Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mitologi Pegunungan Cycloop Papua: Dewa Yunani - Dewa Sentani, Gunung Adumama

Ketahui sebab nama Pegunungan Cycloop lebih populer ketimbang nama aslinya. Sama-sama berasal dari mitologi Yunani dan Sentani.

18 Januari 2021 | 12.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pegunungan Cycloop di Papua. Dok. Hari Suroto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pegunungan Cycloop menjadi pemandangan mempesona pertama yang dilihat oleh wisatawan setibanya di Bandara Sentani, Jayapura, Papua. Pegunungan Cycloop membentang sepanjang 36 kilometer, dari barat ke timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pegunungan Cycloop merupakan pembatas antara Danau Sentani dan Samudera Pasifik. Pegunungan ini menjadi tempat hidup fauna endemik Papua, seperti burung cenderawasih, burung kasuari, kuskus, landak semut Irian, dan kanguru pohon. Pegunungan Cycloop juga menjadi sumber air Danau Sentani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan nama Pegunungan Cycloop bermula ketika seorang pelaut Prancis, Louis-Antoine de Bougainville berlabuh di Teluk Humboldt pada 1768. Dia melihat pegunungan di pesisir utara Jayapura yang sepintas tampak seperti raksasa bermata satu yang sedang tidur.

"Maka Bougainville menamai pegunungan ini dengan sebutan Cycloop," kata Hari Suroto kepada Tempo, Senin 18 Januari 2021. Dalam mitologi Yunani, Cycloop adalah nama anak laki-laki dari Dewa Poseidon dan Dewi Thoosa.

Hari Suroto menjelaskan, sejatinya pegunungan Cycloop itu bernama asli Pegunungan Dafonsoro. Nama inilah yang disematkan oleh masyarakat Sentani, namun kurang populer ketimbang sebutan Pegunungan Cycloop yang dibuat oleh Bougainville. "Sejak zaman nenek moyang, masyarakat Sentani mengenal Pegunungan Cycloop sebagai Pegunungan Dafonsoro, dan mereka punya dewa sendiri," kata Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawash.

"Begitulah yang terjadi pada masa lalu, setiap datang ke tempat baru, para petualang Eropa langsung memberi nama apa-apa saja yang mereka jumpai tanpa bertanya kepada penduduk setempat," kata Hari Suroto. "Atau waktu itu mungkin saja mereka memang tidak menjumpai penduduk di daratan. Sebab itu dengan sesuka hati memberi nama baru dan mencantumkannya dalam peta dunia, sehingga nama yang mereka buat lebih dikenal dan menjadi rujukan."

Masyarakat Sentani percaya pegunungan Dafonsoro adalah rumah Dewi Pemberi Kehidupan, yaitu Hokaimiyae atau ibu pertiwi. Pegunungan Dafonsoro juga dijaga oleh empat dewa yang menyebar ke empat penjuru mata angin, yaitu timur (Dewa Nu), barat (Dewa Wai), selatan (Dewa Ebun), dan utara (Dewa Dobon).

Dewa Nu di timur, Wai di barat, dan Ebun di selatan adalah dewa yang mendatangkan petaka, yaitu penderitaan, kesengsaraan, dan berbagai macam penyakit. Adapun Dewa Dobon di utara dianggap sebagai dewa yang mendatangkan kemakmuran. "Dafonsoro adalah pegunungan sakral yang menjadi rumah para dewa," kata Hari Suroto.

Pegunungan Dafonsoro memiliki beberapa puncak, yakni Gunung Dafonsoro setinggi 1.580 meter di atas permukaan laut (mdpl), Gunung Butefon (1.450 mdpl), Gunung Robhong (1.970 m dpl). Ada pula Gunung Haelufoi (1.960 m dpl), Gunung Rafeni (1.700 m dpl), dan Gunung Adumama (1.560 m dpl).

Dari semua gunung di Pegunungan Cycloops itu, yang namanya cukup menarik adalah Gunung Adumama. "Masyarakat memberi nama Gunung Adumama karena kondisinya terjal dan curam," kata Hari Suroto. Tak sedikit dari pendaki mengeluh 'aduh mama' saat naik gunung ini. Sebab itu gunung tersebut diberi nama Gunung Adumama.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus