Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kadipaten Puro Pakualam Yogyakarta kembali menggelar kompetisi panahan tradisional atau jemparingan pada Minggu, 26 Juni 2022. Acara yang berlangsung di Lapangan Kopertis, Yogyakarta, itu menjadi kali pertama setelah vakum selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perwakilan Puro Pakualaman Bendara Pangeran Haryo (BPH) Kusumo Bimantoro mengatakan, jemparingan Paku Alam Cup itu untuk memperingati Hadeging Kadipaten Pakualaman ke-210 menurut hitungan tahun Masehi. "Kami tetap membatasi peserta tahun ini karena masih pandemi," kata Bimantoro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putra sulung Raja Puro Pakualaman Paku Alam X itu mengatakan, sebelum pagebluk, peserta yang berpartisipasi dalam sayembara ini lebih dari 500 orang. "Kali ini kami hanya menerima 70 paguyuban dengan total 160 pemanah," ucapnya. Dari 160 pemanah tadi, menurut Bimantoro, 28 orang di antaranya adalah perempuan.
Sayembara kali ini terlaksana dalam 20 kali rambahan atau 20 sesi. Bimantoro yang juga Ketua Persatuan Panahan Indonesia atau Perpani DI Yogyakarta, itu mengatakan jemparingan menjadi upaya menjaga kelestarian budaya terutama Jemparingan Mataraman.
Kadipaten Puro Pakualaman kembali menggelar kompetisi panahan tradisional atau jemparingan di Yogyakarta pada Minggu, 26 Juni 2022. Dok. Istimewa
Olahraga jemparingan mengutamakan kesadaran pola pikir, pola rasa, dan olah karsa. Para pemanah wajib mengenakan ageman atau busana khas Mataram dan memanah dalam posisi duduk. "Musuh dalam memanah adalah diri sendiri. Artinya, saat memanah, pemanah harus melupakan urusan duniawi, jabatan, keuangan karena dalam jemparingan semua setara," kata dia.
Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan perhelatan jemparingan ini sudah absen selama dua tahun sehingga sangat ditunggu para peserta yang berasal dari berbagai wilayah DI Yogyakarta dan sekitarnya. "Jemparingan Mataraman menjadi olahraga tradisional yang masih kurang popularitasnya di masyarakat," ujarnya. "Penting untuk terus mengenalkannya sebagai salah satu budaya peninggalan Mataram."
Jemparingan, Singgih melanjutkan, juga menjadi salah satu ajang untuk menunjukkan eksistensi bahwa tradisi ini masih ada dan menjadi daya tarik budaya Yogyakarta. "Karena tidak semua daerah memiliki akses untuk melakukan olahraga ini," kata dia. Animo masyarakat pada tradisi jemparingan terus meningkat. Setelah Piala Paku Alam Cup ini, pemerintah akan menggelar kompetisi jemparingan untuk Hamengku Buwono Cup.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.