Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Bagaimana Menentukan Malam 1 Suro Kalender Jawa, Bersamaan dengan 1 Muharram

Pelaksanaan malam 1 Suro bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 Hijriah. Penanggalan kalender Jawa bagaimana menentukannya?

9 Agustus 2021 | 20.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Abdi dalem membawa pusaka keraton saat mengikuti kirab peringatan 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Solo, Jawa Tengah, 21 September 2017. Berdasarkan perhitungan setempat, Keraton Surakarta Hadiningrat memperingati malam Tahun Baru Jawa satu Muharram atau Suro sehari lebih lambat daripada keraton-keraton eks-Kesultanan Mataram Islam lainnya. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta – Tahun Baru 1 Suro Alip 1955 jatuh pada Selasa, 10 Agustus 2021 mendatang. Pelaksanaan malam 1 Suro bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 Hijriah. Meskipun dilaksanakan secara bersamaan, keduanya ternyata memiliki penentuan yang berbeda. Lantas, bagaimana penentuan tahun baru 1 Sura menurut kalender Jawa-Islam?

Secara historis, pencetusan Suro menjadi bulan pertama dalam kalender Jawa - Islam dilakukan oleh Raja Mataram, Sultan Agung. Penyebutan Suro diadaptasi dari Bahasa Arab, ‘asyura’ yang merupakan sebutan bulan Muharram versi masyarakat Jawa sebagaimana dilansir dari buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa (2010) oleh Muhammad Sholikhin.

Dalam buku tersebut, Sholikhin juga menjabarkan bahwa meskipun pelaksanaan antara Muharram dan Suro bersamaan, tetapi keduanya memiliki tradisi yang berbeda. “Muatan makna dan peristiwa yang terkandung di dalam keduanya berbeda walaupun sering diidentikan sama,” tuturnya.  

Dilansir dari laman resmi Institut Teknologi Budi Utomo, p2k.itbu.ac.id, penanggalan Jawa yang diprakarsai oleh Sultan Agung merupakan bentuk asimilasi dari tiga budaya, yakni Islam, Hindu dan Jawa. Dalam kalender ini, menggunakan sistem kalender hijriah atau qomariyah tetapi dalam penulisan angka tahun memakai tahun Saka. Hal ini karena agar tetap berkesinambungan dengan tahun Saka yang telah dipakai sebelumnya.

Sistem penanggalan ini berlaku di seluruh wilayah kekuasaan Sultan Agung, yakni sebagian besar Pulau Jawa, kecuali Batavia, Banten, dan Banyuwangi. Keputusan ini ditetapkan sejak 1555 Saka bersamaan dengan 1633 Masehi dan 1043 Hijriah.

Melansir dari berbagai sumber, dalam perayaan Tahun Baru 1 Suoa, identik dengan malam yang mistis dan sakral. Kondisi ini menjadikan penyambutan Tahun Baru1 Sura tak jauh-jauh dengan serangkaian upacara yang penuh klenik. Faktor budaya Keraton Jawa menjadi salah satu hal yang melatarbelakanginya.

Dalam menyambut Tahun Baru pada malam 1 Suro, tak jarang Keraton melaksanakan beragam ritual yang dilaksanakan setiap tahunnya. Selain itu, terdapat berbagai sesajen dalam pelaksanaan peringatan Tahun Baru 1 Sura yang mencerminkan budaya animisme dan dinamisme.

NAOMY A. NUGRAHENI

Baca: 1 Muharram: 1 Suro Tanpa Tradisi Mubeng Beteng di Yogyakarta

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus