BUNTUT kenaikan persentase uang muka dan suku bunga KPR-BTN (Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara), ternyata, masih menggesek Perum Perumnas. Akibatnya, banyak rumah yang dibangun Perumnas, mulai dari model F-18 sampai dengan D70, hingga kini KPR-nya masih menggantung di BTN: sebanyak 8.699 unit, nilainya Rp 27,3 milyar, yang sudah terikat PPJB (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli) tetapi belum dilaksanakan akad kreditnya pada 1 April lalu dan 3.228 unit senilai Rp 10,3 milyar yang siap huni tetapi belum terikat PPJB. Setelah genap setengah tahun rumah-rumah itu terkatung-katung, gara-gara uang mukanya terlanda kenaikan dari 5% menjadi 10%, maka Bank Indonesia lantas turun tangan. BTN menerima "surat resmi" BI, yang pada dasarnya menyetujui kelonggaran KPR yang dibangun Perumnas dengan ketentuan uang muka lama, untuk sejumlah rumah tersebut di atas. "Kalau BI, sebagai bank sentral, menegur BTN itu wajar saja," ujar Sasonotomo, Direktur Utama BTN. Sudah barang tentu, hal itu melegakan Perumnas, termasuk para calon penghuninya. Bagi BTN, berarti realisasi KPR-nya pun meningkat. Menurut Sasonotomo, realisasi KPR untuk Perumnas, mulai Januari sampai dengan Agustus tahun ini, sudah mencapai 27.394 unit senilai Rp 83.445 juta. Sedangkan untuk non-Perumnas, atau yang dibangun oleh developer swasta, mencapai 30.462 unit senilai Rp 230.326 juta. Sehingga, target BTN, membangun 60.000 unit setahunnya dalam Pelita IV ini, hampir tercapai. Soal dana, dikatakan Sasonotomo, bukan masalah. Selain mendapat dari BI, Penyertaan Modal Pemerintah, dan pinjaman Bank Dunia, BTN sendiri mengusahakan dana Rp 329 milyar untuk tiga tahun terakhir Pelita IV ini. Dan hanya Rp 6 milyar di antaranya ditargetkan dari perolehan TUM (Tabungan Uang Muka) KPR-BTN. Sejak berlakunya TUM secara nasional, awal April lalu, BTN sudah mengantungi Rp 3,7 milyar dari lebih 10.000 penabung. "Tiap bulan penabungnya rata-rata bertambah 28%, lho," ujar Sasonotomo. Dalam pelaksanaannya pun, tuturnya BTN tak bersifat kaku. Sebab, TUM itu diberlakukan secara bertahap, dan berlaku sepenuhnya baru mulai April 1988. Sedangkan dalam dua tahun periode transisi ini peminat perumahan BTN masih diperbolehkan akad kredit, kendati baru beberapa kali menabung secara rutin pada TUM. Melangkah ke depan lagi BTN, awal bulan ini, sudah menandatangani kerja sama dengan Perum Pos dan Giro: kantor-kantor pos akan melayani para penabung TUM. Untuk tahap pertama dibuka loket di 49 kantor pos di 10 kota. Selanjutnya, akan menyebar hingga 2.300 kantor pos di seluruh Indonesia, seperti pelayanan Tabanas. Dengan demikian, peminat perumahan kini tak perlu repot-repot menyetorkan uang bulanan di loket BTN yang antreannya panjang. "Selain itu, pembayaran angsuran juga akan mulai lewat kantor pos," ujar Sasonotomo. Toh, masih ada anggapan bahwa TUM itu membuat suram prospek pemasaran perumahan. "Uang muka, yang biasanya sudah di tangan developer, sekarang tidak bisa digunakan, karena 'nyangkut di bank," kata Soeratman, Ketua Real Estate Indonesia Jawa Timur. Selain itu, developer tidak bisa mengikat peminatnya, sehingga pemilik TUM-KPR-BTN menjadi leluasa membatalkan pesanannya dan pindah ke developer lain. Sasonotomo bukan tak meyakini hal itu. Hanya saja, katanya, TUM yang idenya muncul sekitar tiga tahun lalu itu sebenarnya justru untuk mengatasi kebanyakan peminat perumahan BTN yang sulit menyediakan uang muka -- mengingat mereka adalah golongan bawah sampai menengah. Dengan menabung sepertiga penghasilan per bulan, BTN akan mengetahui -- lewat TUM itu kemampuan dan kemauan mengangsur para peminat. "Sehingga tunggakan angsuran KPR yang mencapai sekitar 2,6% sekarang bisa diperkecil," katanya. Tinggal loket-loket di kantor pos, bisa dibayangkan, akan semakin berjubel. Sesudah melaksanakan kewajiban sebagai kantor pos, juga melayani iuran radio dan televisi, Tabanas, lalu Universitas Terbuka, dan kini ditambah pelayanan TUM dan menerima angsuran KPR-BTN. Namun, untuk pelayanan TUM, Perum Pos dan Giro akan menerima imbalan jasa Rp 125 per transaksi, sedangkan 0,7% dari jumlah setoran angsuran KPR-BTN pun bakal dikutipnya. Suhardjo Hs., Laporan Biro Jakarta & Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini