Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika seseorang merasa pernah mengalami keadaan tertentu pada masa lampau yang persis sama dialami sekarang itu menandakan dejavu atau déjà vu. Dalam bahasa Prancis déjà vu berarti, sudah (pernah) terlihat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu dejavu?
Mengutip Healthline, dejavu menggambarkan sensasi telah mengalami sesuatu. Padahal itu belum pernah dialami sebelumnya. Dejavu dianggap tanda dari fenomena psikis potensial. Sekitar 60 hingga 70 persen orang dengan kesehatan baik pernah mengalami beberapa bentuk dejavu selama hidupnya. Pemandangan atau suara yang akrab bisa memicu perasaan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya, ketika seseorang berjalan ke sebuah ruangan di gedung yang belum pernah dikunjungi, tapi merasa sangat dekat mengetahui. Sebagian besar perasaan dejavu menghilang begitu cepat membuat sulit mengingat detail spesifik tentang pengalaman.
Mengutip WebMD, dejavu biasanya dialami orang berusia 15 tahun hingga 25 tahun. Tapi, secara bertahap akan hilang seiring bertambahnya usia. Adapun faktor umum penyebab dejavu, karena kesibukan, kelelahan, dan stres.
Jika sering bepergian atau sering mengingat mimpi, maka ada kecenderungan mengalami dejavu. Merujuk Penn Medicine, kebanyakan orang mengalami dejavu saat malam atau akhir pekan.
Mengapa bisa mengalami dejavu?
Para peneliti agak sulit mempelajari dejavu. Sebagian orang mengalami dejavu tanpa masalah kesehatan mendasar yang mempengaruhi. Namun, sebagian peneliti setuju, dejavu bertaut memori dalam beberapa cara, salah satunya orang yang epilepsi lobus temporal, yaitu kondisi aktivitas sel saraf terganggu yang bisa menyebabkan kejang.
Dejavu bisa juga dialami sebelum seseongan mengalami kejang. Faktor umum lobus temporal membentuk hubungan antara dejavu dan memori. “Memori disimpan di bagian otak yang disebut lobus temporal. Ingatan, peristiwa, dan fakta jangka panjang semuanya didorong ke area otak itu," kata Roderick C. Spears, seorang dokter di Penn Neurology Valley Forge.
Spears menjelaskan, bagian tertentu dari lobus temporal berguna mengenali sesuatu yang familier. Walaupun tak sepenuhnya terbukti dejavu terhubung ke lobus temporal karena masih kurang data dari penelitian. Namun, terdapat beberapa petunjuk yang mengarahkan para ilmuwan untuk membuat hubungan ini.
WebMD merujuk satu eksperimen yang dilakukan untuk menguji teori yang menghubungkan dejavu dengan memori menggunakan pembuatan skenario realitas virtual berdasarkan dunia video game Sims. Banyak partisipan dalam penelitian mengalami berbagai pengalaman dejavu terkait adegan-adegan yang mirip dengan yang dilihat sebelumnya.
Beberapa orang merasa dejavu membantu mereka memprediksi kejadian masa depan. Tapi, eksperimen menemukan individu tak menjadi lebih mungkin menebak jalan tepat atau menghasilkan jawaban yang lebih akurat saat memainkan skenario realitas virtual. Penelitian lebih lanjut sedang dilakukan untuk mencoba mencari tahu persis mengapa orang memiliki perasaan dejavu.
KAKAK INDRA PURNAMA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.