Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Awal Februari lalu, seorang guru Sekolah Menengah Atas 1 Torjun Sampang, Madura, meninggal setelah dianiaya anak muridnya. Kematian guru bernama Ahmad Budi Cahyono tersebut membuat publik terenyak.
Apalagi pemicunya sepele. Sang murid, yang selama jam belajar tidak mengerjakan tugas dan malah asyik mengganggu temannya, tidak terima ketika gurunya menegur dan mencoreng pipinya dengan cat. Bagaimana mungkin seorang murid bisa melakukan kekerasan pada guru? Baca: Festival Jamu di Yogyakarta, Jamu Gendong Sekarang Naik Motor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjodo, mengatakan ada banyak faktor yang menyebabkan anak berkarakter emosional dan temperamental. “Antara lain karena anak tidak terbiasa mengelola emosi dengan baik, kecerdasan emosi mereka tidak dikembangkan, atau bisa jadi mereka belajar cara yang salah untuk mengekspresikan emosi,” kata Vera. Menurut dia, sifat emosional dan temperamental akan semakin terlihat ketika anak memasuki usia remaja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini ada hubungannya dengan perkembangan otak, khususnya di area prefrontal cortex, otak bagian depan, yang belum sempurna. Bagian ini memiliki fungsi eksekutif, antara lain membantu pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan konsekuensi, baik-buruk akibatnya. Bagian ini baru akan berfungsi secara optimal ketika memasuki usia 20-an. Sebelum (bagian otak depan matang) itu, pengambilan keputusan dan tindakan remaja lebih banyak dipengaruhi emosi,” kata Vera. Baca: Peruntungan Cinta Menurut Shio di Tahun Anjing Tanah
Jadi sangat penting peranan orang tua meredam emosi anak, sehingga tidak berlanjut pada hal-hal yang sifatnya agresif.
“Remaja makhluk emosional, jadi bantu mereka meredam (emosi) dulu sehingga rasio mereka dapat membantu mencari solusi. Rasio akan tertutup jika mereka masih emosional,” kata Vera.