Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Departemen bebas rokok departemen bebas merokok

Instruksi Menteri Kesehatan melarang semua pegawai/pejabat Departemen Kesehatan merokok di ruang kerja. Untuk memberi contoh membiasakan hidup sehat. Aada tiga bahan rokok yang membahayakan kesehatan.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI setiap sudut ruang kerja Departemen Kesehatan RI, kini terpampang "Dilarang Merokok di Ruangan Ini". Maka, tidak terlihat lagi kepulan asap rokok yang keluar dari mulut atau hidung pegawai, maupun yang gentayangan di ruang kerja. Kantor Departemen Kesehatan di Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta, sejak pekan lalu bebas total dari polusi asap rokok. Bukan lantaran bulan Ramadan yang membuat perokok menghentikan produksi asap rokok pada siang hari. Tapi memang ada instruksi Menteri Kesehatan melarang semua pegawai bawahannya merokok di ruang kerja. "Kepulan asap rokok tidak saja menimbulkan gangguan kesehatan bagi si perokok sendiri tapi juga bagi orang lain yang tidak merokok yang berada di sekitar si perokok," kata Menteri Kesehatan dr. Adhyatma, M.P.H., kepada TEMPO pekan lalu. Untuk melaksanakan instruksi Menkes itu berbagai larangan merokok dipasang di mana-mana. Tanpa toleransi, tidak ada satu pun ruangan boleh kena asap rokok. "Ya, kalau mau merokok, bisa merokok di teras atau di ruang terbuka sekitar sini," kata pejabat Hubungan Masyarakat Depkes dr. Sumaryati Aryoso. Sebetulnya, sejak setahun lalu Adhyatma sudah mengimbau secara lisan bawahannya agar tidak merokok di ruang kerja. Pada acara resmi maupun tidak, ia menyerukan pada pegawai di jajaran Depkes untuk menghargai rekannya yang tak merokok. "Hasilnya lumayan. Paling tidak, sejak awal tahun ini perlahan-lahan tak terlihat lagi pegawai di sini merokok di ruang kerjanya," kata Sumaryati. Kemudian, awal April lalu imbauan Menteri Adhyatma tersebut tak hanya terbatas mengimbau saja karena sejak 28 Maret lalu dituang dalam bentuk instruksi khusus Menteri. Instruksi ini tercatat bertujuan mengatur seluk-beluk lingkungan kerja yang bebas asap rokok. Instruksi berlaku bagi semua pegawai atau pejabat lingkungan Depkes, dari pusat sampai daerah. Setelah masa transisi, akhir April, instruksi berlaku efektif. Instruksi ini meliputi keharusan menjadikan tempat kerja pada semua unit bebas dari asap rokok. Untuk mewujudkan hal ini, diberlakukan larangan merokok bagi semua pejabat dan karyawan. Termasuk tamu dan pengunjung di semua unit kerja. Larangan merokok pada lingkungan tempat kerja bagi para pejabat dan karyawan Departemen Kesehatan agar dilaksanakan secara konsekuen dan bertanggung jawab, "sehingga dapat menjadi panutan bagi masyarakat," begitu alinea terakhir instruksi. Namun, Menteri agaknya masih mau menghormati hak mereka yang memutuskan untuk terus mau merokok. Pada instruksinya tercantum janji menyediakan tempat atau ruangan khusus bagi perokok. Tapi penempatanya sedemikian rupa hingga tidak mengganggu lingkungan kerja. Menurut Adhyatma, instruksi itu merupakan suatu upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. "Bukan kampanye antirokok, dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan kampanye antirokok internasional. Tapi hal ini kampanye untuk hidup sehat," katanya. Ia juga menegaskan tak bermaksud melarang pejabat dan karyawan Depkes merokok. Kalau memang kebelet merokok, silakan saja. "Asal jangan di ruang kerja yang bisa mengganggu kesehatan orang lain yang tak merokok. Misalnya merokok di tempat terbuka, di pelataran, atau tempat-tempat khusus merokok yang disediakan," katanya. Apakah larangan merokok ini juga akan diteruskan ke departemen lain, atau mungkin malah ke tempat-tempat umum? "Wah kalau itu bukan wewenang saya," kata Adhyatma. Namun, ia berharap kebijaksanaannya ditiru departemen lain. "Pegawai Departemen Kesehatan sebagai karyawan kesehatan harus memberi contoh dan menjadi panutan dalam membiasakan hidup sehat," kata Adhyatma. Wahono, 53 tahun, karyawan Depkes pusat yang mengaku dulunya perokok berat, merasa diuntungkan oleh instruksi Menkes. Kini ia berhenti merokok, setelah berangsur-angsur menguranginya. "Saya ini bekas perokok, tapi jika duduk berdekatan dengan orang yang merokok kepala saya pusing dan terasa mual," kata pegawai yang sudah bekerja 30 tahun itu. "Sekarang saya bisa bekerja lebih tenang karena teman di sekitar saya sudah tak lagi merokok di ruang kerja ini." Seorang karyawan lain yang tak mau disebut namanya mengaku terganggu. Baginya tidak masuk akal harus merokok di tempat khusus. "Merokok yang paling nikmat saat kita ingin merokok. Kalau kita ingin merokok dan harus ke tempat khusus rasanya kurang nikmat." Tapi sebagai orang Timur, ujar pegawai tadi, ia merasa harus menjaga kesejahteraan teman yang tidak merokok. Ia bisa menerima instruksi Menteri. Untuk membangun motivasi Departemen Kesehatan menyebarkan brosur yang menyebutkan, ada tiga bahan rokok yang membahayakan kesehatan: nikotin, karbon monoksida, dan tar. Setiap batang rokok yang terisap mengandung 2-3 mg nikotin yang dapat menaikkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung, hingga pekerjaan jantung menjadi lebih berat. Selain itu, nikotin juga menyebabkan ketagihan. Karbon monoksida gas beracun yang tak berbau, terdapat pada asap rokok. Karbon monoksida dalam rokok dapat mengikat dirinya pada sel-sel darah merah. Akibatnya, oksigen tersingkir dan tak dapat digunakan tubuh. Efek lainnya, pembuluh darah akan menyempit dan mengeras. Keadaan ini potensial dalam mengakibatkan penyumbatan. Satu batang rokok mengandung 3-6% karbon monoksida. Rokok juga mengandung tar. Sebatang sigaret menghasilkan 10-20 mg tar. Tar merupakan kumpulan senyawa kimia yang berasal dari daun tembakau, ditambah bahan sigaret lainnya. Kadar tar dalam rokok inilah yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dilakukan Depkes tahun 1972, 1980, dan 1986, tampak jelas bahwa proporsi kematian yang disebabkan karena penyakit jantung dan kanker makin meningkat. Dari hasil penelitian itu termasuk paling tinggi angka kanker paru-paru. Sedikit banyak kanker ini ada hubungannya dengan merokok. Heddy Lugito

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus