Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Konsultan Tulang Belakang Didik Librianto mengatakan bengkoknya tulang belakang atau skoliosis rentan dialami remaja usia 10-19 tahun. Namun, penyebabnya belum diketahui secara medis atau disebut idiopatik. "Banyak faktor dan mayoritas tidak diketahui penyebab pastinya," kata Didik saat bincang santai dengan awak media di restoran Kembang Goela, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu, 25 Oktober 2017. Baca: 2 Kunci Penting Menjadi Vegan, Jangan Lupa Berpikir Positif
Didik menjelaskan, sebanyak 89 persen anak usia 10-19 tahun mengalami skoliosis. Sementara itu, 10,5 persen skoliosis diderita anak 3-10 tahun dan 0,5 persen ditemukan pada anak 0-3 tahun.
Menurut Didik, hingga saat ini belum ditemukan penyebab skoliosis secara spesifik, baik yang diderita anak-anak, remaja, atau dewasa. Secara umum, penyebab skoliosis diduga karena tulang atau jaringan kolagen terlalu lentur. Selain itu, ada juga faktor hormon, genetik, dan gangguan saraf. "Medis kita tidak bisa menemukan penyebabnya. Ada beberapa hal dicurigai," ujar Didik. Baca: Kadar Testoteron Rendah Turunkan Gairah Seks, Apa Ancaman Lainnya
Oleh karena itu, Didik mengimbau supaya deteksi dini skoliosis dilakukan di rentang usia 10-14 tahun untuk dilakukan pencegahan sesegera mungkin. Alasannya agar derajat bengkok tulang punggung tidak meningkat. Skoliosis umumnya dialami ketika bengkok tulang punggung lebih dari 10 derajat.
Masyarakat awam juga dapat memeriksa kondisi tulang dengan bantuan orang lain. Caranya dengan membungkukan badan dan meraba apakah ada tonjolan di punggung. Didik menyatakan, langkah ini mudah dan murah dilakukan. "Kalau simetris tidak skoliosis," ucap Didik.
LANI DIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini