Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Suntikan Itu Ternyata Hampa

Penelitian di india menyebuntukan bahwa vaksin bcg tidak bermanfaat. dr. kl hitze dari who menganggap terlalu pagi untuk memberi kesimpulan hasil penelitian. indonesia tetap melaksanakan vaksinasinya. (ksh)

8 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SI Upik meronta dan menjerit ketika mantri menancapkan jarum ke lengannya yang mungil. Ibu yang menggendongnya merelakan penderitaan anaknya itu. Sebab dia yakin, sebagaimana dikatakan dokter, vaksinasi BCG akan melindungi anaknya dari penyakit TBC. Tapi apakah suntikan anti TBC itu memang benar-benar bisa mencegah? Sebuah penyelidikan di India bagian selatan yang berlangsung selama 10 tahun (berakhir 1978) telah membuktikan hampanya obat pencegah itu. Penyelidikan mengenai penyakit TBC di India tersebut berlangsung di 209 desa di daerah Chingleput dan sebuah kota dekat Madras, Tamilnadu. Dari penduduk yang berjumlah 360.000 di daerah itu 260.000 di antaranya masuk dalam penelitian, mulai dari yang berusia satu bulan ke atas. Penelitian yang digambarkan para ahli sebagai "melelahkan namun dilaksanakan dengan teliti" diselenggarakan oleh Indian Council of Medical Research dengan bantuan WHO dan United States Center for Disease Control di Atlanta, Georgia. Hentikan BCG Penduduk yang masuk dalam proyek penelitian itu sebagian mendapatkan vaksinasi BCG (Bacille Calmette Guerin) sedangkan yang sebagian lain mendapat vaksin yang kosong (placebo) sebagai kelompok pengontrol dalam penelitian itu. "Ternyata tak ada bukti mereka yang tidak terkena infeksi penyakit pada saat dimulainya vaksinasi, mendapat perlindungan dari vaksin BCG," begitu kesimpulan penelitian tersebut. Dan dalam kenyataannya serangan penyakit di antara mereka yang mendapat vaksin BCG malahan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kelompok pengontrol. Inilah kemudian yang memberikan kesimpulan bahwa BCG ternyata tak berguna. Hasil penelitian itu ternyata memang mengagetkan. Selama setahun pemerintah India menyembunyikan hasilnya sembari menunggu pembicaraan para ahli WHO yang mengadakan beberapa kali sidang di India dan Jenewa. Hasil lengkap penelitian baru muncul dalam Indian Journal of Medical Research, September lalu. "Adalah bijaksana untuk tidak mengganggu pelaksanaan vaksinasi BCG yang telah ada untuk bayi dan anak-anak," ujar Dr. V. Ramalingaswami, direktur jenderal ICMR, orang yang bertanggungjawab atas tersiarnya hasil penelitian Chingleput. India akan tetap menjalankan vaksinasi sebagaimana diutarakan oleh Dr. Balu Sankaran, direktur jenderal pelayanan kesehatan India. Kecuali, katanya, dalam penelitian selanjutnya diketahui pula bahwa vaksin BCG juga tak berguna untuk mencegah tuberkulosis dalam bentuk lain, yang menyerang otak dan tulang. Ia yakin angka penderita TBC tulang dan otak di India yang menurun secara drastis berhubungan erat dengan vaksinasi yang dilaksanakan sejak 1948 terhadap lebih kurang 250 juta penduduk. Pihak WHO sendiri nampaknya tidak akan menyamaratakan daya tempur vaksin BCG untuk seluruh negara. Dr. K.L. Hitze, kepala bagian infeksi saluran pernafasan WHO menganggap masih terlalu pagi untuk memberikan sesuatu kesimpulan mengenai hasil penelitian tadi. "Sebab penemuan ini bersifat lokal, karena itu tak bisa diterapkan untuk daerah lain," ulasnya. Katanya bisa saja sesuatu suku bangsa mewarisi genetika yang menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap vaksin BCG. "Kemungkinan inilah yang menjadi tantangan untuk ditelitl suatu ketika," katanya. Tuberkulosis merupakan penyakit yang banyak menyerang penduduk dunia. Menurut WHO sekitar 20 juta penduduk dunia dirongrong penyakit yang disebabkan Myobacterium tuberculosis. Saban tahun sekitar 2 juta orang dibunuhnya. Penyakit ini mengganas sejak abad ke 18, tapi berhasil ditekan berkat penemuan obat-obatan. Para ahli beranggapan penyakit ini berhasil dilawan berkat pengobatan yang gencar. Sedangkan immunisasi dengan vaksin sebagai penunjang baru ditemukan kemudian. Indonesia sendiri masih disiksa penyakit ini. Ada 6 penderita dari tiap 1.000 orang. Itu berarti sekitar 800.000 penduduk. Angka ini dari tahun ke tahun tidak menurun. Kabar dari India membuat para dokter di sini menganggap sudah waktunya pemerintah menghentikan vaksinasi, karena akan membuang-buang uang saja. Sekitar Rp 200 juta per tahun dikeluarkan hanya untuk vaksin PN Bio Farma, Bandung yang membuat vaksin ini, dan mensuplai Departemen Kesehatan sebanyak 400.000 ampul untuk 1979/1980. Departemen Kesehatan tak mau tahu dengan India dan tetap akan melaksanakan program vaksinasinya. Lebih kurang 3 juta anak per tahun jadi sasaran. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Depkes, Ny. Yoyoh Wartomo SH "penelitian di India selatan tidak dapat dijadikan patokan." Sedangkan angka penderita TBC yang tidak turun-turunnya itu, menurut jurubicara yang berkonde besar dan selalu rapi, disebabkan oleh sarana pelayanan kesehatan yang semakin baik. Hingga penderita TBC yang ditemukan tambah meningkat pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus