Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Berkuda Ubah Hidup Jadi Lebih Sabar dan Menghargai Pertemanan

Olahraga berkuda ini juga mengajarkan saya tentang kekuatan partnership.

13 Juli 2018 | 12.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Helmet, Boot, dan Breech terpasang rapi di badan. Whip sudah berada di genggaman dan Banyu, kuda jenis G3 saya, sudah siap menunggu di lapangan. Target latihan hari ini: harus bisa Canter dengan lancar menggunakan Banyu agar minggu depan sudah latihan jumping.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyu bukanlah kuda yang mudah untuk diperintah. Dia harus punya keterikatan dan chemistry yang kuat terlebih dulu dengan orang yang ia tumpangi. Ia tak akan menurut begitu saja. Caranya menolak perintah memang tidak kasar, jika anda bukan tipenya ia akan menolak dengan cara halus dalam bentuk kemalasan bergerak. Butuh dua kali jam latihan bagi saya untuk bisa memaksa Banyu berlari kencang dengan gaya Canter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya memang pendatang baru di dunia berkuda. Baru satu tahun ini saya mencoba berkenalan dengan olahraga yang terbilang jarang diminati di Indonesia ini. Alasan saya bergabung hanya satu : sunnah dari Nabi Muhammad SAW, manusia nomor satu paling saya kagumi.

Berkuda sendiri ada banyak jenisnya. Saya memilih Equestrian karena komunitasnya tersedia di Kampus saya Universitas Indonesia. Kami tergabung dalam komunitas yang diberi nama UI Equestrian (UIE).

Berkuda sedikit banyak mengubah pola hidup saya. Selain sehat, ternyata berkuda juga melatih emosi. Seorang penunggang kuda harus berlatih untuk mengendalikan emosinya saat berada di atas kuda. Karena tingkah laku hewan ini sering kali membuat takut orang yang baru menaikinya. Terkadang mereka akan membawa kita lari begitu saja, kadang menendangkan kaki belakangnya (bucking) sehingga membuat tubuh sedikit terpental ke depan, dan lain sebagainya. Namun, jika kita memiliki ketenangan dan pandai membangun koneksi dengan kuda hal-hal tersebut mudah saja diatasi. 

Olahraga ini juga mengajarkan saya tentang kekuatan partnership. Contohnya saja jika saya dan Banyu sudah terkoneksi dengan baik, mudah saja bagi saya menjalankan perintah-perintah yang diminta pelatih. Saat mengendarainya saya dituntut untuk menjadi partner bagi Banyu, bukan bos. Kami sama-sama membutuhkan satu sama lain. Saya butuh tenaga Banyu untuk berlari dan meloncat, sementara Banyu butuh arahan dari saya. 

Uniknya, komunikasi saya dengan Banyu tidak seperti berbicara dengan manusia yang cukup dengan kata-kata. Butuh kemampuan komunikasi non-verbal. Mereka akan memahami kita dari setiap gerak-gerik tubuh kita di atas punggungnya. Mungkin saya bisa salah, tapi itulah yang saya rasakan di atas kuda. Mulai dari bagaimana kaki saya menggenggam punggungnya, sampai dengan Whip yang saya tempelkan di pantatnya, walaupun sedikit. 

Satu lagi hal yang menyenangkan dari pengalaman saya berkuda adalah pertemanannya. Saya bertemu teman-teman di UKM berkuda yang cukup hangat. Pelatihnya juga tidak segan memperlakukan kami sebagai rekan sebaya. Beberapa orang yang saya temui di tempat latihan bahkan menjadi teman akrab di luar stable, dan sampai saat ini kami masih menjalin pertemanan yang cukup hangat. 

 

Tulisan sudah tayang di Isalkaf

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus