INI kasus hukum yang baru pertama kali terjadi: seorang warga negara sipil menggugat instansi millter. Yang digugat pun tak tanggung-tanggung: Oditurat Militer Tinggi alias Otmilti. Bukan apa-apa. Instansi yang biasanya hanya berhubungan dengan anggota militer itu, sejak pertengahan bulan lalu, digugat dalam perkara perdata. Pengadilan Negeri Bale Bandung di Kabupaten Bandung tampaknya menghadapi perkara yang sedikit alot. Pada persidangan pertama, pertengahan bulan lalu, tergugat, yakni Kolonel Karuntu, S.H., kepala Otmilti II Barat, yang berkedudukan di Jakarta, tidak hadir, sehingga sidang ditunda. Pada persidangan kedua, Sabtu siang pekan lalu, Mayor E. Elgin dari Badan Pembinaan Hukum ABRI - yang mewakili tergugat - belum dapat memberikan Jawaban karena belum menerima salinan gugatan. Sidang pun ditunda dua minggu lagi. Ceritanya agak berbelit. Pada tahun 1980, Dokter Ny. Merzaini Hadi membeli rumah seluas 180 m2 di tepi Jalan Raya Ujungberung, milik Ny. Ara Nengsih. Setelah diteliti, ternyata, rumah itu benar-benar milik sah pasiennya, dan tidak dalam sengketa. Maka, dokter itu pun membelinya seharga Rp 7,5 juta. Segera setelah itu dibuatlah perjanjian pengikatan jual beli di hadapan Notaris Susana Zakaria, S.H, disusul akta jual beli di hadapan camat Ujungberung. Tak lama kemudian, Juli 1983, Merzaini mendapat serbfikat dari Kantor Agraria Kabupaten Bandung. Tapi, baru satu tahun dr. Ny. Merzaini bersama rekannya, dr. Ny. Lestari Dewiningsih, menggunakannya untuk berpraktek, tiba-tiba muncul papan pengumuman yang dipasang Panitia Lelang Otmilti II Barat. Bunyinya mengejutkan: "Rumah dan bangunan ini akan dijual lelang pada tanggal 12 Oktober 1983 di Jalan R.E. Martadinata No. 59, Bandung". "Saya kaget, dan merasa ditipu oleh penjualnya," ujar Ny. Merzaini, 32, tamatan FK Unpad itu. Ibu dua orang anak yang bertubuh kecil itu pun menggugat Ny. Ara Nengsih - yang ternyata juga terheran-heran. "Saya belum pernah menjual rumah itu kepada orang lain selain kepada Ny. Merzaini," katanya. Tapi, tiba-tiba, 29 September 1983, rumah itu disita untuk jaminan Dan, sementara rumah tersebut berada di bawah penguasaan Pengadilan Negeri Bale Bandung, Otmilti melelangnya pada 12 Oktober 1983. Pemenangnya Marzuki Djokowidjojo (Jakarta) dengan harga Rp 5,6 juta. Perkaranya jadi semakin runyam. Ny. Merzaini tak mau melepas haknya, sedangkan Marzuki juga menuntut haknya pada Otmilti. Akhirnya, 21 Desember lalu, Otmilti mengosongkan rumah tersebut dengan paksa. Tak kurang dari Kolonel Karuntu, S.H. sendiri, selaku kepala Otmilti II Barat, turun ke lapangan. Padahal, sebelumnya, 14 Februari 1984, Pengadilan Negeri Bale Bandung telah memutuskan bahwa rumah dan tanah tersebu milik sah Merzaini. Karena merasa benar, Ny. Merzaini pun mengadu ke Mahkamah Agung dan Opstibpus. Dan belakangan, lewat kantor Pengacara S. Tanusubroto & Associates, ia menggugat Otmilti II Barat, Kantor Lelang Negara Kota Madya Bandung, dan Marzuki Djokowidjojo. "Rumah itu dalam status sita jaminan. Jadi, tak boleh dipindahtangankan," kata Tanusubroto. "Lantas kenapa Otmilti turun tangan mengosongkan rumah? Itu bukan haknya," tambahnya. Siapa yang berhak? Tentu saja, Kantor Lelang Negara (melalui Kantor Urusan Perumahan) atau pengadilan negeri. "Kasus ini adalah perkara perdata yang seharusnya diselesaikan melalui peradilan sipil di pengadilan negeri," ujar Tanusubroto lagi. Kalau memang benar begitu juntrungannya, kedudukan Otmlltl agak repot. Tapi mengapa Otmilti melelangnya tempo hari? Inilah rupanya yang jadi masalah. Dalam pemeriksaan terungkap, rumah tersebut pernah digadaikan Ny. Ara Nengsih kepada Mayor Abdul Madjid Fadjar, salah seorang bendaharawan pada sebuah instansi militer di Jawa Barat. Tapi Ny. Ara Nengsih sudah melunasi utangnya. Yang pertama Rp 1,7 juta (Oktober 1979) dan kedua Rp 1,3 juta (Desember 1980). "Jadi, saya sudah tidak punya utang lagi," kata Ny. Ara Nengsih, tegas. Suatu hari Mayor Abdul Madjid Fadjar ditahan - karena tersangkut perkara korupsi di instansinya. Rumah di Ujungberung itu diaku miliknya. Barangkali karena ia tidak tahu bahwa Ny. Ara Nengsih, lewat anaknya, telah melunasi utangnya sementara ia mendekam di tahanan Pom ABRI. Karena itu, Otmilti merampas dan melelang rumah itu. Kepala Otmilti II Barat, Kolonel Karuntu, membantah keras semua tuduhan terhadap instansinya itu. Rumah yang disengketakan itu, kata Karuntu, sebenarnya sudah dijual Ara Nengsih kepada Mayor Fadjar pada 1979. "Ada akta jual beli antara kedua pihak itu di hadapan camat setempat," kata Karuntu. Pada tahun itu pula, menurut Karuntu, rumah itu disita Dinas Provost Angkatan Darat. Setelah itu, ternyata, Ny. Ara Nengsih menjual lagi rumah itu kepada dr. Merzaini. Anehnya, kata Karuntu, dokter wanita itu nekat membeli rumah yang dalam status sitaan. Padahal, katanya, lurah setempat sudah memberi tahu sebelumnya. Lebih dari itu, menurut perwira menengah itu, Merzaini telah merusakkan segel yang dipasang di rumah itu. Berdasarkan itu, Karuntu merasa berhak melelang rumah tersebut. Adapun sita jaminan dari Pengadilan Negeri Bandung, menurut Karuntu, hanyalah kekeliruan pengadilan menyita barang yang sudah dirampas untuk negara. Ia bahkan berniat memperkarakan Ny. Ara Nengsih sebagai orang yang menjual rumah milik orang lain dan Ny. Merzaini sebagai penadah. "Itu tindak pidana," ujar Karuntu. Pihak mana yang benar dalam sengketa itu akan ditentukan Pengadilan Negeri Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini