Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pasca Anestesi: Begini Menyadarkannya, Ada Halusinasi Seksual?

Membangunkan pasien usai operasi yang menggunakan anestesi, bagaimana prosedur yang betul?

27 Januari 2018 | 16.54 WIB

ilustrasi pasien (pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi pasien (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menyadarkan pasien usai operasi yang menggunakan anestesi, bagaimana prosedur yang betul?

Beredar di media sosial, mencubit puting susu pasien adalah salah satu cara menyadarkan pasien tersebut. Alasannya karena di sanalah saraf-saraf berkumpul. Betulkah? Spesialis Anestesi dari RS Premier Bintaro, Dr. dr. Pantja Wibowo, SpAn KIC.KMN., langsung tertawa. “Haha .. jelas tidak,” katanya kepada TEMPO.CO Sabtu 27 Januari 2018, siang.

Baca juga:
Pelecehan Seksual di National Hospital, ini Cara Pencegahannya
Bertahan di Bisnis Startup, Ini Tips dari Sang Juara
Pelecehan Seksual, Kenali 3 Ciri Predator Seksual dan Solusi Ahli

Jadi bagaimana sebetulnya proses menyadarkan pasien dari pengaruh anestesi tersebut? “Membangunkan dengan panggilan atau tepukan pada bahu atau pipi atau kalau perlu cubitan pada telinga atau kaki,” kata Pantja yang dihubungi lewat pesan tertulis.

Disebutkan Pantja bahwa menyadarkan pasien usai operasi yang menggunakan anestesi itu seperti membangunkan orang tidur. Sebetulnya pasien bisa sadar sendiri, tapi untuk mempercepat kata Pantja biasanya diberi rangsang nyeri, seperti cubitan dan tepukan itu.

“Kadang-kadang rangsang nyeri diberikan karena nyeri akan merangsang pernafasan dan ini penting untuk mengembalikan kesadaran,” katanya. Soal di mana dilakukan rangsang nyeri itu, menurut Pantja sangat tergantung pada lokasi operasi dan posisi pasien. “Yang penting praktis dan mudah dijangkau. Terpenting saat menyadarkan pasien itu, tindakannya tidak dilakukan sendirian, harus ada orang lain yang menyaksikan,” katanya menjelaskan.

Pantja juga menyebutkan bahwa proses membangunkan pasien adalah tanggung jawab dokter anestesi yang pelaksanaannya sering dilakukan oleh perawat anestesi. “Ada kaidah-kaidah yang harus dipenuhi dalam proses itu. Ada skor yang harus dicapai sampai pasien dinyatakan sadar dan dapat pindah ke ruang perawatan. Seluruh rangkaian kegiatan ini membutuhkan keterampilan khusus.,” katanya panjang lebar.

Intinya, lanjut Pantja adalah tanggung jawab, perawat yang melakukan sudah harus dilatih dan mampu berkomunikasi dengan pemberi tugas, yaitu dokter anestesi.

 “Skor didapat dari berbagai variabel pemeriksaan meliputi kesadaran, hemodinamik, pernafasan, aktivitas, refleks, dan lain-lain,” katanya. Menurut Pantja, sepanjang penilaian ini pasien biasanya di ruang pemulihan dan di beberapa rumah sakit bahkan sudah mulai ditemani oleh keluarga atau kerabat lainnya.

Terkait dengan beredarnya isu bahwa ada obat anestesi yang bisa membuat pasiennya berhalusinasi seksual, apa komentar lulusan Anestesiologi, Universitas Indonesia- RSCM tahun 2005, ini? “Dulu ada obat yang punya efek halusinasi, namanya ketamin. Tetapi sekarang sudah tidak dipakai dengan dosis yang menyebabkan halusinasi. Itu pun halusinasinya bersifat umum dan seringnya justru menakutkan. Rasanya tak ada obat anestesi lain yang membuat halusinasi, apalagi halusinasi seksual,” katanya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus