Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak pandemi Covid-19, gaya hidup menjadi digital nomad semakin populer. Salah satu pelaku yang 'serius' melakukannya adalah Katie Macleod, seorang perempuan berusia 28 tahun yang bekerja sebagai desainer grafis lepas asal Skotlandia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Katie telah bekerja dari rumah atau WFH di 78 negara berbeda. Ia telah mendokumentasikan perjalanannya di blog sejak awal 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Katie dibesarkan di Inverness dan belajar desain grafis di Edinburgh. Setelah magang yang sukses, ia mulai bekerja untuk biro iklan yang berada di London.
Dalam blognya, Katie mengakui bahwa berpindah dari satu tempat ke tempat lain menghadapi banyak tantangan dan penuh perjuangan. Misalnya seperti melakukan kontak dengan keluarga dan temannya, Katie harus berjalan bermil-mil ke warnet terdekat untuk berkomunikasi dan memberikan kabar tentangnya melalui email, membuat status Facebook dan menulis pesan singkat satu per satu kepada mereka jika keluarga atau temannya sedang online.
Katie yang suka berpetualang itu memiliki suatu tujuan, yaitu mengunjungi 100 negara sebelum ia berusia 30 tahun.
Perjalanan pertama pada 2013, Katie bertujuan mencari pengalaman bepergian tanpa keluarga atau teman. Katie mengikuti pengalaman perjalanan kelompok di Thailand. Saat mengikuti kegiatan tersebut ia masih sangat muda, gugup dan naif, tetapi perjalanan kelompok mengurangi kecemasan yang ia rasakan.
Selanjutnya pada musim panas 2014, Katie mengunjungi daftar tempat yang lebih jauh. Thailand memang luar biasa, tetapi tempat tersebut bukan seperti yang Katie bayangkan tentang perjalanan. Budaya backpacker di negara ini mengungkapkan betapa mudahnya bepergian sehingga Katie memiliki keinginan untuk melangkah lebih jauh, yaitu di Kepulauan Galapagos.
Saat musim panas 2015, Katie memutuskan bepergian tanpa tur kelompok yang terorganisir. Pada usia 20 tahun, Katie memilih untuk belajar di Cina. Universitasnya terletak di salah satu provinsi terpadat dan di kota dengan minoritas orang Barat. Hal Ini kemudian mengarah pada perjalanan backpacking Katie melalui Vietnam dan Kamboja, kemudian perjalanan pulang yang panjang melalui Mongolia dan Rusia.
Pada awal 2018 adalah awal perjalanan Katie menjadi digital nomad. Setelah Katie mempunyai aliran pendapatan yang stabil, ia memutuskan untuk menjadi nomadic travel. Negara Singapura adalah tujuan pertama Katie.
Penduduknya berbahasa Inggris, kotanya nyaman, koneksi internetnya bagus dan ada penerbangan murah. Selain kelebihan kota itu sendiri, Katie juga memiliki teman yang tinggal dan bekerja di pedesaan. Reuni bersama temannya, memberikan Katie kepercayaan diri untuk bepergian dan bekerja di negara baru.
Katie mencapai tujuan impiannya dengan melakukan perjalanan ke Canggu, Bali. Bali adalah topik pembicaraan utama sebagian besar blog digital nomad pada saat itu. Katie memiliki ratusan alasan bahwa Canggu menjadi tempat yang sangat cocok untuk digital nomad.
Cerita perjalanan Katie juga rutin ia unggah lewat akun Instagram-nya @katie.maree.
Digital nomad adalah sebuah istilah dimana seseorang bekerja secara lepas yang memanfaatkan teknologi sehingga tidak terikat oleh waktu dan tempat. Usai pandemi, banyak negara yang memanfaatkan momentum pembukaan negaranya khusus untuk para pelancong digital. Bahkan ada negara yang khusus menerbitkan visa untuk digital nomad, seperti Malaysia dan Portugal.
JESSYCA GAZELLA | THE SUN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu