Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki dua gunung sekaligus geopark ikonik: Taman Nasional Rinjani dan Taman Nasional Tambora. Sama-sama menyandang status geopark kelas dunia, namun Taman Nasional Tambora memiliki bentang alam yang unik. Savana yang tampak tak bertepi, menjadi pemandangan yang unik di kaki Gunung Tambora. Berikut berbagai kegiatan wisata di sekitar Taman Nasional Tambora.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wisata Kaldera
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kaldera Gunung Tambora merupakan salah satu dari tiga gunung api aktif selain Gunung Rinjani dan Gunung Sangiang. Gunung Tambora terbentuk awalnya pada 200 juta tahun yang lalu. Mulanya gunung ini hanya berupa aliran lava kawah pusat, yang membentuk gunung api perisai dengan ketinggian di atas 1.800 mdpl (di atas perrmukaan laut).
Karena adanya aktivitas lava, ketinggian Gunung Tambora mencapai 4.300 mdpl – setara dengan Gunung Semeru. Pada fase ini gunung Tambora lebih bersifat eksplosif, menghasilkan material lepas diselingi aliran lava yang mengalir ke arah lereng timur-tenggara, selatan dan barat daya.
Pada April 1815 terjadi letusan yang sangat dahsyat yang disertai pembentukan kaldera. Letusan itumenghasilkan material berupa jatuhan dan aliran piroklastik dengan volume sekitar 650 kilometer kubik yang menutupi hampir seluruh gunung api, termasuk tiga kesultanan yaitu kesultanan Tambora, Pekat dan Sanggar yang terletak di sekitar lereng Gunung Api Tambora.
Letusan itu menciptakan kaldera dengan garis tengah mencapai tujuh kilometer dengan kedalaman kurang lebih 1 kilometer. Pada dasar kawah Gunung Tambora telah muncul gunung api baru, yang diberi nama Doro Api Toi.
Seorang pendaki saat menuju puncak Gunung Tambora, Bima, NTB, 12 Maret 2015. Gunung Tambora meruapakan salah satu gunung berapi yang masik aktif di Indonesia. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Pendakian
Kaldera Gunung Tambora merupakan kaldera gunung api yang tergolong salah satu kaldera terbesar di dunia. Untuk menuju kaldera atau puncak Gunung Tambora dapat melalui empat pintu masuk yaitu jalur pendakian Piong (Kore), jalur pendakian Kawindato’i di Kabupaten Bima atau dapat melalui jalur pendakian Doro Ncanga dan jalur pendakian Pancasila di Kabupaten Dompu. Jalur Pancasila ini menarik dan diminati pendaki.
Kepala Sub Bag Tata Usaha Taman Nasional Tambora Deny Rahardi menyebutkan jalur pendakian dari Desa Pancasila disukai wisatawan karena memiliki penginapan dan pemandu pendakian serta kesiapan masyarakatnya. Tidak seperti di Kawinda Toi, Piong dan Doro Ncanga. ''Dari Desa Pancasila ini, bsa mencapai puncak tertinggi Tambora 2.851 mdpl,'' ujarnya.
Untuk jalur pendakian ini dan juga dari Kawinda Toi, diperlukan waktu minimal tiga hari dua malam. Sedangkan dari Doro Ncanga bisa menggunakan kendaraan bermotor (off road) dari pintu masuk hingga Pos 3 yang waktu tempuhnya 2,5 sampai tiga jam, jika berangkat pagi bisa pulang pada malam harinya.
Kaldera Tambora saat ini menjadi objek wisata menarik khususnya bagi wisatawan yang senang berpetualang. Kegiatan yang dapat dilakukan di kaldera tersebut antara lain hunting foto, pengamatan aktivitas gunung api baru Doro Api Toi pada dasar kawah dan lain-lain.
Suasana makam raja Kerajaan Sanggar di Desa Sanggar, Bima Nusa Tenggara Barat, 15 Maret 2015. Dikabarkan, letusan gunung Tambora telah melenyapkan tiga kerajaan di Sumbawa yakni, Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Jungle Tracking
Kegiatan menjelajah hutan atau sering dikenal sebagai jungle tracking dapat dilakukan di kawasan Gunung Tambora. Kegiatan ini didukung kondisi tutupan vegetasi yang masih cukup rapat, dengan jalur penjelajahan yang cukup sejuk dan nyaman. Kegiatan jungle tracking tersebut dapat dilakukan pada empat pintu pendakian yaitu Piong (Kore), Kawindato’i, Doro Ncanga dan Pancasila.
Masing-masing jalur penjelajahan memiliki keunikan dan tantangan tersendiri yang mampu memenuhi kebutuhan rekreasi dan wisata alam. Sepanjang jalan wisatawan dapat menikmati keindahan formasi hutan yang masih rapat dan memiliki keragaman jenis yang tinggi.
Pada lokasi tertentu, pengunjung dapat menjumpai pohon dengan ukuran raksasa menjulang tinggi antara lain jenis kalanggo, soka, samba, kelicung/huja api, rida, jambu hutan, dan berebagai spesies tanaman yang jumlahnya mencapai 277 jenis yang teridentifikasi pada 2013.
Pada ketinggian 2.000 mdpl pengunjung akan menemukan komunitas pohon cemara gunung pada hamparan yang cukup luas. Sepanjang perjalanan pengunjung juga dapat berfoto, pengamatan satwa (Animal Wacthing) seperti kera abu-abu, dan rusa timor.
Selain itu, Gunung Tambora merupakan destinasi pengamatan burung (Bird Wacthing) karena kawasan ini merupakan habitat kakatua kecil jambul kuning, nuri pipi merah, kipasan flores, gosong kaki merah, isap madu topi sisik, caladi tilik, paok la’us, ayam hutan, cikukua tanduk, Kacamata Wallace (Zoosterops Wallace), punglor kepala hitam, sepah kerdil, elang laut perut putih dan berbagai jenis burung lainnya.
Sejumlah warga mandi di mata air Tampuro di Desa Piong, Kecamatan Sanggar, Bima, NTB, 15 Maret 2015. Mata air ini dapat dikunjungi sebelum atau setelah mendaki Gunung Tambora, lewat jalur Sanggar. TEMPO/Iqbal Ichsan
Wisata Tirta
Gunung Tambora berfungsi pula sebagai wilayah tangkapan air, yang memiliki beberapa alur sungai salah satunya adalah Sungai Oi Marai yang ada di Desa Kawinda Toi.
Sungai ini memiliki air yang sangat jernih dan airnya mengalir sepanjang tahun dengan debit yang cukup besar. Masyarakat memanfaatkannya sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) atau mikrohidro dengan daya 20.000 MW, yang saat ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik Desa Kawindato’i.
Keberadaan sungai tersebut dapat dikembangkan sebagai objek wisata antara lain wisata jelajah sungai, lokasi bird watching, bermain kano, river tubing, hunting foto, dan lain-lain.
Wisata Minat Khusus
Taman Nasional Tambora memiliki peluang pengembangan pariwisata seperti panjat tebing, paralayang, offroad, jungle tracking dan lain-lain yang memacu adrenalin pengunjung.
Wisata Ilmiah
Selain wisata alam Taman Nasional Tambora juga bisa dikembangkan sebagai pusat wisata ilmiah, seperti interpretasi jenis tumbuhan dan atau satwa yang ada di kawasan Tambora. Pengembangan wisata ilmiah dapat dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, pengenalan jenis tumbuhan dan satwa liar yang ada, pengembangan laboratorium alam, pengembangan demplot atau kebun koleksi tumbuhan dan lain-lain.
Pengembangan wisata minat khusus tersebut sangat memungkinkan. Pasalnya Taman Nasional Tambora juga memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar yang sangat tinggi. Kepala Balai Taman Nasional Tambora, Murlan menjelaskan rencananya pada bulan November 2019 digelar kegiatan Sapu Jagat bekerja sama dengan Komunitas TrashBag. "Sekaligus dilakukan kampanye pengendalian sampah,” ujarnya kepada TEMPO, pada pertengahan September 2019 lalu.
Adegan penari Rai Saida yang bergelimpangan akibat meletusnya Gunung Tambora di Savana Doro Ncanga, Dompu, Nusa Tenggara Barat, 11 April 2015. TEMPO/Eko Siswono
Cara Menuju Taman Nasional Tambora
Untuk menuju Taman Nasional Tambora dapat diakses melalui beberapa rute perjalanan sebagai berikut:
- Rute Perjalanan Darat dan Laut dari Mataram melalui Pelabuhan Kayangan (Lombok Timur) menggunakan kendaraan darat roda dua atau roda empat dengan jarak tempuh sekitar 80 kilometer membutuhkan waktu 2 jam.
- Pelabuhan Kayangan (Lombok Timur) - Pelabuhan Poto Tano (Sumbawa) menggunakan penyeberangan kapal feri dengan waktu tempuh 150 menit.
- Dari Pelabuhan Poto Tano (Sumbawa Barat) - Dompu (Cabang Banggo) menggunakan kendaraan darat roda dua atau roda empat, dengan jarak tempuh sekitar 200 kilometer membutuhkan waktu tempuh sekitar enam jam.
- Dompu (Cabang Banggo) - Kawasan Taman Nasional Tambora menggunakan kendaraan darat roda dua atau roda empat dengan jarak tempuh 60 - 80 kilometer membutuhkan waktu tempuh 2 - 4 jam.
- Jika perjalanan menggunakan pesawat udara, dari Lombok Internasional Airport (Praya) - Bandara Sultan Salahuddin (Bima) menggunakan pesawat tipe ATR dengan waktu tempuh 30 - 40 menit.
- Selanjutnya melakukan perjalanan darat dari Bandara Sultan Salahuddin (Bima) - Dompu (Cabang Banggo) mengunakan kendaraan roda dua atau roda empat dengan jarak tempuh 40 kilometer membutuhkan waktu tempuh 1,5 - 2 jam.
- Dompu (Cabang Banggo) - Kawasan Taman Nasional Tambora menggunakan kendaraan darat roda dua atau roda empat dengan jarak tempuh 60 - 80 kilometer membutuhkan waktu tempuh 2 - 4 jam.