Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Cap Go Meh merupakan lafal Tio Ciu dan Hokkian yang artinya malam ke 15. Perayaan ini awalnya dirayakan sebagai hari penghormatan pada Dewa Thai-yi yang dianggap sebagai dewa tertinggi di langit oleh Dinasti Han. Dirayakan pada tanggal 15 bulan pertama di setiap tahun menurut penanggalan bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya itu, juga harus dilakukan pada malam hari, dengan persiapan penerangan dengan lampu-lampu dari senja hingga keesokan harinya. Lampion warna-warni yang menjadi pelengkap utama dalam perayaan upacara ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Malam harinya akan disinari bulan purnama sempurna, serta masyarakat yang akan menyaksikan tarian naga dan barongsai. Dilansir melalui bpkpenabur.or.id, masyarakat juga akan memainkan permainan teka-teki dan berbagai macam permainan lainnya, sambil menyantap Yuan Xiao.
Yuan Xiao merupakan makanan yang menjadi bagian penting dalam festival ini, memiliki arti malam di hari pertama. Terbuat dari tepung beras dan berbentuk bola-bola.
Cap Go Meh juga dikenal sebagai upacara pawai menggotong joli Toapekong untuk diarak keluar dari kelenteng. Di Indonesia sendiri, Cap Go Meh dimulai pada abad ke-17, ketika ada migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Beberapa negara bahkan menyamakan perayaan ini dengan hari raya valentine.
Dilansir melalui karangturi.sch.id, cap go meh merupakan akhir dari rangkaian perayaan tahun baru imlek. Dilakukan dengan tujuan menyatukan budaya Tionghoa dengan budaya daerah setempat. Di Karangturi, penyatuan dua budaya ini diwujudkan dalam bentuk makanan khas, yaitu lunpia.
Kuliner ini sebagai perpaduan lunpia dan lontong Cap Go Meh yang menggambarkan keberagaman yang bisa menggambarkan keberagaman yang bisa terjadi setiap saat dimana saja. Yang jika terpenuhi, maka ketulusan akan menumbuhkan hal-hal baru serta memunculkan kegembiraan.