PENDERITA tumor ganas usus besar cukup banyak rupanya. Selama 4
tahun terakhir bagian patologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Pajajaran, Diponegoro, Andalas dan Airlangga berhasil
mengumpulkan 1000 kasus. Kalau di Eropa, diserangnya mereka di
atas usia 40-an. Tapi di Indonesia, 40% di bawah 40 tahun.
Malahan ada yang berumur 8 tahun di Padang.
Sebagaimana kanker pada umumnya tak diketahui apa penyebab mmor
ganas yang menyerang usus besar ini. Dokter menganjurkan
operasi. Bila bagian usus yang terserang tumor dibedah, anus tak
berfungsi. Untuk menunggu bagian bawah dari tempat yang
dioperasi itu sembuh, kotoran si pasien disalurkan lewat usus
keluar dinding perut dan ditampung dalam kantong kolostomi.
Terbuat dari plastik yang direkatkan ke perut, kantong ini
sebuah Rp 800 dan tiap hari harus diganti.
Penderita semacam itu masih mujur karena ususnya masih bisa
dipertautkan begitu sembuh bekas operasinya. Tapi kalau bagian
usus yang terserang dekat benar dengan anus, orang ini seumur
hidup membawa kantong kolostomi di pinggangnya. Sungguh repot
hidup ini dibuatnya. Sebab kotoran keluar tanpa mengenal sikon.
Kapan ia mau mengalir, menumpuklah ia di kanrong kolostomi.
Kadang-kadang ia berhamburan, meluap dari kantong.
Drs Sutanto, 56 tahun, Letkol purnawirawan yang pernah menjabat
sekretaris II TB Simatupang, termasuk orang yang mujur bisa
menjinakkan keluarnya kotoran. Cukup banyak sukadukanya dengan
kantong kolostomi itu. Ia pernah lari terbirit-birit di sebuah
pesta karena bunyi prepetan di balik bajunya. "Tapi kalau sudah
mengenal sifatnya, sedikit aman," cerita pensiunan itu.
Untuk mengatasi "banjir" mendadak dari kantong kolostomij tiap
pagi atau 1 jam setelah makan malam, ke dalam usus yang terletak
di perut, dimasukkannya cairan sabun campur air hangat. Kontan
kotoran pun keluar. Untuk menjaga kondisi perut supaya Jangan
menceret, ia berpantang makanan bersantan dan yang pedas. Dengan
begitu selama 7 sampai 8 jam ia aman dari serangan "kantong".
Agar Lebih Mantap
Di malam hari kantong kolostomi memang sangat mengganggu.
Baru-baru ini ada seorang ibu yang mencoba bunuh diri setelah
mengetahui suaminya menjalani operasi di luarnegeri. Ketika
kembali pulang, di perutnya menggantung kantong hajat besar.
Beberapa dokter menganggap penting adanya sebuah perkumpulan
pasien kolostomi. "Dengan klub kolostomi itu mereka bisa
bertukar pikiran tanpa perasaan rendah diri yang biasanya
menghinggapi penderita," tutur dr Hermansjah Kartowisastro, 38
tahun, dari bagian bedah RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Pertemuan di antara para pemakai kantong kolostomi itu memang
berlangsung saban hari Kamis di, RSCM. Kadang-kadang hadir 10
orang. Dalam pertemuan itu mereka saling bertukar pendapat dan
pengalaman untuk meringankan penderitaan. Namun dr Hermansjah
ingin agar pertemuan itu berkembang lebih mantap. Sudah sejak 2
tahun lalu ia berniat membuat perkumpulan itu.
Perkumpulan itu, jika ada, mungkin juga bisa membantu pasien
yang tidak mampu Tinggi biaya untuk penyakit ini Dalam sebulan
paling tidak diperlukan Rp 100.000 untuk obat dan penyinaran.
Belum termasuk ongkos operasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini