Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai penerbangan berbiaya rendah di Eropa, Ryanair, menuntut ganti rugi sebesar 15.000 euro atau sekitar Rp250 juta kepada seorang penumpang. Gugatan diajukan ke pengadilan di Irlandia setelah penumpang tersebut dinilai berperilaku butuk di pesawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini merupakan gugatan perdata pertama dari jenisnya di Irlandia. Tuntuan ini merupakan bagian dari kebijakan tanpa toleransi maskapai berbiaya rendah tersebut atas tindakan yang menyebabkan gangguan dalam penerbangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penumpang yang dituntut menyebabkan penerbangan dari Dublin ke Lanzarote tahun lalu dialihkan ke Porto, Portugal. Pesawat itu terpaksa menginap di Porto semalam pada 9 April 2023 dan maskapai harus menyediakan akomodasi hotel semalam bagi 160 penumpang. Jumlah 15.000 euro itu merupakan akumulasi dari biaya akomodasi semalam, biaya penumpang, dan biaya pendaratan.
"Perilaku penumpang yang tidak dapat dimaafkan ini memaksa penerbangan ini dialihkan ke Porto, yang kemudian ditunda semalam, yang menyebabkan 160 penumpang menghadapi gangguan yang tidak perlu serta kehilangan satu hari penuh liburan mereka,” kata maskapai itu dalam sebuah pernyataan yang dilansir Euronews, Kamis, 9 Januari 2024.
Perilaku Penumpang yang Tidak Dapat Diterima
Ryanair belum memberikan perincian lebih lanjut tentang identitas penumpang atau apa yang ia lakukan hingga menyebabkan penerbangan dialihkan. Perusahaan hanya menggambarkan perilaku penumpang tersebut tidak dapat dimaafkan dan sama sekali tidak dapat diterima. Maskapai menegaskan bahwa perilaku mengganggu yang bisa dikenai tuntutan hukum mencakup pelecehan verbal dan fisik.
“Ryanair memiliki kebijakan toleransi nol yang ketat terhadap perilaku penumpang yang tidak tertib dan akan terus bertindakan tegas untuk memerangi perilaku penumpang yang tidak tertib di pesawat demi kepentingan sebagian besar penumpang yang tidak mengganggu penerbangan,” kata maskapai melanjutkan dalam pernyataannya.
Mereka menekankan bahwa tindakan hukum ini hanya menunjukkan satu dari sekian banyak konsekuensi yang akan dihadapi penumpang yang mengganggu penerbangan sebagai bagian dari kebijakan toleransi nol Ryanair.
"Kami berharap tindakan ini akan mencegah perilaku mengganggu lebih lanjut dalam penerbangan sehingga penumpang dan awak dapat bepergian dalam lingkungan yang nyaman dan penuh rasa hormat,” tambah seorang juru bicara.
Preseden bagi Maskapai Lain
Kasus ini menjadi kali pertama maskapai menuntut penumpang atas perilaku yang mengganggu, dan ini dapat menjadi preseden bagi perusahaan lain. Brian Flanagan, seorang profesor madya di Sekolah Hukum dan Kriminologi di Universitas Maynooth, Irlandia, mengatakan kepada RTÉ News bahwa maskapai penerbangan lain akan mencermati masalah ini.
"Saya pikir jika ini berhasil, akan ada banyak orang di industri ini yang merasa cukup puas dan mungkin juga ada calon penumpang yang merasa puas karena ada jalur keluar ini," katanya.
Batasi Minuman Alkohol
Tahun lalu, kepala eksekutif Ryanair Michael O'Leary mengatakan kepada Sky News bahwa perilaku buruk penumpang sebagian disebabkan oleh minum alkohol berlebihan. Salah satu destinasi yang paling parah terkena dampak gangguan penumpang adalah Ibiza.
"Masalah sebenarnya adalah bagaimana kita menghentikan orang-orang ini mabuk di bandara, terutama karena, seperti musim panas ini, kita mengalami lonjakan besar dalam penundaan kontrol lalu lintas udara," kata Tn. O'Leary, seperti dilansir Sky News.
Jadi, bandara menerapkan batasan minuman beralkohol, mereka juga siap untuk memberlakukan batasan dua minuman di pesawat.
Maskapai penerbangan tersebut telah memperingatkan bahwa ini bukan terakhir kalinya mereka mengajukan gugatan ke pengadilan atas perilaku yang tidak dapat diterima di dalam pesawatnya. Jadi, penumpang sebaiknya menjaga perilaku selama dalam penerbangan.