Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sampai kini, kusta masih menjadi penyakit kulit yang ditakuti dengan stigma negatif yang masih melekat di masyarakat. Bagaimana membedakannya dengan panu? Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (kusta) Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sri Linuwih SW Menaldi, mengungkapkan perbedaan bercak putih panu dengan kusta. Salah satunya disertai mati rasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kusta itu kelainan kulit yang menyerupai banyak penyakit kulit yang lain dan mungkin kelainan itu tidak terasa atau mati rasa. Hal yang membedakannya dengan panu, lebih banyak di area terbuka, itu mati rasa," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengajar di Departemen Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu juga mengatakan ada sedikit kemerahan di bagian pinggir bercak putih pada kusta. Walau begitu, ada kalanya seluruh bercak justru berwarna merah. Lokasi bercak panu umumnya di area yang tertutup pakaian sementara kusta biasanya dijumpai di bagian pipi, lengan, siku, dan sebagian di punggung.
"Kemudian kalau panu biasanya kecil-kecil ukurannya. Tetapi kalau panunya luas banget bisa juga. Lalu, panu gatal dan bersisik, kelihatan sekali," jelasnya.
Tak ada gejala
Menurut Sri, kadang penyakit kusta justru tak menunjukkan gejala atau terlihat mata karena bakteri penyebab kusta, Mycobacterium leprae, tidak merusak saraf atau hanya merusak saraf tetapi di bagian ujung. Dia menyarankan mereka yang menemukan bercak putih di tubuh dan tidak sembuh dengan pengobatan mandiri selama berbulan-bulan untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui penyebabnya dan segera mendapatkan pengobatan apabila memang positif kusta.
"Kalau tidak sembuh-sembuh, tidak ada perubahan, dia harus berobat, terutama kalau tidak merasa apa-apa, enggak gatal, enggak sakit. Ketika berusaha mengobati dalam beberapa bulan begitu-begitu saja, segera harus berobat," jelas Sri.
Pasien kusta yang tak mendapatkan penanganan atau pengobatan berisiko mengalami disabilitas, yang merupakan komplikasi permanen pada kusta dan menyebabkan keterbatasan melakukan aktivitas serta partisipasi dalam kegiatan sosial. Menurut Kementerian Kesehatan, pasien kusta cenderung memiliki derajat disabilitas fisik progresif dengan probabilitas 35 persen.
Indonesia sebenarnya telah mencapai eliminasi kusta secara nasional dengan prevalensi kurang dari satu per 10.000 penduduk pada 2020. Namun, pada 2022 ditemukan tujuh provinsi dan 113 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi penyakit kusta. Data Kementerian Kesehatan tahun 2022 menunjukkan 12.416 kasus kusta baru ditemukan pada 2022 dengan proporsi kusta tanpa disabilitas sekitar 82,9 persen.
Pilihan Editor: Perlunya Deteksi Dini Penyakit Kusta untuk Cegah Kecacatan