Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hampir semua orang saat ini sedang fokus pada upaya penanganan pandemi Covid-19 sehingga perhatian terhadap kasus-kasus kesehatan lain seperti terabaikan. Padahal, berbagai risiko penyakit semakin ketat mengintai, salah satunya overactive bladder atau OAB, yang ditandai dengan sering buang air kecil, bahkan tanpa disengaja air seni keluar tak bisa ditahan alias ngompol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam beberapa waktu terakhir, kasus OAB banyak terjadi dan cenderung tidak mendapatkan prioritas berlebihan. Desiree Vrijens dari Pusat Universitas Maastricht di Belanda dan Francois Hervé dari Cliniques Universitaires Saint-Luc di Brussels dan Rumah Sakit Universitas Ghent, Belgia, mengkaji hubungan antara kecemasan, depresi, dan OAB, plus mengompol serta gejala yang timbul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka menemukan ada hubungan antara kecemasan, gejala depresi, dan kandung kemih yang terlalu aktif. Pandemi COVID-19 berdampak besar pada kondisi emosi dan psikis seseorang, termasuk meningkatkan kecemasan, depresi, isolasi sosial, dan berkurangnya akses ke fasilitas perawatan kesehatan. Meskipun pada sebagian orang OAB dianggap tidak berbahaya jika tanpa faktor yang memberatkan, ancaman infeksi virus corona dapat menjadi faktor risiko penyakit menjadi semakin berat.
Spesialis dan konsultan urologi wanita dan neuro-urologi, Harrina E. Rahardjo, dari Siloam Hospital Asri menjelaskan kandung kemih overaktif atau OAB sebenarnya merupakan masalah pada fungsi penyimpanan kandung kemih. Keluhan ini banyak terjadi dan mungkin terjadi kapan saja, bahkan risiko semakin meningkat saat pandemi COVID-19.
Keluhan OAB umumnya menyebabkan dorongan untuk buang air kecil secara mendadak dan tidak bisa dikontrol atau keluarnya urine tanpa disadari atau inkontinensia urine. Penyebab utama OAB terdapat kesalahan pengiriman sinyal antara otak dan kandung kemih. Otot kandung kemih berkontraksi terlalu awal walaupun kandung kemih belum penuh.
“Kontraksi ini memicu rasa ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya," tutur Harrina.
Baca juga: 4 Cara Mencegah Anak Ngompol di Malam Hari
Hal itulah yang membuatnya menyarankan agar orang jangan menganggap sepele kebiasaan sering kencing atau beser. Ia menjelaskan ginjal berfungsi menyaring darah dan menghasilkan urine. Urine yang terbentuk lalu dialirkan menuju kandung kemih untuk ditampung sementara. Pada ujung kandung kemih terdapat sfingter (otot berbentuk cincin) yang menahan urine agar tidak keluar.
“Secara normal, ketika kandung kemih mulai penuh, otak akan mengirimkan sinyal menuju saraf kandung kemih untuk segera buang air kecil. Otot kandung kemih pun berkontraksi, sfingter terbuka, dan urine akhirnya keluar dalam proses buang air kecil," katanya.
Ada sejumlah kondisi penyebab OAB, yaitu gangguan saraf akibat stroke atau multiple sclerosis. Selain itu karena infeksi saluran kemih dengan gejala yang mirip kandung kemih overaktif, perubahan hormon selama menopause, dan kerusakan saraf akibat penyakit diabetes. Bahkan, bisa juga karena adanya tumor atau batu pada kandung kemih serta pembesaran prostat, sembelit, atau efek samping operasi dan konsumsi obat-obatan yang meningkatkan produksi urine.
"Dan mengonsumsi alkohol serta kafein atau terjadi penurunan fungsi kandung kemih seiring bertambahnya usia," Harrina menjelaskan sejumlah kondisi penyebab OAB.
Beberapa orang menganggap OAB sebagai gangguan dan umum dialami lansia. Meski demikian, hal ini bukan berarti boleh dianggap wajar. Jika gejala yang dialami mulai mengganggu kehidupan sehari-hari, Harrina menyarankan segera ke dokter untuk konsultasi dan penyembuhan.
Dari sisi pengobatan, bisa melalui pemberian obat setelah ditemukan adanya OAB, penggunaan terapi dan alat. Contohnya penanganan latihan otot dasar panggul, lalu stimulasi saraf. Secara spesifik, penanganan OAB dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya pemeriksaan tambahan, seperti cek urine, catatan harian berkemih (applikasi di playstore dan android), kuesioner bergejala, past void residual. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan radiologi yaitu USG.
"Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karenanya dengan terapi perilaku gaya hidup dan diiringi dengan mengurangi konsumsi kafein, menjaga berat badan, olahraga atau senam, dan berhenti merokok merupakan langkah yang ideal," ujar Harrina.