Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padang - Menempati salah satu gedung lawas peninggalan abad ke-19, sekilas Kedai Kopi Nan Yo, di Jalan Niaga Nomor 205, kawasan Pondok, Padang, Sumatera Barat, tak menarik. Dinding luarnya terlihat kusam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, begitu kaki saya melangkah masuk terlihat ruang yang lega dengan langit-langit tinggi. Meja marmer berwarna krem dan kursi-kursi antik dari kayu yang hitam bertebaran begitu menguatkan suasana jadul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sebelah kiri pintu masuk, tepatnya di belakang kasir, terlihat brankas dari kayu yang antik berwarna cokelat tua. Empat tanduk rusa berjejer di dinding menjadi hiasan. Aroma kopi yang sedang diseduh air panas langsung tercium dari arah dapur di bagian belakang.
Saya memesan secangkir kopi hitam panas. Beberapa tamu yang sedang menikmati kopi terlihat dari berbagai usia. Tak lama, secangkir kopi panas dalam keramik Cina yang tebal berwarna krem dengan ornamen bunga kehijauan terhidang di meja.
Kedai Kopi Nan Yo merupakan kedai kopi legendaris peninggalan sisa-sisa kejayaan masa kolonial Belanda.di kawasan Pondok, kampung Pecinan di Padang. Tempo/Febrianti
Kopi hitam panas itu terasa nikmat, kopi robusta tanpa ampas dan tidak terlalu manis. Di semua meja ada camilan untuk teman minum kopi. Kita tinggal comot, ada bakwan, kue sarikaya, lamang golek, kacang tanah goreng atau keripik singkong.
Sebagian ruang dapur yang terbuka sehingga pembuatan kopi pun terlihat. Penyeduhan kopinya ala Hainam. Bubuk kopi dimasukkan kedalam saringan yang seperti kaos kaki panjang ke dalam teko aluminium bertangkai panjang. Kemudian, disiram dengan air mendidih.
Tunggu selama dua menit agar kopi mengendap. Kemudian air panas disiram kembali agar cita rasa kopi semakin kuat. Baru dihidangkan dalam cangkir keramik mungil yang sebelumnya telah dibilas dengan air panas.
Kedai Kopi Nan Yo ini berdiri sejak 1932, didirikan oleh Than Tek Tjiaw. Pemiliknya saat ini adalah Victor Bostani, 40 tahun. Victor adalah generasi ketiga, ia kini mengelola kedai kopi bersama istrinya Linda.
“Dulunya engkong saya yang membuka kedai kopi ini saat muda, yang dijual hanya kopi, ini tempat orang minum kopi, karena dulu kawasan ini adalah pusat kota yang ramai,” kata Victor Bostani. Pada masa lalu, menurut Victor, kedai kopi ini sangat ramai dikunjungi orang. Kebanyakan pebisnis dan juga orang Belanda. Hingga kini kedai ini masih mengolah kopi dari Sumatera Barat seperti dulu. Biji kopi dibeli dari petani, kemudian dipanggang dan digiling sendiri.
Baca Juga:
Rata-rata pengunjung bertahan selama lebih satu jam, bahkan ada yang hingga lima jam. Mungkin karena suasana kedai yang begitu tenang. Buka mulai pagi hingga sore hari. Kedai Kopi Nan Yo tidak hanya menjual kopi hitam panas, kopi susu, juga kopi es yang banyak digemari. Selain itu juga teh telur, minuman khas Padang.
Kebanyakan tamu datang datang pagi hari, ngopi sembari sarapan. Di pelataran kedai kopi, berjejer gerobak makanan berat, mulai sate padang, soto padang, mi ayam, lontong, bubur ayam, mi goreng hingga bistik. “Itu pedagang makanan yang sudah lama berjualan, kami sengaja tidak membuat makanan, kasihan, mereka sudah lama berjualan di depan, jadi kita berbagi rejeki,” kata Victor.
Harga kopinya juga masih murah. Secangkir kopi hitam panas yang disebut kopi O Rp 10 ribu, kopi es Rp 11 ribu, dan kopi susu Rp 13 ribu.
FEBRIANTI