SEJUMLAH orang ternama kumpul di Surabaya. Cory Aquino menemui Mieke Wijaya Yang dibicarakan bukan soal Moro atau drama seri Losmen yang dua-duanya lagi gawat, tapi soal sanggul. Di sudut lain berdampingan pemimpin PLO Yasser Arafat dengan Menteri Luar Negeri Soviet Eduard Shevardnadze. Pembicaraan keduanya terganggu oleh mondar-mandirnya Elly Pical. Tangan petinju ini diacung-acungkan ke atas, padahal Raoul Diaz, yang pernah dikalahkannya itu, hanya lari-lari kecil. Lalu ada Stevie Wonder Erik Estrada, Mr. T., Icuh Sugiarto, Doyok, dan masih banyak yang lain. Kehadiran orang-orang populer ini memang sudah lama direncanakan. Mereka diundang oleh Lions Club Surabaya Patria (LCSP), sebuah perkumpulan yang bergerak di bidan sosial. Tempat pertemuan mereka, di Hotel Bumi Hyatt, Surabaya, Tumat pekan lalu, memang tidak dijaga petugas keamanan. Dan tak perlu, karena suasananya jauh dari seram. Justru kehadiran mereka menghibur. Tentu saja mereka itu tokoh palsu. Acara itu sendiri bernama The Imitation of Life memeriahkan Malam Penobatan 10 Eksekutif Surabaya 1988. "Kami ingin menyelenggarakan acara hiburan yang lain dari yang lain," kata Markus Sayogo, S.H., Sekretaris LCSP. Ide acara imitasian itu, katanya, karena selama ini banyak orang yang sebetulnya punya kemiripan dengan tokoh tertentu. Dan mereka itu kepingin ditampilkan dalam suatu pentas. Juga belajar dari lomba Mirip Gombloh (TEMPO 12 Maret). Tokoh yang dipalsukan dipilih yang sering menghias halaman majalah dan surat kabar. Yang mendaftarkan diri cukup banyak, lebih dari 100 peserta. Setelah diseleksi, yang benar-benar mirip dan boleh naik pentas hanya 25 orang. Mereka inilah yang jadi tontonan pengunjung - kebanyakan pengusaha yang memenuhi Regenis Room hotel mewah di Surabaya itu. Suasana menjadi segar karena para tokoh imitasi itu pandai memainkan perannya. Dan Markus Sayogo, juga terampil sebagai MC untuk menggoda si tokoh palsu. Misalnya, Nyonya Huxtable ketika ditanya ke mana suaminya, dijawab "Oh, Pak Huxtable masih di Maluku." Tidak semua pendaftar yang memasukkan data diri plus foto dipanggil panitia. Seorang gadis dari NTB yang wajahnya mirip Emilia Contessa dan Haji Zulphian Sahran, wiraswastawan asal Banjarmasin yang persis bekas Menpora Abdul Gafur, tak dimunculkan di Surabaya, karena alasan biaya. Sedangkan Drs. Soeliartojo Koesoemo, pensiunan karyawan Kanwil Departemen P dan K Jawa Timur, kendati tinggal di Surabaya, tidak juga dipanggil, karena wajahnya mirip Pak Harto. "Masa kita bawa-bawa nama Presiden. Ini 'kan cuma acara santai," kata dr. Loekman Ichsan, Ketua LCSP. Tapi tak dijelaskan mengapa presiden negeri lain bisa dibawa-bawa. Suksesnya hiburan jenis baru ini juga tak lepas dari kerja keras panitia. Agar duplikat itu mendekati aslinya, panitia menyiapkan tiga orang juru rias dari Pacific Health & Beauty Centre. Untuk Mr. T., misalnya, jauh-jauh hari puluhan kalung dan cincin batu akik disiapkan. Untuk menata rambutnya, para perias menyusun puluhan benang wol yang dibikin mirip rambut lalu ditempelkan dengan lem khusus. Tak sia-sia. Setelah dipoles dan didandani, Mochammad Alimansyah, 29 tahun, tentara berpangkat sersan dua dan berbadan tegap yang sehari-hari bertugas di Kodim Bangkalan, boleh dikata tak beda dengan Mr. T. yang kita lihat di televisi. Aktingnya lumayan. Drs. Gozi, apoteker dan dosen IKIP Negeri Surabaya, juga perlu dibenahi lebih dahulu sebelum menjadi Yasser Arafat. Panitia mencarikan kafieh yang biasa dikenakan pemimpin PLO itu. Tapi memang ada yang tidak dipoles. Misalnya Nyonya Elly Husada, 58 tahun, yang diperkenalkan sebagai Nyonya Cory Aquino. Penampilannya meyakinkan dari sangat mirip. Baik itu potongan tubuh maupun raut mukanya. Lengkap dengan kaca mata bulat dan baju kuning. Nyonya Endang Soekotjo, guru bahasa Inggris di Surabaya, mirip dengan penampilan Bu Broto alias Mieke Wiiava. Nyonya ini mengaku, sewaktu liburan ke Bali tahun lalu, ia dikerubuti banyak orang karena dikira Mieke Wijaya. "Mereka bisik-bisik ada Bu Broto," tutur Nyonya Endang. Para tetangganya pun memanggil namanya dengan Bu Broto. Kalau mencari rumahnya di kawasan Ngagel Mulyo, tukang becak di sana lebih kenal dengan alamat Bu Broto ketimbang Bu Endang. "Kalau ada produser yang mau bikin' film tentang saudara kembar Bu Broto, saya siap," kata Bu Endang. Acara The Imitation of Life di hotel mewah dan ditonton orang berduit ini sudah sah menjadi satu jenis hiburan yang memikat. Tak kalah dengan Srimulat atau pentas gabungan para pelawak. Acara yang berakhir menjeang tengah malam ini bukan mencari siapa yang paling mirip dan tidak mencari pemenang. Semua peserta yang tampil di pentas diberi bingkisan oleh sponsor. Mereka puas dan pulang dengan angan-angan, mudah-mudahan ada order lain misalnya main sandiwara atau film. Karena mereka kebanyakan "kaum terpelajar", bisa jadi tak sekadar diangan-angan. Yusroni Henridewanto (Jakarta) dan Jalil Hakim (Biro Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini