Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang berbeda ketika mencari sajian sarapan di Bangkalan, Madura. Ada beberapa pedagang yang menawarkan nasi jagung atau masyarakat lokal menyebutnya nasi ampog.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rupanya inilah salah satu menu sarapan khas di kota ini. Warga setempatnya menyebutnya nasi ampog alias nasi jagung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu pegadangnya Ibu Astuti tak jauh dari SMPN 2 Bangkalan. Ia telah berjualan selama 8 tahun di ujung Jalan Hasyim Asyari tersebut. Setiap hari ia menggunakan 1,5 kilogram beras dengan 1 kilogram jagung yang sudah dikeringkan
Awalnya memang murni terbuat jagung, seperti dituturkan pedagang nasi jagung di Bangkalan ini. Namun rupanya, selera orang berubah, kebanyakan maunya nasi campur jagung.
Baca Juga:
Terciptanya nasi jagung untuk sarapan ini dipicu hasil jagung yang berlimpah, sementara karena tanah kering hasil padinya minim.
Dalam prosesnya jagung pipilan terlebih dulu dikeringkan baru baru digiling atau ditumbuk agar hancur. Dengan hanya menggunakan jagung, biasanya nasi jagung ambyar. Mungkin inilah yang menyebabkan orang lebih suka dicampur dengan beras.
Astuti memadukannya dengan sayuran dan ikan tongkol. Nasi jagung ditempatkan di wadah plastik, bersebelahan dengan lauk pauk dan sayuran padanannya. Pagi itu, saya menemukan lauk berupa tongkol sengkeseng atau ikan tongkol yang ditumis dengan tomat, bawang merah, plus sayuran.
Rasanya? Ehmm... gurih ikan tongkol dengan nasi jagung bercampur besar yang lembut itu bikin ketagihan. Variasi lauk tergantung pedagang, ada juga yang memadukannya dengan ikan asin,sambal, sayuran dan peyek.
Satu bungkus yang cukup mengenyangkan itu, dia banderol hanya Rp 8.000. Ia berjualan sejak pukul 06.30. Biasanya, pukul 08.00 dagangannya sudah habis.
Meski tergolong tidak banyak lagi yang berjualan, nasi jagung masih bisa ditemukan di beberapa tempat. Astuti menyebutkan lokasi itu ada di Pasar Sorjen, Bangkalan.
RITA NARISWARI