Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Gila Pamer Kekayaan, Betulkah Flexing Tanda Kurang Percaya Diri?

Beberapa orang semakin gencar melakukan flexing di media sosiat. Apakah gangguan mental atau tanda tanda kurang rasa percaya diri?

2 Februari 2022 | 13.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Adanya sosial media membuat beberapa orang semakin gencar melakukan flexing atau memamerkan sesuatu, seperti sepatu mahal, rumah, mobil, maupun harta benda lainnya. Pertanyaannya, bagaimana tren flexing dimulai?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip situs SL di alamat strategylab.ca, sebenarnya perilaku pamer kekayaan agar terlihat mencolok telah disebut sejak 1899 oleh Thorstein Veblen dalam bukunya The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions. Jadi, flexing hanyalah istilah moderen untuk perilaku suka pamer di masa kini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diketahui, istilah flexing membooming tatkala kakak beradik Rae Sremmurd menciptakan lagu viral berjudul "No Flex Zone", yang berarti area untuk orang-orang santai, bersikap seperti dirinya sendiri, dan tidak pamer atau pura-pura menjadi pribadi yang berbeda.

Dapat disimpulkan, dalam bahasa gaul, orang yang berprilaku flexing dikonotasikan sebagai orang yang membohongi publik dengan pamer kekayaan, meski realitanya tidak seperti yang dipamerkan. Banyak pula pendapat bahwa kata flexing berarti orang yang palsu, memalsukan, atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan.

Flexing Tanda Rendah Rasa Percaya Diri

Kembali mengutip strategylab.ca, penelitian menemukan bahwa ketika seseorang merasa rendah diri, ia cenderung membeli barang-barang mahal atau mewah. Dalam Brandwashed karya Martin Lindstrom, anak-anak dengan harga diri yang lebih rendah cenderung mengandalkan nama merek daripada anak-anak dengan harga diri yang lebih tinggi.

Lindstrom menyebutnya “semakin besar logo pada pakaian, semakin rendah harga diri”. Perilaku flexing juga kerap digunakan seseorang untuk memberi sinyal kalau dirinya memiliki banyak uang.

Meski begitu, tak ada salahnya seseorang melakukan flexing di media sosial. Menurut laman Psychology Today, terkadang kepercayaan diri seseorang dapat bergantung pada hal-hal yang ia capai. Pencapaian ini berwujud rasa bangga yang kemudian ia pamerkan atau flexing ke media sosial untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri.

DELFI ANA HARAHAP 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus