarnya pinjaman komersial luar negeri untuk jangka waktu lima tahun anggaran sebesar US$ 30,1 milyar. Ini semua dilakukan, "Untuk menjaga stabilitas dan pemerataan ekonomi," kata Menteri Keuangan Sumarlin pada wartawan TEMPO Yuli Ismartono di Bangkok. Dan langkah lebar ini ternyata memperoleh acungan jempol dari Bank Dunia. "Ketua Bank Dunia Lewis Preston setuju dan memuji langkah ekstrem yang diambil Indonesia," katanya. Sebab, lanjut Sumarlin, jika "langkah ekstrem" itu tak diambil, Indonesia akan terjerembab seperti Brasil dan Meksiko di tahun 1982. Mohamad Cholid dan Biro Jakarta TABEL -- ----------------------------------------------------- . PLAFON PINJAMAN KOMSERSIAL . LUAR NEGERI 1991/1992 1995/1996 -- ----------------------------------------------------- (dalam milyar US dolar) 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 -- ----------------------------------------------------- Bank Indonesia 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 Bank Pemerintah 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Bank Swasta 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Perusahaan Swasta 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 BUMN/Proyek 1,5 1,0 1,2 1,4 1,6 . Jumlah 5,9 5,6 5,9 6,2 6,5 -- ----------------------------------------------------- . . PROYEK-PROYEK YANG DIURUTKAN UNTUK . MEMASUKI PASAR MODAL INTERNASIONAL . 1991-1992 -- ----------------------------------------------------- LNG TRAIN-F BONTANG 750,0 KILANG MUSI 32,4 PIPA JAWA TIMUR KANGEAN GRESIK 440,0 . . JUMLAH 1.514,4 . DALAM JUTAAN DOLAR AS -- ------------------------------------------------------
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini