Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pemerintah Fokus Tekan Prevalensi Perokok pada Anak, Apa Saja Caranya

Kemenkes berupaya menurunkan usia perokok muda yang mulai merokok pada usia 9 tahun hingga remaja.

7 Februari 2025 | 01.22 WIB

Diskusi Bedah Laporan Global Lives Saved Report 'Upaya Selamatkan 4,6 Juta Perokok di Indonesia'/Ngrobras
Perbesar
Diskusi Bedah Laporan Global Lives Saved Report 'Upaya Selamatkan 4,6 Juta Perokok di Indonesia'/Ngrobras

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah memfokuskan untuk penurunan prevalensi perokok pada anak-anak untuk menurunkan risiko meningkatnya penyebab kematian akibat rokok di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional itu sebenarnya targetnya penurunan prevalensi merokok pada anak-anak, jadi kita tidak pada seluruh orang di Indonesia ya, karena kalau yang udah tua-tua sudah agak susah kali ya, tapi pada anak-anak, gimana mencegah anak-anak kita ke depan itu tidak perokok,” kata Nadia dalam diskusi tentang Tobacco Harm Reduction dan Lived Saved Report di Jakarta, Senin 3 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Nadia mengatakan Kemenkes ingin berupaya menurunkan usia perokok muda yang mulai merokok pada usia 9 tahun hingga remaja. Selain itu, anak akan sama risikonya dengan perokok aktif dengan paparan dari perokok lain di lingkungannya karena mereka belum memiliki kemampuan untuk menyuarakan haknya tentang kesehatan.

Ia juga mengkhawatirkan meningkatnya angka perokok di usia muda karena masalah keterjangkauan yang mudah diakses dan agar diterima di dalam pertemanan. Dalam data dari Kemenkes, 71,3 persen remaja mudah mengakses rokok batangan di warung terdekat atau sekitar sekolah. Dan 60,6 persen perokok remaja tidak dilarang saat membeli rokok.

Nadia juga menambahkan pemerintah juga tidak merekomendasikan untuk menggunakan alternatif selain rokok atau yang termasuk dalam Tobacco Harm Reduction (THR), meskipun dalam penelitian yang dilakukan Laporan Global "Lives Saved Report" tentang THR menunjukkan rokok turunan THR atau rokok elektronik mengurangi risiko penyakit tidak menular akibat asap rokok.

Nadia mengatakan untuk mencegah meningkatnya penggunaan rokok pada remaja, pemerintah menggunakan peraturan pengendalian penyakit akibat produk tembakau dan rokok elektronik yang dimasukkan dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2023, peningkatan kawasan tanpa rokok dan layanan konseling UBM.

Sebelumnya, Global Health Consults merilis Analisis Lives Series pada November 2024 yang menyebutkan kualitas pemanfaatan metode THR dua kali lebih efektif dalam mengurangi kebiasaan merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin. Hal tersebut juga tertuang pada publikasi Public Health England yang menerangkan, produk tembakau alternatif mampu mengurangi paparan risiko hampir 95 persen lebih rendah dibandingkan rokok. Meskipun studi jangka panjang tentang manfaat kesehatan dari beralih ke THR masih diperlukan, hasil studi yang menggunakan biomarker penyakit masa depan cukup menjanjikan. 

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung Ronny Lesmana mengatakan intervensi penggunaan THR ini lebih menjanjikan dalam mengurangi bahaya merokok tembakau yang dibakar, bahkan hampir dua kali lebih efektif untuk penghentian merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin. "Usaha untuk menghentikan rokok masif di Indonesia, tapi yang berhenti tidak sesignifikan itu. Untuk itu upaya bersama perlu terus dilakukan," katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada awal Februari 2025.

Peneliti dan mantan Direktur Riset Kebijakan Badan Kesehatan Dunia Tikki Pangestu mengatakan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam mengurangi jumlah perokok lewat upaya pengurangan dampak rokok (harm reduction). Langkah-langkah tersebut mencakup dialog antar pemangku kepentingan, diadakannya lebih banyak penelitian yang lebih berkualitas dan lebih mengerti faktor kontekstual lokal dan kolaborasi yang lebih kuat di antara para peneliti dan akademisi dengan komunitas harm reduction di dunia.

Tikki mengatakan permasalahan rokok ini butuh intervensi yang maksimal. "Beberapa negara maju di dunia seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang sudah menerapkan konsep pengurangan risiko tembakau (tobacco harm reduction). Di negara maju tersebut, konsep pengurangan risiko berhasil menurunkan jumlah perokok konvensional, bahkan menurunkan peredaran jumlah rokok konvensional di pasaran,” kata Tikki.

ANTARA 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus