Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bullying merupakan situasi di mana terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan seseorang maupun sekelompok orang. Salah satu jenis bullying yang sering terjadi dan banyak terdapat banyak korban yaitu perundungan di sekolah atau school bullying.
Menurut organisasi dunia yang melindungi hak-hak anak, UNICEF, bullying atau perundungan dibagi menjadi tiga karakteristik yaitu, disengaja atau untuk menyakiti, terjadi secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan. Aksi mendorong, merebut barang, mengolok atau mengejek orang lain bisa jadi terkesan biasa saja karena hal tersebut biasa terjadi dan lazim, tanpa disadari praktek bullying telah terjadi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mencatat, sepanjang 2011 hingga 2019, untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat. Sedangkan untuk pengaduan kekerasan terhadap anak mencapai 37.381 kasus.
Menurut situs resmi pemerintah Amerika Serikat, stopbullying.gov, faktor yang mempengaruhi anak-anak untuk melakukan tindikan bullying yaitu, untuk mencapai atau mempertahankan kekuatan sosial atau untuk meningkatkan status mereka dalam kelompok sebaya mereka.
Lebih lanjut, untuk menunjukkan kesetiaan mereka dan menyesuaikan diri dengan kelompok sebaya mereka, untuk mengecualikan orang lain dari kelompok sebaya mereka, untuk menunjukkan siapa yang termasuk dan bukan bagian dari kelompok, untuk mengontrol perilaku teman-temannya. Selain itu masih banyak faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakan bullying, mulai dari faktor keluarga, emosional, hingga sekolah.
Efek bullying tidak hanya dirasakan oleh korban saja, pelaku bullying dan yang menyaksikan bullying juga mendapatkan efek negatif. Untuk anak-anak korban bullying akan menerima berbagai efek mulai dari psikologis, sosial, fisik, maupun emosional. Adapun yang dirasakan seperti, depresi dan kecemasan, meningkatnya perasaan sedih dan kesepian, perubahan pola tidur dan makan, dan hilangnya minat pada aktivitas yang biasa mereka nikmati. Masalah-masalah ini dapat bertahan hingga dewasa.
Sedangkan pelaku bullying juga menerima dampak dari perlakuannya yaitu, cenderung terlibat dalam kekerasan dan perilaku berisiko lainnya hingga dewasa. Sedangkan untuk yang mengamati atau saksi perilaku bullying akan mendapat efek kesehatan mental yang meningkat, termasuk depresi dan kecemasan. Hal inilah yang membuatnya menjadi malas termasuk sekolah.
Oleh sebab itu, peran orang tua, konselor sekolah, guru, dan profesional kesehatan mental penting untuk membantu anak-anak mengembangkan hubungan dengan sekolah dan teman sebaya yang sehat, serta mempelajari keterampilan sosial dan emosional yang baru.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Terus Waspadai School Bullying, Perundungan di Dunia Pendidikan bertumpuk
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini