Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Perubahan Kecil Demi Melestarikan Bumi Bisa Dimulai dari Sampah Sedotan

Sampah menjadi salah satu masalah utama di Indonesia yang masih terus bergulir. Salah satu jenis sampah masih menghantui adalah sedotan plastik.

29 Maret 2021 | 21.20 WIB

Ilustrasi sedotan. shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi sedotan. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Darurat Sampah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menaksir timbunan sampah di Indonesia pada 2020 sebesar 67,8 ton. Sebagai manusia yang terus menghasilkan sampah, diprediksi jumlah sampah itu akan semakin bertambah seiring pertumbuhan penduduk. Tentu saja hal ini tidak bisa dianggap sepele. Perlu partisipasi dan kemitraan dari semua pihak untuk bergerak mengatasi permasalahan lingkungan ini.

Baca: Warna-warni Tempat Sampah Ada Artinya, Tahukah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Direktur Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jo Kumala Dewi mengatakan saat ini penting sekali agar masyarakat lebih mengolah dan mengurangi sampah. Hal ini tentunya memerlukan edukasi. Jo mengakui perilaku untuk memilah sampah dan mengurangi sampah itu adalah perilaku dasar yang masih sulit dijalankan oleh masyarakat Indonesia. "Dulu kampanyenya 'jangan buang sampah sembarangan'. Sekarang semboyan itu sudah jadul (ketinggalan zaman). Sekarang yang perlu digaungkan 'bagaimana mengurangi dan memilah sampah'," kata Jo pada webinar bertajuk kampanye #JagaGiziJagaBumi bersama Frisian Flag Indonesia pada akhir Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Memilah dan mengurangi sampa tentunya memerlukan partisipasi semua pihak, baik pemerintah, swasta hingga tentunya masyarakat. Dari segi aturan, Jo mengingatkan sebenarnya sudah ada kebijakan soal mengelola sampah rumah tangga, yaitu Peraturan Presiden (PERPRES) tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Aturan itu bisa menjadi dasar pemerintah daerah untuk mengurangi sampah salah satunya dengan menghindari kantong plastik.

Saat pandemi ini, lebih banyak sampah yang dihasilkan karena pembelian barang atau makanan secara online. Ia berharap generasi milenial bisa melakukan perubahan perilaku dan pola pikir dalam mengurangi produksi sampah. "Perlu perubahan pola pikir dan kebiasaan hidup. Pemerintah programnya sudah banyak, tapi perubahan anak yang paling penting," katanya.

Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia, Andrew F. Saputro membenarkan sampah dan lingkungan bukan tanggungan satu pihak saja. Perlu kolaborasi antar pihak untuk menyelesaikannya. Perlu juga sinergi dalam upaya pengurangan sampah dan pelestarian lingkungan. "Untuk jalankan bisnis juga harus pikirkan kelanjutan ramah lingkungan. Kami membuat inovasi kebaikan sedotan kertas," kata Andrew.

Konferensi Pers Virtual Kampanye #JagaGiziJagaBumi oleh Frisian Flag/Frisian Flag

Andrew mengatakan penggunaan sedotan kertas yang ramah lingkungan itu ada pada produk susu cair siap minum rendah lemak Frisian Flag Low Fat 225 ml varian Belgian Chocolate, French Vanilla dan Californian Strawberry. "Varian jenis ini sangat populer," kata Andrew.

"Selain itu, Frisian Flag juga mengajak generasi muda untuk bersama-sama memulai perubahan kecil, yang dapat memberikan dampak positif pada lingkungan, melalui kampanye #JagaGiziJagaBumi. Harapannya Frisian Flag bisa mengajak masyarakat untuk terus menjaga pemenuhan gizi harian, sekaligus menjaga kelestarian bumi, dimulai dari penggunaan sedotan kertas - sehingga dapat turut berkontribusi dalam menyelamatkan hingga 10 ton limbah plastik per tahun,” kata Andrew.

Andrew menjelaskan cara tepat agar kampanye ramah lingkungan dengan sedotan kertas ini lebih efektif bila mengikuti cara mengkonsumsinya. "Perhatikan cara menikmati susu dengan menggunakan sedotan kertas," kata Andrew.

Andrew memperkenalkan langkah rekomendasi 4S. Pertama keluarkan sedotan, tanpa mencopot plastik pada kemasan. Kedua, nikmati susu dan habiskan. Ketiga, sedotan dimasukkan kembali ke kemasan agar tidak tercecer. Andrew mengingatkan bahwa sedotan yang tidak dimasukkan ke dalam bungkusnya, bisa tercecer dan menyatu dengan sampah atau alam hingga terbuang ke lautan. "Sudah banyak sekali kasus di mana hewan liar, misalnya penyu, hidungnya tertusuk sedotan," kata Andrew. Langkah terakhir adalah dengan membuang bungkus Frisial Flag atau menyatukannya dengan sampah sejenis bungkusnya.

Andrew mengatakan rekomendasi ini harapannya memberikan pengalaman baru menikmati susu, serta memberikan kemudahan lebih dalam proses pemilahan dan pengolahan sampah setelah susu selesai dikonsumsi. Frisian Flag Indonesia ingin terus melibatkan generasi muda karena data terbaru Badan Pusat Statistik saat ini Indonesia didominasi generasi Z dan milenial. Gen Z mendominasi hingga 27,94 persen dan milenial sebanyak 25,87 persen . Artinya generasi muda memiliki peran krusial dalam membentuk kebiasaan baru dan memberi dampak pada keberlangsungan bumi di masa depan. Di sisi lain, kesadaran akan memulai gaya hidup berkelanjutan yang lebih peduli terhadap lingkungan mulai ditunjukkan kalangan ini. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana generasi ini mulai melakukan berbagai langkah kecil untuk bumi yang lebih baik, mulai dari hal-hal sederhana seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, juga maraknya penggunaan sedotan kertas.

Terkait sedotan itu, Jo mengingatkan bahwa sampah sedotan plastik memang sangat mengancam bumi. Sampah hasil konsumsi manusia itu tidak hanya terserak di Tempat Pengolahan Akhir di berbagai daerah, namun ada banyak juga sampah yang akhirnya terbuang ke laut. Data KLHK menunjukkan ada enam jenis sampah terbanyak yang terbuang ke laut setiap tahunnya. Keenam jenis sampah tersebut adalah 53 juta puntung rokok; 13,5 juta tutup botol minuman; 10,2 juta gelas, piring, sendok, garpu, dan pisau; 9.5 juta botol plastik; 6,7 juta kaleng minuman; serta 6,2 juta sedotan.

Masih menurut Jo, pemerintah mencatat bahwa jumlah sedotan yang dipakai di Indonesia mencapai 93,2 juta unit hal itu setara dengan tiga keliling bumi atau (117.449 kilometer). Bahkan sampah sedotan selama sepekan di Indonesia pun sudah setara dengan jarak Jakarta-Mexico City (16.784 kilometer).

Jo mengatakan pemerintah menargetkan pengurangan tumpukan sampah hingga 30 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan partisipasi aktif semua pihak. Mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pelaku usaha. Ia pun mengapresiasi langkah kecil perubahan kecil dalam pengelolaan sedotan itu. "Walau kecil, tapi pasti akan sangat berdampak. Berapa juta sedotan plastik yang diubah jadi kertas," katanya.

Walau begitu, Jo mengingatkan bahwa masih ada banyak tantangan lain. Seharusnya masyarakat tidak hanya mendaur ulang sampah plastik atau sedotan, namun juga meningkatkan nilai si plastik atau sedotan alias up cycle "Caranya misal dengan menyulap kemasan susu ini jadi barang yang memiliki nilai ekonomi dan seni. Oleh tangan-tangan kreatif, jadi sampah ada nilai ekonomi sebelum masuk ke TPA," katanya.

Waste Management Trainer, Waste4Change, Saka Dwi Hanggara, mengatakan dari 3 hal pengelolaan sampah, yaitu 3R, Reduce, Reuse, Recycle. Indonesia paling sulit dalam tahap mengurangi sampah alias reduce. "Di Indonesia, di bagian 'reduce' atau menguranginya masih sangat sedikit sekali," katanya.

Ia berharap akan lebih banyak masyarakat yang tidak hanya aktif dalam memilah sampah, namun juga dalam mengurangi produksi sampah. Caranya dengan memikirkan lebih dalam apa yang perlu atau tidak untuk dibeli. Ia tentu saja tidak melarang orang yang hendak membeli beberapa barang kesukaan atau kebutuhan mereka. "Beli aja tapi pastikan bisa digunakan ulang. Kalau udah tidak bisa di-reuse baru kita bawa ke daur ulang. Dengan cara kita kirim ke bank sampah," kata Saka.

Dengan lebih banyak orang yang menggunakan kembali atau mengurangi sampahnya, ia yakin bahwa sampah Tempat Pengolahan Akhir akan sedikit jumlahnya. Ia pun mengingatkan agar masyarakat lebih pandai dalam memilah sampah. Caranya dengan memisahkan sampah sesuai jenisnya. Apakah itu sampah organik, plastik atau kertas, juga elektronik. Sampah yang dipilah itu nantinya bisa dibawa ke berbagai bank sampah untuk didaur ulang. "Untuk sektor informal, ada pemulung dan pengepul. Sementara sektor formal, ada bank sampah atau TPA 3R, bagi kalian yang tinggal di wilayah kabupaten," kata Saka.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus