Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kegiatan wisata Gunung Bromo sudah diaktifkan lagi setelah hampir setahun vakum sejak Jumat, 28 Agustus 2020, oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, pemerintah Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, menyatakan hingga sekarang belum bisa menerima kedatangan wisatawan, supaya desa suku Tengger di ujung timur Kabupaten Malang itu tetap bebas dari Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti yang TEMPO saksikan, di ujung pintu masuk Ngadas dari arah Malang masih berdiri pos pemeriksaan Covid-19. Warga di sana aktif gantian berjaga. Mereka memeriksa pengendara yang dikenali bukan warga Ngadas. Lalu mengarahkan yang pendatang untuk berbalik ke arah Malang. Mereka diperbolehkan meneruskan perjalanan ke arah Bromo atau Ranupani, tapi tanpa melintas jalanan tengah desa.
“Dalam rangka pembukaan kembali wisata Bromo ini, mohon maaf Ngadas belum bisa menerima tamu. Ini hasil koordinasi kami dengan seluruh pelaku usaha wisata di Ngadas, khususnya homestay dan paguyuban jasa wisata jip,” kata Kepala Desa Ngadas Mujianto kepada Tempo, Minggu pagi, 30 Agustus 2020.
Mewakili warganya, Mujianto meminta maaf kepada Balai Besar TNBTS dan seluruh pelaku usaha wisata Bromo. Pasalnya untuk sementara Ngadas tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan kembali (reaktivasi) wisata Bromo.
Seluruh operator jip wisata diminta mengambil wisatawan di luar atau di bawah Ngadas, yakni di rest area Gubugklakah dan Pos Coban Trisula (pos pemeriksaan tiket TNBTS) di Kecamatan Poncokusumo. Seluruh jip masih boleh melintasi wilayah Ngadas, tapi tidak boleh menginapkan tamu di Ngadas.
Desa Ngadas memiliki dua dusun, Dusun Ngadas dan Jarkijo. TEMPO/Abdi Purmono
Keputusan Bersama
Mujianto menegaskan, kebijakan yang disetujui oleh warganya dibuat untuk mengantisipasi penularan Covid-19. Operator jip dan pedagang asongan biasanya berhubungan langsung dengan wisatawan sehingga berpotensi tertular.
“Sekali lagi, itu hasil kesepakatan kami bersama seluruh komponen warga Ngadas sehingga mohon kepada seluruh pelaku usaha jip wisata patuhi bersama dengan ngambil tamunya di bawah. Monggo lewat Ngadas, tapi kami harap tamunya jangan dibawa masuk,” ujar Mujianto.
Sejauh ini, kata Mujianto, tidak ada warga Ngadas yang menderita maupun terdampak Covid-19. Lantaran semua warganya sehat dan perekonomian desa stabil. Bahkan, pemerintah Desa Ngadas hingga sekarang tidak mencairkan dana bantuan langsung tunai (BLT) dana desa— satu dari tujuh bantuan pemerintah selama masa pandemi Covid-19 —dan jadi satu-satunya desa di Provinsi Jawa Timur, yang tidak mencairkan dana BLT. BLT Dana Desa yang seharusnya diterima Ngadas sebesar Rp 218 juta.
Perlu diketahui, TNBTS memiliki zona tradisional seluas 3.341 hektare atau 6,64 persen dari 50.276 luas TNBTS. Zona tradisional mencakup dua desa enklave, yaitu desa yang batas wilayah dan geografinya tepat berada di jantung kawasan TNBTS.
Ngadas merupakan satu dari dua desa enklave itu. Satu desa lagi bernama Ranupani — biasa dilafalkan Ranupane — di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Luas Ngadas dan Ranupani masing-masing 395 dan 8.293 hektare. Perbatasan kedua desa bertemu di Pos Bantengan.
Ngadas dan Ranupani juga jadi desa suku Tengger bersama 39 desa lain. Seluruh (41) desa Tengger ini tersebar di wilayah empat kabupaten: Malang, Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang.
Wisatawan yang dari arah Malang pasti melintasi Ngadas, lalu bertemu Pos Jemplang, pos pemeriksaan tiket TNBTS. Di Pos Jemplang pula wisatawan harus melanjutkan perjalanan sesuai tiket masuk: belok kiri ke Gunung Bromo maupun langsung lurus ke arah Ranupani, yang merupakan pintu masuk pendakian Gunung Semeru.
Turis Jepang sedang menikmati padang rumput Teletubies di dekat Desa Ngadas. TEMPO/Abdi Purmono
Ngadas juga paling dekat padang rumput atau sabana Teletubbies, salah satu lokasi favorit wisatawan. Sabana ini biasanya jadi satu paket perjalanan wisata Bromo bersama Bukit Penanjakan, Lautan Pasir Berbisik, dan kawah Bromo.
ABDI PURMONO