Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Deteksi Cepat Tuberkulosis Resisten Obat dengan Metode NGS

Metode Next Generation Sequencing (Metode NGS) bisa bantu deteksi tuberkulosis resisten obat hanya dalam 1-2 hari.

31 Maret 2022 | 06.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi obat Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit tuberkulosis masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Jumlah pasien dengan tuberkulosis sensitif obat, dan pasien tuberkulosis resisten obat pun semakin bertambah. Salah satu cara untuk mempercepat deteksi penyakit tuberkulosis adalah dengan metode Next Generation Sequencing (Metode NGS). "Next Generation Sequencing (NGS) dapat digunakan untuk deteksi resisten obat secara lebih cepat," kata Dokter spesialis patologi klinik, Francisca Srioetami Tanoerahardjo, dalam konferensi pers virtual berjudul 'Bagaimana Genomic Sequencing Membantu Negara Melawan Penyakit Berusia 140 Tahun, Tuberkulosis (TB)' pada 24 Maret 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu TBC Sensitif Obat (TBC SO) dan TBC Resisten Obat (TBC RO). TBC SO adalah kondisi di mana kuman Mycobacterium tuberculosis masih sensitif terhadap obat anti tuberkulosis dengan masa pengobatan selama kurang lebih 6-9 bulan, sedangkan TBC RO adalah kondisi di mana kuman Mycobacterium tuberculosis telah mengalami kekebalan terhadap obat anti tuberkulosis. Masa pengobatan bagi orang dengan TBC RO dapat berkisar antara 9-24 bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan Global TB Report 2020, diperkirakan terdapat 24.000 kasus TBC Resisten Obat (TBC RO) di Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah ini, berdasarkan data rutin Program Nasional Penanggulangan TBC, pada tahun 2019 baru ditemukan 11.463 kasus TBC RO, atau terdapat kesenjangan 52,5 persen dari perkiraan kasus yang ada. Dari 11.463 kasus tersebut, hanya 5.531 atau 48,3 persen pasien yang sudah memulai pengobatan, dengan angka keberhasilan pengobatan berkisar di antara 49-51 persen dan angka putus pengobatan 24-26 persen per tahun.

Besarnya kesenjangan penemuan kasus dan sedikitnya orang dengan tuberkulosis resisten obat yang memulai pengobatan menunjukkan bahwa masih banyak pasien yang belum dapat mengakses layanan dan diagnosis pengobatan. Di sisi lain, besarnya angka putus pengobatan yang berada pada kisaran 24-26 persen turut mempengaruhi angka keberhasilan pengobatan dan meningkatnya resiko penularan tuberkulosis resisten obat di masyarakat.

Rob Mcbride, Senior Director Sales, Asia Pacific and Japan, Illumina (kiri) dan Dokter spesialis patologi klinik dan peneliti tuberkulosis, Dr. dr. Francisca Srioetami Tanoerahardjo, SpPK., pada konferensi pers virtual berjudul 'Bagaimana Genomic Sequencing Membantu Negara Melawan Penyakit Berusia 140 Tahun, Tuberkulosis (TB)' pada 24 Maret 2022.

Francisca mengatakan metode NGS ini bisa menjadi salah satu cara untuk menentukan obat terbaik dalam menangani kasus tuberkulosis. Dengan metode NGS, masyarakat bisa mengetahui seluruh genome Mycobacterium tuberculosis yang akurat. Selain itu bisa juga dideteksi mutasi-mutasinya. NGS dapat merevolusi akses universal terhadap pengujian kerentanan obat yang lebih cepat, akurat dan dapat digunakan secara rutin. "Hal itu penting dilakukan untuk pasien tuberkulosis karena setelah kerentanan obat diidentifikasi, dokter bisa lebih cepat menentukan pengobatan mana yang paling tepat untuk memerangi penyakit tersebut. Hal tersebut akan membantu mengurangi penyebaran penyakit dan mencegah memburuknya tuberkulosis resisten obat," kata Francisca.

Pemeriksaan semacam ini, menurut dia, sangat penting untuk surveilans penyakit menular yang bisa menyebabkan wabah seperti halnya penyakit tuberkulosis. Jika tes seperti ini dilakukan secara rutin untuk surveilans, dampaknya terhadap eradikasi TBC sangat jelas karena sudah tahu mana yang akan ditargetkan. "Pengaruhnya juga ada untuk memperpendek masa pengobatan, karena lebih cepat dideteksi adanya resistensi obat, dan dokter juga bisa lebih cepat memutuskan pengobatan yang mana," kata Francisca.

Francisca mengatakan dalam pengecekan yang sederhana, biasanya para ahli akan melakukan pengujian obat dengan durasi lama. Pengecekan sederhana, kuman tuberkulosis akan dikembangbiakkan, lalu obat akan dites satu-persatu ke kuman tersebut. Para ahli akan melihat apakah kuman itu tumbuh ketika terkena obat - obat tertentu. "Nanti hasil perbanyakan kuman itu, dipapar dengan obat. Cara pemeriksaan kultur tadi bisa dilakukan paralel dengan banyak obat," kata Francisca.

Menurutnya, mendeteksi obat dengan cara lama ini bisa memakan waktu 1-2 bulan untuk mendapatkan hasilnya. Sedangkan dengan metode NGS, yang menggunakan sampel dahak, pasien bisa mengetahui obat mana yang kebal dengan kuman tuberkulosis hanya dalam waktu 1-2 hari saja. "Lebih dini penanganan kasusnya, lebih cepat selesai ending tuberkulosisnya" kata Francisca.

Senior Director Sales Asia Pacific and Japan, Illumina, Robert McBride mengatakan metode NGS ini bisa menurunkan pengobatan dalam menangani masalah tuberkulosis. "Selama 20 tahun terakhir, lebih dari 66 juta nyawa terselamatkan melalui diagnosis, pencegahan, dan pengobatan TBC yang lebih akurat," ujarnya dalam acara yang sama.

McBride memperkirakan harga deteksi melalui metode NGS ini adalah AS 400 dolar atau sekitar Rp 5,7 juta. McBride mengatakan, banyak orang yang hanya fokus pada biaya tes yang relatif mahal, padahal dampak dari tes ini sangat besar, terutama pada sistem pembiayaan kesehatan dan ekonomi.

Menurutnya, metode NGS ini bisa digunakan secara luas di dunia kesehatan. Selain untuk menguji resistensi obat pada pasien tuberkulosis resisten obat, metode NGS juga bisa digunakan untuk terapi target pengobatan kanker, mendeteksi kelainan pada janin hingga penanganan pandemi Covid-19 serta pengembangan vaksin.

Metode NGS bisa dilakukan secepatnya setelah pasien terdiagnosis terinfeksi tuberkulosis. Pasien anak juga boleh menggunakan metode ini. Timnya pun ikut bermitra dengan pemerintah Indonesia untuk memperluas akses tes tuberkulosis untuk menangani penyakit yang sudah berusia 140 tahun tersebut. "Setelah hasil strain diidentifikasi, dokter dapat memulai pengobatan yang tepat, hal tersebut dapat mengurangi penyebaran penyakit dan mencegah memburuknya resistensi obat," katanya.

BacaRSUI Buka Layanan Tuberkulosis Resisten Obat, Bisa untuk Pasien BPJS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus