Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Kain Tenun Cual Mentok, Oleh-oleh Indah dari Pulau Bangka

Mirip dengan songket Palemban, cual Mentok punya ciri tersendiri. Kain tenun khas Pulau Bangka ini terus diangkat tapi penjualan belum signifikan.

17 Desember 2018 | 10.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Beragam corak kain tenun cual Mentok khas Bangka. (visitbangkabelitung.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekilas kain tenun cual Mentok atau dahulu dikenal sebagai limar Mentok mirip songket Palembang, namun jika diamati lebih saksama tampak sejumlah perbedaan motif dan pola pengerjaan dua kain tersebut.

Pada songket Palembang, motif diambil dari bentuk-bentuk bunga, seperti bunga cempaka dan cengkeh, sedangkan pada limar Mentok motif dikombinasi dari berbagai jenis flora dan fauna, antara lain kucing, bebek, dan bunga mawar.

Selain memiliki kekayaan motif pola songket yang biasa ditemukan pada dua ujung dan tepi kain, cual Mentok juga memiliki keunikan motif bersusun pada badan kain yang dihasilkan dari proses tenun ikat.

Tenun cual merupakan perpaduan antara teknik songket dan tenun ikat, keunggulan dan ciri khas cual terletak pada susunan motif badan kain yang menggunakan teknik tenun ikat. "Dahulu, kehalusan kain, tingkat kerumitan motif dan warna pada cual Mentok mengandung filosofi hidup sebagai perjalanan hidup sang pembuat tenun," kata pemerhati budaya Mentok, Bangka Barat, Bambang Haryo Suseno.

Kain tenun cual Mentok sangat terkenal karena tekstur kain yang halus, warna benang tidak berubah, dan ragam motif seperti timbul jika dilihat dari kejauhan. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, cual Mentok dahulu diperjualbelikan hingga luar Pulau Bangka, seperti Palembang, Belitung, Pontianak, Singapura, dan tanah Melayu lainnya.

"Penyebaran kain hingga luar negeri menyebabkan terjadinya pergeseran pengguna, cual Mentok tidak lagi hanya dipakai para keturunan bangsawan Mentok," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca Juga: Menyulap Bekas Tambang Timah Bangka Belitung Jadi Tujuan Wisata

Menenun cual merupakan salah satu aktivitas kaum perempuan bangsawan Mentok, keturunan Ence` Wan Abdul Haiyat yang tinggal di Kampung Petenon, pada abad 18.
Kain cual saat itu sebagai simbol identitas sosial di lingkungan para bangsawan Mentok, seperti pakaian pengantin, pakaian kebesaran pada acara adat dan hari besar Islam, sebagai mahar pengantin yang langsung menggambarkan status sosial seseorang.

Masa kejayaan cual Mentok surut saat terjadi Perang Dunia I, sekitar 1914-1918. Perang besar yang melanda Eropa itu menyebabkan terputusnya pasokan bahan baku. Keadaan itu diperparah dengan masuknya tekstil Cina sehingga aktivitas pembuat tenun cual terhenti.

Baru pada 1990, tenun cual kembali dibangkitkan, salah satunya oleh kelompok penenun cual Bunda Cempaka yang diprakarsai Magdalena,  60 tahun. "Saya mengenal cual dari salah seorang warga Kampung Ulu, motif dan pola kain saya pelajari secara teliti dan saat ini sudah mulai kami kembangkan," ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Magnalena, salah satu penenun kain cual mentok di Kabupaten Bangka Barat. ANTARA

Setiap kali menenun,  ia berusaha tetap menjaga nilai sejarah dan keaslian motif, meskipun ada beberapa bagian yang dimodifikasi sebagai pembeda dan identitas kain tenunannya.

Dengan tingkat kerumitan pengerjaan yang tinggi, dalam satu bulan penenun mahir hanya mampu memproduksi cual Mentok ukuran 180x115 centimeter dan selembar selendang. Harga jual satu stel kain tersebut antara Rp 2,8 juta hingga Rp18 juta, tergantung tingkat kerumitan motif dan kualitas benang. 

Seiring bertambahnya permintaan kain kebanggaan warga ujung barat Pulau Bangka tersebut, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat dalam beberapa tahun terakhir mencoba menumbuhkan penenun cual muda agar bisa menjaga warisan budaya lokal bernilai tinggi tersebut.

"Pelatihan menenun sudah dilakukan beberapa kali, selain itu bantuan alat, bahan dan pemasaran juga terus dilakukan agar cual Mentok semakin dikenal di pasar nasional dan internasional," kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Kabupaten Bangka Barat Agus Setyadi.

Pada akhir 2018, pemerintah daerah setempat menyalurkan bantuan 10 alat tenun gedogan untuk memotivasi sekaligus meringankan beban modal usaha para perajin cual di daerah itu.

Kain tenun cual Mentok Khas Bangka. (wikipedia.org)

Selain bantuan alat, para perajin juga mendapatkan bantuan bahan benang, pewarna tekstil, dan pelatihan agar mereka semakin terampil memproduksi kain tenun. Bantuan alat tenun gedogan itu merupakan kali kedua, setelah pada 2015 pemkab memberikan bantuan 20 unit. Selain bantuan dari pemerintah kabupaten, pada tahun ini perajin tenun di Muntok juga mendapatkan bantuan lima alat tenun bukan mesin dari Bank Indonesia.

Saat ini perajin aktif yang masih bertahan menggeluti usaha tenun dengan pola gedogan berjumlah delapan orang, sedangkan yang menggunakan alat tenun bukan mesin empat orang. Jumlah tersebut sudah cukup bagus karena usaha tenun termasuk usaha yang kurang diminati masyarakat. "Kami optimistis ke depan jumlah perajin akan semakin bertambah seiring tumbuhnya kepariwisataan daerah," katanya.

Menurut dia, kendala utama yang dihadapi perajin cual Mentok saat ini kurangnya minat konsumen membeli kain tenun khas tersebut. Pola pemasaran dengan mengikuti berbagai pameran lokal, regional, dan nasional sudah sering dilakukan, namun belum memberi dampak signifikan dalam meningkatkan jumlah pembeli kain cual perajin di Muntok.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus