Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Banyak Kasus Asma Tak Terdiagnosa, Pakar Beri Penjelasan soal Penyakit Paru Ini

Banyak kasus asma yang tak terdiagnosis dan diobati. Salah satu alasannya karena tes biasanya menuntut kerja sama dan upaya dari pihak penderita.

16 Januari 2025 | 22.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi anak asma. Pexel/Cottonbro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asma adalah salah satu penyakit paru-paru yang umum di dunia dengan sekitar 262 juta penderita dan menyebabkan 450 ribu kematian setiap tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Prevalensi bisa lebih tinggi karena banyak kasus yang tak terdiagnosis dan diobati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asma adalah masalah paru-paru yang bisa membuat saluran pernapasan membengkak, menyempit, dan berisi lendir. "Kondisi ini menyebabkan batuk, napas berbunyi, dan dada terasa sesak," kata Dr. Laura Conrad, direktur Pusat Asma Anak di Rumah Sakit Anak Montefiore di New York, kepada USA Today.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tergantung keparahan, kesulitan bernapas bisa bervariasi dari ketidaknyamanan ringan sampai menyebabkan gangguan berat pada kualitas tidur, berolahraga, tak masuk kerja atau sekolah, sampai kondisi paru-paru yang lebih ringkih, terkadang sampai mengancam nyawa.

"Asma bisa episodik atau kronis karena mempengaruhi setiap orang secara berbeda dengan sebagian hanya mengalami gejala ringan dan yang lain bergejala berat," papar  Dr. Joshua Burkhardt, spesialis asma, alergi, dan imunologi di Revere Health di Utah.

Salah satu alasan penyakit asma sering tak terdiagnosa karena tes biasanya menuntut kerja sama dan upaya dari pihak penderita dan kebanyakan anak kecil tak mampu melakukannya, kata Burkhardt. Ia menjelaskan tes yang paling bisa dipercaya disebut tes fungsi paru-paru dengan cara bernapas melalui tabung untuk mengukur efisiensi aliran udara. Ada juga tes darah untuk memastikan jenis peradangan.

Berbagai faktor risiko
Penyebab asma sendiri belum diketahui secara pasti namun faktor keturunan bisa meningkatkan risiko terkena penyakit ini, ujar Dr. Deena Avner, spesialis paru anak di Atlantic Health System di New Jersey. Misalnya juga orang tua penderita asma, peluang anak juga mengalaminya 3-6 kali lipat.

"Asma juga lebih umum pada pemilik riwayat alergi, seperti eksim dan alergi serbuk sari," tambahnya.

Faktor kerenantanan di masa kecil, seperti terlahir dengan berat badan rendah atau lahir prematur bisa mempengaruhi perkembangan paru-paru dan meningkatkan risiko asma. 

"Paparan infeksi viral di masa kecil juga bisa meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini," jelas Conrad.

Faktor lingkungan seperti polusi udara dan alergen macam debu dan kutu juga bisa meningkatkan risiko asma. "Kemudian, anak atau orang dewasa yang kelebihan berat badan atau obesitas berisiko lebih tinggi terserang asma," kata Avner.

Jika menderita asma, serangan bisa terjadi akibat berolahraga, udara dingin atau perubahan suhu tiba-tiba, infeksi pernapasan (bahkan karena flu biasa), menghirup zat kimia dari rokok, cairan pembersih, polusi udara, minyak wangi, dan kondisi stres atau cemas, jelas Burkhardt.

Meski tak bisa disembuhkan, penyakit asma bisa dikontrol dengan obat-obatan tertentu. Contohnya obat hirup seperti steroid yang bisa meredakan peradangan dan bronkodilator yang membantu melapangkan jalan udara. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus