Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

<font color=#FF3399>Kuku-kuku</font> yang Lucu

Untuk tampil cantik, tak hanya cukup dengan pupur dan ginju. Setelah era kawat gigi warna-warni berlalu, kini giliran kuku di jari tangan yang naik kelas. Tak sekadar mewarnai dan menggambar kuku. Yang terbaru, kuku-kuku itu dilukis dengan bentuk tiga dimensi. Semakin tinggi keahlian si pelukis, makin mahal biayanya.

6 Oktober 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA begitu terik siang itu. Namun perempuan itu tak bisa lagi menahan hasratnya. Pamit sebentar, ia pun meluncur ke sebuah salon favoritnya di Plaza Indonesia. Untung, jaraknya tidak jauh: tepat di seberang kantornya yang terletak di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. ”Tinggal nyebrang, kok,” katanya.

Rupanya, dia resah dengan kuku-kuku di jari tangannya, yang katanya sedang tidak indah. Kuku di jari telunjuknya memang tampak terkelupas. ”Sudah sebulan, nih, enggak perawatan,” ujarnya sambil tersenyum manis.

Persoalan kuku ternyata sangat berarti bagi dia. Padahal perempuan ini, sumpah, cantik bukan main. Siang itu saja penampilannya sungguh nyaman dipandang mata. Berkaus lengan pendek dan bercelana jins biru. Kepalanya ditutup topi ala koboi. Sedangkan kakinya dibungkus sepatu kets bermotif polka dot.  

Dia adalah Agni Prasistha, 21 tahun. Siapa pun setuju dengan juri pemilihan Putri Indonesia dua tahun silam. Tidak saja cantik, otaknya juga encer, semangatnya pun menyala-nyala seperti namanya, Agni, yang berarti api. Makanya, dia jadi pemenang kontes tahun itu. Namun siapa nyana, ternyata semua itu masih kurang. Ya…, itu tadi, soal kukunya. Kepada pegawai salon di sana, dia pun langsung memasrahkan diri agar dipermak kuku-kukunya.

Agni tidak sendirian. Di ruangan itu ada Mia Oktavia, 22 tahun, seorang model yang mengaku mengenal perawatan ini sejak setahun silam. Siang itu Mia melapisi kukunya dengan akrilik, semacam materi pengeras untuk membuat kuku palsu. Keduanya begitu khidmat mengikuti treatment sang nailist—ahli mempercantik kuku. Tak sampai 30 menit, cling….  

Hasil akhirnya adalah semua kuku di tangannya berwarna tua-muda. Agni pun menyunggingkan senyum. Rona kepuasan seketika terbit. Sekarang memang sempurna. Kukunya berkilau, tak kalah oleh kecantikannya. Alhasil, uang Rp 350 ribu bukanlah halangan. ”Karena saya langganan, dapat diskon sepuluh persen,” ujarnya riang. Sang nailist juga riang. Tak lama lagi, Agni pasti akan datang.

Begitulah. Dalam enam bulan terakhir, Agni memang keranjingan bolak-balik ke salon untuk mendandani kukunya. Biasanya dilukis. Paling tidak, dua kali seminggu ia menyambangi salon itu. Bahkan bisa jadi lebih sering. Bila mendadak dia harus datang ke sebuah acara, lukisan kuku yang sudah ada langsung diganti dengan yang baru. Maklum, harus sesuai dengan baju dan aksesori yang dia kenakan. ”Pernah hari ini painting, besok dirombak karena disesuaikan dengan tema acara,” ujarnya. Kalaulah siang itu dia hanya memilih warna tua-muda, tentu ada sebabnya. Dia lagi senang warna itu. ”Menandakan mood seseorang juga,” katanya.

Zaman sekarang, fungsi kuku memang sudah banyak berubah. Pada masa Koes Plus dulu, kuku hanya bisa dipakai untuk ”cubit-cubitan” atau berguna untuk digigit-gigit saat nervous. Kini lapisan keras berasal dari keratin protein yang berukuran tak lebih dari dua sentimeter ini bisa dijadikan sebagai aksesori penambah kejelitaan. Gaya mempercantik kuku seperti ini lazim dikenal dengan nama nail art atau seni mempercantik kuku.

Seni ini merupakan perkembangan berikutnya dari ”sekadar” memulas kuku dengan cat kuku. Sekarang kuku pun bisa dihiasi dengan berbagai gambar. Alhasil, di area yang sempit itu, gambar indah, seperti bintang, matahari, hati, atau berbagai jenis bunga, pun terlukis dengan sempurna. Itulah sebabnya, si cantik Agni, Mia, dan banyak kaum Hawa lainnya menggemari hiasan ini.

Nail art boleh jadi menjadi barang hot di kalangan perempuan yang teramat memperhatikan penampilan, meski sebenarnya gaya penampilan ini tidak baru-baru banget. Nail Gallery, misalnya, sudah buka gerai di Jakarta sejak 2002. Namun belakangan ini peminat mempercantik penampilan dengan tambahan aksesori di kuku kian merambat naik.

Tentu ada sebabnya. Mereka yang umumnya kaum bergaul itu berjasa mempercepat efek popularitas seni ini. Yang menarik, seni lukis kuku ini semua bisa diatur. Tak peduli bentuknya bulat atau lancip, kuku tetap bisa dihias. Yang lembek atau gampang patah pun bisa diakali dengan teknik menyambung kuku.

Wanita yang punya problem dengan ”kuku tak sempurna” ini, salah satunya, Susan Bachtiar, 35 tahun. Perempuan cantik berwajah Oriental yang sering nongol di layar kaca itu biasa memakai akrilik. Karena kukunya lembek, jadi susah panjang. ”Sekalinya panjang, sering kali patah,” katanya. Itu sebabnya, Susan sangat hati-hati. Dia hanya datang ke salon yang benar-benar dianggapnya cocok. ”Jika membuatnya di salon A, ya, seterusnya harus ke sana,” katanya.

Tak bisa dimungkiri, tren ini turut berkembang tatkala manicure dan pedicure melanda. Nah, diam-diam, sesuai dengan tren kecantikan yang berkembang di negara yang lebih maju, perihal menggambar di bidang sempit ini mulai dilirik. Bagi Agni, melukis kuku tampak lebih menawan ketimbang memakai perhiasan. Mudah diganti-ganti sesuai dengan mood.

Keinginan mereka pun dibalas tuntas oleh pasar. Mereka memiliki berbagai motif. Nail Gallery, misalnya, berusaha memanjakan pelanggan. ”Tergantung keinginan pelanggan, semua akan kami gambar,” ujar William Park, pemilik Nail Gallery. Jasmine, salon kuku lainnya, memiliki sampai 50 bentuk. ”Dari gambar bintang sampai bunga bisa kami garap,” ujar Hera Hutapea, pemilik salon Jasmine. 

Di dua tempat itu juga terdapat barang mahal, yakni motif dengan tiga dimensi, yang memamerkan lukisan timbul pada kuku. Mengukirnya pun tidak sembarangan. ”Kami menggunakan kuas,” ujar Lusiana, nailist dari Nail Gallery.

Itulah sebabnya, motif tiga dimensi tidaklah murah. ”Satu kuku bisa 50 ribu,” ujarnya. Jadi, untuk melukis kesepuluh kuku, uang setengah juta perak harus keluar dari kantongnya. Harga yang sama juga dipatok oleh Hera Hutapea. ”Mahal karena pake gel dan ada dimensi segala,” perempuan 31 tahun itu menambahkan.

Bilangan harga itu pun masih harus naik jika pelanggan ingin kukunya digarap nailist master. Lisa Kang, nailist master di Nail Gallery, misalnya, mematok harga Rp 100 ribu per kuku. Apa istimewanya? Lisa Kang menggunakan sebuah perangkat khusus semacam air brush yang bisa membuat gambar atau motif menjadi sangat detail, rumit, sekaligus rapi. Meski begitu, pengerjaannya lebih cepat. ”Sempat kaget juga kalau nail art yang tiga dimensi lumayan mahal. Tapi, ya, namanya perempuan... sekali-sekali mencoba,” kata Susan sambil tertawa.

Tampaknya, seni kuku memiliki prospek yang baik. Ketika peminatnya membubung, mereka yang ingin menjadi nailist pun membeludak. Hal itu bisa dilihat dari jumlah murid kursus nail art. Mereka tidak hanya datang dari Jakarta tapi juga daerah lain.

Padahal kursus ini tidak murah. Untuk menjadi seorang profesional dalam nail art, harus dipersiapkan uang Rp 12 juta untuk 108 jam dengan 36 kali pertemuan. Ada juga paket yang lebih murah, namanya advanced course, kursus lanjutan, yang butuh Rp 8 juta untuk 72 jam dengan 24 kali pertemuan.

Tentu mereka yang tertarik mengikuti pendidikan juga punya perhitungan: di mana saja, perempuan mana saja, pasti ingin terlihat cantik.

Irfan Budiman, Yugha Erlangga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus