Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Autism Spectrum Disorder atau ASD lebih banyak menyerang anak laki-laki, dengan prevalensi 1:37, sedangkan pada anak perempuan 1: 151. Merujuk pada data prevalensi tersebut, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 237,5 juta dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen diperkirakan memiliki angka penderita autisme sebanyak 4 juta orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dulu, diagnosis anak autisme hanya dianggap belum bisa bicara atau terkadang dianggap terkena penyakit jiwa," kata Pakar Kesehatan Anak dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Mei Neni Sitaresmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penderita ASD kerap disertai dengan kondisi gangguan medis dan perilaku lain, yaitu disabilitas intektual (45-60 persen), kejang (11-39 persen), gangguan pencernaan (50 persen), gangguan tidur, gangguan sensori (hipersensori maupun hiposensori), gangguan pemusatan perhatian, dan gangguan perilaku lain.
Oleh sebab itu, dengan mengetahui sejak dini maka orang-orang yang berada di sekitar anak penyandang autisme bisa memberikan perhatian dan dukungan secara khusus terhadap perilaku mereka. Orang tua bisa mulai menuntun anak bagaimana cara berinteraksi, berkomunikasi, serta menghadapi perilakunya karena terkadang anak penyandang autisme mengalami cemas atau tantrum.
"Anak autis kadang berperilaku aneh sehingga berpotensi dibully. Banyak anak autis tidak bisa bersendau gurau, kita bermaksud bercanda tetapi dia serius," katanya.
Peran faktor genetik, lanjutnya, ditunjukkan dengan adanya peningkatan kejadian ASD pada anak laki-laki, anak kembar identik, maupun pada anak yang mengalami kelainan bawaan seperti sindroma Fragil X. Faktor lain yang diduga memicu kejadian ASD adalah tuanya usia ibu waktu melahirkan, penyulit kehamilan dan persalinan (ibu hamil dengan DM, prematur, asfiksia, infeksi bayi), dan faktor lingkungan (racun) yang menyebabkan gangguan perkembangan otak.
Direktur The Autism Initiative at Mercyhurst University Prof Bradley McGarry mengatakan pada prinsipnya autisme bukan tidak bisa disembuhkan tetapi memang tidak perlu disembuhkan. Baginya, autisme merupakan bagian kekhususan dari anak itu sendiri.
"Maka orang tuanyalah yang sesungguhnya perlu diterapi supaya menganggap anak ini punya sesuatu yang lebih dan perlu diutamakan," kata McGarry.