SI Upik meronta dan menjerit ketika mantri menancapkan jarum ke
lengannya yang mungil. Ibu yang menggendongnya merelakan
penderitaan anaknya itu. Sebab dia yakin, sebagaimana dikatakan
dokter, vaksinasi BCG akan melindungi anaknya dari penyakit TBC.
Tapi apakah suntikan anti TBC itu memang benar-benar bisa
mencegah? Sebuah penyelidikan di India bagian selatan yang
berlangsung selama 10 tahun (berakhir 1978) telah membuktikan
hampanya obat pencegah itu.
Penyelidikan mengenai penyakit TBC di India tersebut berlangsung
di 209 desa di daerah Chingleput dan sebuah kota dekat Madras,
Tamilnadu. Dari penduduk yang berjumlah 360.000 di daerah itu
260.000 di antaranya masuk dalam penelitian, mulai dari yang
berusia satu bulan ke atas. Penelitian yang digambarkan para
ahli sebagai "melelahkan namun dilaksanakan dengan teliti"
diselenggarakan oleh Indian Council of Medical Research dengan
bantuan WHO dan United States Center for Disease Control di
Atlanta, Georgia.
Hentikan BCG
Penduduk yang masuk dalam proyek penelitian itu sebagian
mendapatkan vaksinasi BCG (Bacille Calmette Guerin) sedangkan
yang sebagian lain mendapat vaksin yang kosong (placebo) sebagai
kelompok pengontrol dalam penelitian itu. "Ternyata tak ada
bukti mereka yang tidak terkena infeksi penyakit pada saat
dimulainya vaksinasi, mendapat perlindungan dari vaksin BCG,"
begitu kesimpulan penelitian tersebut. Dan dalam kenyataannya
serangan penyakit di antara mereka yang mendapat vaksin BCG
malahan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
pengontrol. Inilah kemudian yang memberikan kesimpulan bahwa BCG
ternyata tak berguna.
Hasil penelitian itu ternyata memang mengagetkan. Selama setahun
pemerintah India menyembunyikan hasilnya sembari menunggu
pembicaraan para ahli WHO yang mengadakan beberapa kali sidang
di India dan Jenewa. Hasil lengkap penelitian baru muncul dalam
Indian Journal of Medical Research, September lalu.
"Adalah bijaksana untuk tidak mengganggu pelaksanaan vaksinasi
BCG yang telah ada untuk bayi dan anak-anak," ujar Dr. V.
Ramalingaswami, direktur jenderal ICMR, orang yang
bertanggungjawab atas tersiarnya hasil penelitian Chingleput.
India akan tetap menjalankan vaksinasi sebagaimana diutarakan
oleh Dr. Balu Sankaran, direktur jenderal pelayanan kesehatan
India. Kecuali, katanya, dalam penelitian selanjutnya diketahui
pula bahwa vaksin BCG juga tak berguna untuk mencegah
tuberkulosis dalam bentuk lain, yang menyerang otak dan tulang.
Ia yakin angka penderita TBC tulang dan otak di India yang
menurun secara drastis berhubungan erat dengan vaksinasi yang
dilaksanakan sejak 1948 terhadap lebih kurang 250 juta penduduk.
Pihak WHO sendiri nampaknya tidak akan menyamaratakan daya
tempur vaksin BCG untuk seluruh negara. Dr. K.L. Hitze, kepala
bagian infeksi saluran pernafasan WHO menganggap masih terlalu
pagi untuk memberikan sesuatu kesimpulan mengenai hasil
penelitian tadi. "Sebab penemuan ini bersifat lokal, karena itu
tak bisa diterapkan untuk daerah lain," ulasnya. Katanya bisa
saja sesuatu suku bangsa mewarisi genetika yang menunjukkan
reaksi yang berbeda terhadap vaksin BCG. "Kemungkinan inilah
yang menjadi tantangan untuk ditelitl suatu ketika," katanya.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang banyak menyerang penduduk
dunia. Menurut WHO sekitar 20 juta penduduk dunia dirongrong
penyakit yang disebabkan Myobacterium tuberculosis. Saban tahun
sekitar 2 juta orang dibunuhnya. Penyakit ini mengganas sejak
abad ke 18, tapi berhasil ditekan berkat penemuan obat-obatan.
Para ahli beranggapan penyakit ini berhasil dilawan berkat
pengobatan yang gencar. Sedangkan immunisasi dengan vaksin
sebagai penunjang baru ditemukan kemudian.
Indonesia sendiri masih disiksa penyakit ini. Ada 6 penderita
dari tiap 1.000 orang. Itu berarti sekitar 800.000 penduduk.
Angka ini dari tahun ke tahun tidak menurun. Kabar dari India
membuat para dokter di sini menganggap sudah waktunya pemerintah
menghentikan vaksinasi, karena akan membuang-buang uang saja.
Sekitar Rp 200 juta per tahun dikeluarkan hanya untuk vaksin PN
Bio Farma, Bandung yang membuat vaksin ini, dan mensuplai
Departemen Kesehatan sebanyak 400.000 ampul untuk 1979/1980.
Departemen Kesehatan tak mau tahu dengan India dan tetap akan
melaksanakan program vaksinasinya. Lebih kurang 3 juta anak per
tahun jadi sasaran. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Depkes,
Ny. Yoyoh Wartomo SH "penelitian di India selatan tidak dapat
dijadikan patokan." Sedangkan angka penderita TBC yang tidak
turun-turunnya itu, menurut jurubicara yang berkonde besar dan
selalu rapi, disebabkan oleh sarana pelayanan kesehatan yang
semakin baik. Hingga penderita TBC yang ditemukan tambah
meningkat pula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini