Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Jadikan Protokol Kesehatan Sebagai Gaya Hidup, Bukan Beban

Pakar meminta pelaksanaan protokol kesehatan dijadikan gaya hidup selama pandemi Covid-19, bukan beban.

7 Desember 2020 | 13.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi anak mencuci tangan/UNICEF

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar antropologi masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, mengatakan protokol kesehatan yang meliputi 3M (#pakaimasker, #jagajarak, #cucitangan) harusnya telah menjadi gaya hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jika berbulan-bulan kita menjalani protokol kesehatan, maka semestinya kita sudah sampai pada taraf sudah terbiasa menjalani 3M," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Nasrullah, sejatinya masyarakat bukan lagi menjalankan protokol kesehatan atas anjuran hingga sanksi pemerintah melainkan ada kesadaran akan terasa kurang, mengganjal, atau tidak nyaman, bahkan terasa rugi jika 3M tidak dijalankan. Agar protokol 3M menjadi kebiasaan, dia pun mengusulkan penggunaan masker mampu bertransformasi dari fungsi medis menjadi fungsi estetis.

Alasannya, ketika masker diperuntukkan bagi umum demi pencegahan wabah tidak serta merta masyarakat mengikutinya. Masker biasanya digunakan untuk kalangan tertentu karena bukan praktik dari kehidupan sehari-hari. Karena itu fungsi estetis tanpa meninggalkan fungsi medis menjadi penting agar penampilan pengguna masker mampu masuk ke ranah gaya hidup.

"Sudah banyak masker seperti ini dengan bentuk sangat menarik, maka akan dapat menjadi gaya hidup penggunanya. Namun, sekali lagi, tanpa meninggalkan fungsi medis," ujar alumni S2 Antropologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.

Kemudian, untuk menjaga jarak, menurutnya perlu bahasa atau ungkapan yang mudah dipahami masyarakat dalam mengedukasi atau menyampaikan ajakan. Nasrullah menilai institusi yang mampu menerapkan jaga jarak adalah sektor perbankan. Alasannya karena urusan uang dan dengan keberadaan petugas keamanan bank yang telah terlatih sebelumnya untuk menertibkan pengunjung dengan cara dan bahasa yang tidak menyinggung perasaan nasabah sehingga protokol jaga jarak lebih mudah dilaksanakan.

Selanjutnya, untuk mencuci tangan dengan sabun telah didukung penyediaan tempat air untuk mencuci tangan di berbagai tempat. Sekarang tinggal kesadaran masyarakat untuk senantiasa mencuci tangan dalam setiap kesempatan sesering mungkin.

"Jika ke masjid lima kali sehari, niscaya berwudhu dan mencuci tangan dengan sabun sudah pasti dilakukan lima kali pula. Belum lagi jika dilakukan dalam berbagai kesempatan lain, maka frekuensi cuci tangan akan semakin meningkat," tutur anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan COVID-19 itu.

Ditegaskan Nasrullah, menerapkan 3M menjadi penting agar setiap individu tidak menjadi pembunuh bagi diri sendiri dan orang lain. Sementara kasus COVID-19 sekarang banyak tanpa gejala sehingga tanpa sadar bisa kapan saja tertular dan menularkan.

*Artikel ini merupakan artikel kerja sama Tempo.co dengan #SatgasCovid-19 demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tegakkan protokol kesehatan, ingat selalu #pesanibu dengan #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan, dan #cucitanganpakaisabun.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus