Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak Ariani Dewi Widodo membantah kabar tak benar tentang vaksin. Salah satunya vaksin dapat menyebabkan autisme pada anak. Ia menjelaskan asal mula rumor itu di 1998 ketika dokter bernama Andrew Wakefield membuat penelitian kecil yang tidak valid, yang menyatakan bahwa vaksin MMR (campak, gondongan, rubella) berkontribusi pada gangguan perilaku dan perkembangan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi desainnya itu enggak benar, sampelnya kecil, kesimpulannya spekulatif, tapi heboh. Kalau istilah anak sekarang viral, langsung viral penelitiannya. Dan orang tua menjadi cemas karena risiko autisme," ujarnya dalam bincang “Lawan Diare Berat dengan Imunisasi Rotavirus” yang disiarkan Kementerian Kesehatan, Kamis, 23 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut dia ungkapkan sebagai respons sejumlah pertanyaan mengenai mitos dan fakta tentang vaksin. Dia mengatakan, penelitian tersebut diulang berjuta-juta kali pada anak-anak lain dan ternyata klaim tersebut tidak benar. Selain itu, kekhawatiran lain yang kerap muncul adalah mengenai timerosal, yaitu senyawa merkuri organik untuk mengawetkan vaksin.
"Tapi biasanya penggunaan timerosal itu hanya sangat kecil dan tidak ada bukti signifikan bisa menyebabkan masalah kesehatan, jadi mitos," tegasnya.
ASI bukan pengganti imunisasi
Menurutnya, vaksin dan imunisasi juga berfungsi untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit yang lebih spesifik. Hal tersebut berkebalikan dari rumor sering mendapatkan vaksin akan menyebabkan tubuh rentan terhadap virus.
"Yang terjadi adalah kalau ada kuman masuk maka tubuh akan memberikan perlawanan dengan membentuk tentara yang spesifik untuk kuman tersebut. Ini yang ditiru oleh imunisasi, diberikan kuman tapi kumannya itu lemah," paparnya.
Dia juga menyoroti pandangan orang bahwa ASI bisa menggantikan imunisasi, seperti jargon yang banyak beredar yaitu "imun is ASI". Ariani menilai imunisasi memberikan perlindungan yang lebih spesifik dibandingkan ASI sedangkan ASI untuk meningkatkan daya tahan tubuh.