Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Cara Berkomunikasi dengan Anak yang Tak Dianjurkan Psikolog

Hindari cara berkomunikasi yang agresif maupun pasif dengan anak. Psikolog memberi contohnya.

7 Juni 2024 | 11.43 WIB

Ilustrasi orang tua bicara dengan anak. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi orang tua bicara dengan anak. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog anak Fabiola Priscilla, meminta orang tua menghindari cara berkomunikasi yang agresif maupun pasif dengan anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Misalnya ketika orang tua mengeluarkan kalimat, 'Enggak usah pulang-pulang sekalian,' kepada anak karena kesal melihat anak tidak kunjung pulang ke rumah setelah bermain di luar rumah. Itu merupakan contoh pola komunikasi yang agresif," kata Fabiola dalam seminar mengenai kiat mengatasi stres pada orang tua dalam mempersiapkan anak kembali sekolah yang di Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia itu juga mencontohkan gaya komunikasi pasif, yaitu saat orang tua mengomentari nilai ulangan anak hanya 70, disindir dengan kalimat, "Aduh anak tetangga bisa 80, masa kamu tidak bisa dapat 85."

"Dua-duanya bisa menyakiti anak, makanya tidak dianjurkan. Kami menganjurkan penerapan pola komunikasi asertif, yaitu sampaikan apa yang diharapkan orang tua kepada anak dan ajarkan juga cara melakukannya," jelas Fabiola.

Cek potensi anak
Dia mencontohkan gaya komunikasi asertif, yaitu saat orang tua mengatakan kepada anaknya, "Mama harap kamu pulang jam 4 sore supaya kamu bisa mandi dulu sebelum main. Mama yakin kamu bisa melakukan itu."

Kalau mendengar kalimat tersebut, alam bawah sadar anak bisa lebih mudah mempersepsikan aturan yang dibuat orang tua. Sementara itu, Kepala Sekolah Dasar BPK Penabur Pondok Indah, Evert F. Fanggidae, mengatakan anak didik seharusnya difasilitasi ketika diminta guru melakukan sesuatu. 

Ia sangat tidak setuju dengan guru yang memaksa anak didik untuk berbuat sesuatu lebih baik. Contoh, ada anak yang belajar secara lambat di kelas. Kalau guru memaksa anak tersebut belajar lebih cepat maka suasana kelas bisa menjadi tidak efektif lagi bagi anak didik yang lain, termasuk guru pun bisa kurang efektif dalam mengajar.

"Sebaiknya anak (yang lambat belajarnya) diajak mengobrol dulu untuk melihat potensinya itu ada di mana, lalu fasilitasi semua yang dia suka," saran Evert.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus